DPRD Tetapkan Tarif MRT Rp 8.500, Pemprov DKI Belum Setuju
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPRD DKI Jakarta menyepakati tarif rata-rata MRT sebesar Rp 8.500 dan tarif LRT Rp 5.000, sesuai usulan badan usaha milik daerah, dalam rapat gabungan yang digelar pada Senin (25/3/2019) di Jakarta. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum sepakat karena rincian tarif per kilometer dan subsidi yang diberikan masih belum jelas sehingga perlu dibahas lebih lanjut, antara Pemprov DKI Jakarta, DPRD DKI, dan PT MRT Jakarta.
”Saya langsung ambil keputusan berdasarkan usulan yang telah ada, bagaimana kalau kita tetapkan harganya Rp 8.500 dan disepakati anggota DPRD yang hadir,” ujar Prasetio Edi Marsudi, Ketua DPRD DKI Jakarta.
Prasetio menjelaskan, besaran jumlah subsidi serta tarif per kilometernya masih belum ada. Oleh sebab itu, perlu dilakukan rapat lanjutan di waktu yang tersisa menjelang pengoperasian MRT secara komersial pekan depan.
Sementara itu, Pemprov DKI masih belum sepakat terkait tarif rata-rata yang ditetapkan DPRD. Sekda DKI Saefullah mengatakan, Pemprov DKI masih bersikukuh agar tarif rata-rata MRT sebesar Rp 10.000 sesuai dengan rencana awal.
”Hal ini terkait biaya perawatan MRT serta biaya operasional lain yang telah diperhitungkan. Selain itu, kami juga telah membuat tabel rincian harga untuk tiap stasiun," ucapnya di Balai Kota, Jakarta.
Awalnya, Pemprov membuat skema dengan perhitungan Rp 10.000 untuk tarif rata-rata MRT. Skemanya adalah tarif MRT sebesar Rp 850 per kilometer dengan jumlah alokasi subsidi Rp 672 miliar. Namun, jika tarif yang ditetapkan DPRD menjadi Rp 8.500, tarif per kilometernya dan besaran subsidinya juga akan berubah.
Pada fase pertama, ada 13 stasiun MRT yang dioperasikan dengan jarak setiap stasiun 0,8 km-2,2 km. Secara keseluruhan, jarak MRT fase pertama sepanjang 15,7 km. Saefullah juga meminta agar tarif MRT ini didiskon 25 persen hingga bulan Juni, tetapi usulan ini ditolak DPRD.
Rapat penetapan tarif ini berlangsung alot karena sejumlah anggota DPRD menginginkan adanya integrasi tarif dan tidak ingin subsidi ini membebani APBD. Ketua Komisi C DPRD DKI Santoso awalnya menolak agar tarif ini ditetapkan.
”Kami ingin supaya Pemprov dan pihak MRT bisa merinci biaya operasional dan besaran subsidinya untuk apa. Kami tidak mau nantinya subsidi ini membebani APBD. Selain itu, jika ingin membahas tarif integrasi, perlu melibatkan PT Transportasi Jakarta sebagai salah satu moda di bawah Jak Lingko,” kata Santoso.
Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Bestari Barus mengatakan, biaya MRT ini tidak boleh memberatkan masyarakat. Namun, ia menjelaskan, tarif ini juga perlu disesuaikan agar masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi bisa beralih ke MRT.
”Jadi, harus jelas siapa yang menjadi target penumpang MRT ini. Selain itu, jika ingin menerapkan sistem integrasi tarif, infrastrukturnya perlu disiapkan,” katanya.
Direktur PT MRT Jakarta William Sabandar menjelaskan, tarif yang ditetapkan ini tidak akan membebani biaya operasional karena telah ditanggung subsidi. Ia juga mengatakan, PT MRT bersama pemprov mengusulkan tarif berdasarkan kemampuan masyarakat untuk membayar.
”Jadi, kami telah melakukan survei terkait kemampuan masyarakat untuk membayar dan kemauan masyarakat untuk beralih transportasi dengan harga usulan kami,” ucapnya.
Selain itu, dalam rapat kali ini DPRD juga menetapkan tarif LRT sebesar Rp 5.000 untuk rute Kelapa Gading-Velodrome, Rawamangun. Sama seperti MRT, besaran subsidi serta tarif per kilometernya masih harus dibahas melalui rapat lanjutan.
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana mengusulkan tarif integrasi antarmoda. Hal ini bertujuan agar masyarakat bisa membayar hanya dengan satu harga jika menggunakan transportasi umum yang tergabung dalam Jak Lingko.
”Menurut rencana, subsidi ini akan satu paket untuk seluruh moda. Namun, untuk sekarang, tarif tiap moda masih sendiri-sendiri dan berbeda-beda,” ucapnya saat meninjau Stasiun MRT Bundaran HI yang terintegrasi dengan halte Transjakarta.
Direktur PT Transportasi Jakarta Agung Wicaksono masih enggan untuk membahas integrasi tarif antarmoda. Menurut dia, hingga saat ini, pembicaraan mengenai tarif MRT saja masih belum ada titik temu sehingga belum bisa untuk membahas integrasi antarmoda.
”Namun, kami sudah mulai menyiapkan sejumlah halte yang terintegrasi MRT, seperti Halte Tosari, Lebak Bulus, dan CWS-ASEAN, yang akan ditargetkan rampung tahun ini,” katanya.