Ada "Voucher" di Dalam Telur, Ada Diskon yang Menanti
Sebagai orang yang rutin belanja online, Ola (23) rajin memantau aplikasi Tokopedia di ponsel pintarnya. Setiap pukul 12.00 dan 17.00, muncul ikon telur berwarna emas atau Lucky Egg yang bergerak-gerak di sebelah kanan layar dengan tulisan ‘Tap-Tap Mantap’. Tanpa ragu, Ola segera memecahkan Lucky Egg sebelum menumpuk.
“Saya enggak tahu persis tiap jam berapa telurnya Tokopedia muncul. Yang pasti, saya bisa dapat voucher cashback atau free ongkir (ongkos kirim) dengan gampang, tinggal tap aja. Lumayan, kadang-kadang juga dapat TokoPoints dari mecahin telur,” kata Ola, Minggu (24/3/2019).
Dalam seminggu, paling tidak Ola bisa belanja tiga sampai empat kali secara dalam jaringan (daring) secara bergantian dari Tokopedia dan Shopee. Alhasil, voucher yang didapatkannya banyak yang terpakai meski tidak semua.
Baca juga : ”Shoppertainment” Dorong Pertumbuhan E-dagang
Lazada punya cara lain untuk berbagi voucher, yaitu melalui gim Fruit Slash, Birthday Blast, dan Popping Baloons. Ketiganya berada dalam fitur LazGame yang diluncurkan 18 Maret lalu. Kue-kue digital yang terkumpul dari gim nantinya bisa ditukarkan dengan voucher diskon.
Sebagai pelanggan Lazada, Putri (23) belum pernah mencoba ketiga game baru tersebut, namun sudah berencana mencoba. “Selama ini, saya buka Lazada cuma buat belanja. Tapi, kayaknya saya bakal lebih sering belanja karena ada games, sekalian dapetin voucher,” kata Putri.
Cara Shopee membagikan insentif belanja lebih bervariasi, salah satunya melalui fitur ‘Goyang Shopee’ dalam menu ‘Shopee Games’. Dengan menggoyangkan ponsel pada pukul 09.00 dan 12.00 setiap hari, konsumen bisa mendapatkan koin Shopee. Bahkan, disediakan pula fitur pengingat bagi konsumen yang tak mau melewatkan waktu Indonesia bagian ‘Goyang Shopee’ ini.
Kendati begitu, tak semua orang tertarik. “Kalau saya, sih, enggak begitu minat main (‘Goyang Shopee’) soalnya Shopee sudah sering ngasih gratis ongkir. Lagi pula, (jumlah) koinnya enggak seberapa, cuma dapat capek goyangin HP. Ha..ha..ha,” kata Rima (23) yang selalu berbelanja daring di Shopee.
Lazada punya cara unik untuk berbagi voucher, yaitu melalui gim Fruit Slash, Birthday Blast, dan Popping Baloons. Ketiganya berada dalam fitur LazGame yang diluncurkan 18 Maret lalu
Shopee juga memberikan voucher melalui gim lain, seperti ‘Mission: Shopee’ dan ‘Tebak Juara’. Meski begitu, Nadia (22), pelanggan Shopee, tidak tertarik memainkannya. “Cara main ‘Mission: Shopee’ adalah nge-share link ke teman lewat chat atau medsos (media sosial). Menurut saya, itu malah bikin orang lain terganggu,” katanya.
Saat ini, hampir semua perusahaan e-dagang melengkapi aplikasinya dengan permainan. Bukalapak, misalnya, juga memiliki Rocket Shake, Daily Giftbox, dan Spin & Win. Melalui permainan, konsumen bisa mendapatkan insentif untuk lebih sering berbelanja, baik daring maupun luring (luar jaringan). Beberapa kios makanan dan bahkan hotel bisa memberikan diskon dari voucher yang didapat dari e-dagang.
Head of Traffic Management Lazada Indonesia Haikal Bekti Anggoro mengatakan, perusahaan harus menambah layanan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Menurut dia, fitur permainan sebagai metode pembagian voucher adalah salah satu caranya.
