Penanggulangan Tuberkolosis Jadi Perhatian di Sumatera Barat
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mendorong percepatan penemuan atau perkiraan jumlah pasien baru tuberkolosis, beserta penanganannya. Hingga saat ini, diperkirakan ada sekitar 22.000 orang pasien di daerah tersebut dan baru 46 persen yang berhasil dijangkau.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mendorong percepatan penemuan atau perkiraan jumlah pasien baru tuberkolosis beserta penanganannya. Hingga saat ini diperkirakan ada sekitar 22.000 pasien di daerah tersebut dan baru 46 persen yang berhasil dijangkau.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Merry Yuliesday pada acara Peringatan Hari Tuberkoloisis (TBC) Se-Dunia yang ke-137 di Padang, Minggu (24/3/2019), mengatakan, Sumatera Barat memiliki target 70 persen untuk penemuan jumlah pasien tuberkolosis baru sesuai dengan target pemerintah pusat untuk mengeliminasi tuberkolosis pada 2013. Dengan kata lain, menurut Marry, capaian Sumbar, yakni 46 persen atau sekitar 10.120 orang, masih belum sesuai harapan.
Merry mengatakan, masih sedikitnya capaian penemuan pasien baru di Sumbar tidak terlepas dari belum maksimalnya upaya di kabupaten kota yang ada. Dari 19 kabupaten kota, pada 2018 hanya tiga wilayah yang mencapai target di atas 60 persen, yakni Kota Pariaman, Kota Padang Panjang, dan Kota Bukittinggi. Sisanya berada di bawah 60 persen, bahkan ada yang di bawah 30 persen, seperti Kabupaten Sijunjung, Limapuluh Kota, Kota Sawahlunto, dan Kabupaten Solok.
”Seharusnya, dari jumlah populasi (perkiraan jumlah pasien), sebanyak 70 persen itu bisa kami akses dan mereka juga bisa mengakses (penanganan) dari kami. Oleh karena itu, kami meminta agar para kader di Pusat Kesehatan Masyarakat di daerah jangan berharap pasien datang, tetapi harus menjemput bola,” kata Merry.
Menurut Merry, selain mendorong para kader, mereka juga meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya deteksi TBC. Hal itu juga yang dilakukan pada Peringatan Hari TBC Se-Dunia yang memanfaatkan kegiatan hari bebas kendaraan (CFD) di kawasan Khatib Sulaiman, Minggu. Acara yang diikuti sekitar 500 dokter dari Koalisi Organisasi Profesi Penanggulangan TBC bersama organisasi profesi lain fokus pada sosialisasi langsung ke warga yang mengikuti CFD ataupun siaran langsung di salah satu radio.
Jangan malu
Masih banyaknya pasien TBC yang belum terjangkau juga diakibatkan adanya rasa malu di masyarakat. Dokter anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil Padang Vini Fitriani mengatakan, salah satu tantangan dalam penanggulangan TBC adalah masih adanya stigma buruk di masyarakat terhadap penderita TBC.
”Tidak usah malu karena TBC bisa diobati. Apalagi, semua orang punya risiko terkena TBC mulai dari kalangan sosial ekonomi tinggi hingga rendah. Jadi, hilangkan stigma dan jangan malu. Kalau misalnya batuk-batuk dua minggu, langsung temui dokter untuk memastikan apakah terkena TBC atau tidak,” kata Veni.
Menurut Veni, para penderita TBC paling banyak berasal dari masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk dengan rumah berventilasi buruk dan tidak tersentuh cahaya matahari langsung. Cahaya matahari bisa membunuh kuman TBC.
”Oleh karena itu, kalau ada salah satu orang menderita TBC, yang lain akan tertular. Termasuk ke anak. Jika anak terkena TBC, maka gejalanya semakin berat seperti terkena selaput otak, kesadaran menurun, hingga cacat seumur hidup,” kata Veni.
Kalau ada salah satu orang menderita TBC, maka yang lain akan tertular. Termasuk ke anak. Jika anak terkena TBC, gejalanya semakin berat seperti terkena selaput otak, kesadaran menurun, hingga cacat seumur hidup.
Dokter paru-paru dari RSUP M DJamil, Irvan Medison, menambahkan, paru-paru menjadi pintu masuk dan keluarnya TBC. ”Dari paru-paru, kemudian menyebar ke seluruh tubuh, ke semua orang mulai jantung, otak, tulang, dan lainnya. Itu kenapa semua profesi kedokteran bisa terlibat di pengobatan TBC,” kata Irvan.
Menurut Irvan, jangkauan penanganan pasien TB yang masih kurang di Sumbar membuat semua pihak harus saling bekerja sama. Dinas Kesehatan bersama kader-kadernya harus bekerja maksimal untuk menjaring masyarakat yang dicurigai menderita TB. Masyarakat juga diharapkan berperan aktif dengan tidak malu berobat.
”Masyarakat harus tahu bahwa TBC bisa disembuhkan. Mereka juga jangan malu untuk berobat sehingga penyakitnya tidak menyebar ke orang lain. Kalau tidak, maka yang tidak terjangkau akan menjadi sumber penularan baru. Akibatnya, target 2030 Indonesia bebas TB akan sulit tercapai,” kata Irvan.
Baca juga Penularan TB Masih Tinggi, Perlu Lebih Giat Temukan Kasus Baru