Halida Nuriah Hatta, putri ketiga Proklamator Mohammad Hatta terkesan dengan kain tenun yang dibuat oleh masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Mediang ayahnya, Bung Hatta, pernah mendapatkan oleh-oleh kain Tanimbar pada saat berkunjung ke daerah itu pada tahun 1954. Kain itu tersimpan hingga saat ini di rumah Bung Hatta di Jakarta.
Kain dimaksud dibawa Halida ke desa tempat ditenun dulu, yakni Amdasa, Kecamatan Wertamrian, yang oleh Bank Indonesia Perwakilan Maluku dan perusahaan minyak dan gas INPEX Masela Ltd, ditetapkan sebagai desa binaan untuk pengelolaan tenun ikat. Pada Selasa (19/3/2019) lalu, dilakukan acara inagurasi bagi kelompok tenun di desa itu.
"Waktu saya buka lemari Bung Hatta, saya melihat ada kain dari Tanimbar yang dibuat secara khusus untuk Bung Hatta. Saya yakin, masyarakat Tanimbar memiliki DNA untuk menenun. Seni melekat dalam diri mereka secara turun temurun. Kelebihan ini tidak banyak dimiliki oleh masyarakat di daerah lain," kata Halida. Kepulauan Tanimbar merupakan lumbung tenun ikat di Maluku.
Sehalai kain dimaksud berukuran sekitar 2 meter x 1 meter. Dengan menggunakan seni ikat, dalam lembaran kain itu ditulis "Selamat Datang Bapa Bangsa". Ada juga gambar Kepulauan Tanimbar yang terdiri atas Pulau Yamdena, Pulau Selaru, Pulau Wuriaru, Pulau Larat, dan beberapa pulau kecil lainnya.
Kain itu ditenun di Amdasa. Kepala desa Amdasa saat itu, yakni Yanuaris Sarbunan membawa kain itu sambil berlari dari Kampung Amdasa ke Saumlaki, yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Tak ada jalan raya, Yanuaris berlari di jalan setapak sejauh hampir 50 kilometer untuk menyerahkan kain itu kepada Bung Hatta.
Dengan penuh optimistme, Halida melihat betapa besar nilai ekonomi yang timbul dari kegiatan tenun Tanimbar. Tenun ikat menjadi penggerak baru bagi perekonomian Tanimbar. Dalam lima tahun terakhir, pamor tenun Tanimbar terus mengglobal. Saluran pasar yang selama ini menjadi kendala bagi penenun merupakan pekerjaan rumah bagi pihak terkait untuk membantu.