Saat ini, hampir semua perusahaan e-dagang melengkapi aplikasinya dengan permainan. Bukalapak, misalnya, juga memiliki Rocket Shake, Daily Giftbox, dan Spin & Win
“E-dagang bukan hanya transaksi jual dan beli, tetapi kami harus menyediakan berbagai keseruan untuk meningkatkan engagement dengan konsumen,” kata Haikal dalam peluncuran fitur Shoppertainment yang mencakup tiga gim baru Lazada (Kompas.id, 18 Maret 2019).
Membangun “brand”
Shiela (31), pelanggan Tokopedia, juga sering memecahkan telur ‘Tap-Tap Mantap’ untuk mendapatkan voucher. Namun, baginya voucher tidaklah esensial dalam belanja di jagat maya. Keadaan barang yang baik dan ketepatan waktu pengantaran jauh lebih penting. Sejauh ini, Tokopedialah yang bisa memenuhi standarnya untuk kelayakan layanan.
“Dulu saya pernah dapat free ongkir (dari platform e-dagang lain), tapi datangnya barang pesanan saya lama banget. Jadi, prinsip saya sekarang, enggak apa-apa mahal, yang penting barang berkualitas dan sampai tepat waktu.” katanya.
Bagi sebagian orang, voucher tidaklah esensial dalam belanja di jagat maya. Keadaan barang yang baik dan ketepatan waktu pengantaran jauh lebih penting.
Senada dengan Shiela, Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan, perusahaan e-dagang harus mulai membangun merek platform mereka melalui peningkatan kualitas layanan. Dengan demikian, loyalitas pelanggan juga akan meningkat. Jika brand tidak dibangun, pelanggan hanya akan setia kepada diskon.
Menurut Untung, berkembangnya gim di platform e-dagang bermula dari kesulitan membangun merek. Apalagi, penggunaan aplikasi e-dagang lebih jarang dibanding angkutan daring, chat, dan medsos.
Dengan gim, pelanggan diharapkan semakin terbiasa menggunakan aplikasi e-dagang sehingga, saat konsumen mau belanja daring, aplikasi tersebutlah yang muncul pertama di pikirannya. Namun, ia tidak sepenuhnya sepakat dengan penggunaan gim untuk berbagi voucher.
Baca juga : E-Dagang Makin Biasa Dipakai
“Semua bisnis pasti tumbuh kalau ada diskon. Tapi, kalau sedikit-sedikit ngasih diskon, persaingan jadi tidak sehat karena semua pemain akan ikut ngasih diskon. Nah, kalau brand marketplace tidak dibangun dengan layanan yang baik, konsumen akan terus loncat dari marketplace yang satu ke yang lain sesuai diskon,” kata Untung.
Gencarnya berbagi diskon juga disebabkan oleh sifat multisprint industri e-dagang. Artinya, ukuran utama yang dilihat investor adalah total transaksi kotor (gross merchandise value/GMV) perusahaan. Alhasil, perusahaan pun terus “bakar duit” demi keuntungan konsumen, sementara keuangan perusahaan terus minus. Karena itu, kata Untung, perusahaan harus mulai memikirkan profit sambil memperbaiki layanan dan pemasaran.
“Ibaratnya kita punya restoran, lalu kita bikin masakan yang enak banget. Kalau kita yakin dengan produk kita, kita kasih gratis sekali saja, orang pasti suka banget dan akan balik lagi. Ini cukup sulit di industri marketplace, gimana kita bisa memberi layanan yang sangat baik sehingga orang berhenti berpikir marketplace mana yang murah, tetapi mana yang layanannya paling nyaman,” papar Untung.
Ada udang di balik batu, ada makna yang tersembunyi. Ada voucher di dalam telur, ada diskon yang menanti. Namun, di era digital ini, apakah diskon lebih penting dari layanan yang memuaskan?
(KRISTIAN OKA PRASETYADI)