JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan kantong plastik untuk campuran aspal merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ekonomi sirkular dari daur ulang plastik. Apalagi, bahan yang digunakan bubuk plastik, yakni hasil sampingan proses penggilingan tas plastik.
Bubuk plastik adalah hasil samping proses menggiling tas plastik, yang hasil utamanya berupa material yang dapat diolah lagi menjadi barang plastik. Bubuk plastik bernilai murah.
Adapun ekonomi sirkular dimaknai sebagai kegiatan ekonomi yang menekan sampah yang dihasilkan.
”Bubuk inilah yang dapat dipakai sebagai campuran aspal,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono ketika dihubungi, Minggu (24/3/2019).
Fajar mengatakan, pemanfaatan plastik sebagai campuran aspal sudah diteliti, antara lain oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan di Bandung, serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. ”Pencampuran plastik dengan aspal telah dicobakan di jalan kompleks di Depok, Jawa Barat, pada Juni 2017. Menyusul dicoba di Bali dan Bekasi,” kata Fajar.
Proses pencampurannya, tambah Fajar, agregat batu dipanaskan sampai 150 derajat celsius hingga kering. Lalu, plastik dimasukkan, yang pada suhu 170 derajat celsius meleleh serta menyelimuti batu.
”Baru kemudian dicampurkan aspal. Batu yang diselimuti plastik otomatis tidak menyerap air saat hujan dan cepat kering begitu hujan usai. Akibatnya, aspal menjadi lebih awet karena tidak lagi getas gara-gara air,” kata Fajar.
Menurut Fajar, diperlukan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta sosialisasi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai acuan untuk mengaplikasikan plastik sebagai campuran aspal jalan.
”Hal ini untuk melindungi pelaku industri pengaspalan jalan agar tidak dituduh macam-macam,” katanya.
Selain itu, penanganan sampah perlu dibenahi agar konsep kumpul, angkut, dan buang berubah menjadi pisah, proses, dan jual. ”Pengolahan sampah harus diubah dari pusat biaya menjadi pusat keuntungan. Hal ini butuh inovasi, payung hukum, dan insentif,” ujarnya.
Material lokal
Secara terpisah, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyampaikan, pembangunan infrastruktur jalan diarahkan untuk semakin banyak menyerap material lokal. Material, terutama karet alam dan aspal buton, berpotensi dimanfaatkan untuk konstruksi jalan. Plastik juga didorong untuk digunakan sebagai campuran aspal.
Saat ini, Kementerian PUPR sedang menyusun norma, standar, prosedur, dan manual tentang penggunaan aspal karet. Hal itu menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan karet alam.
”Kami telah rapat dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perindustrian. Misalnya, Kemenperin bertugas membuat butiran aspal,” kata Basuki.
Pada 2018, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menguji coba aspal karet di ruas jalan Muara Beliti-Tebing Tinggi-Lahat sepanjang 4,37 kilometer dengan anggaran Rp 30,55 miliar. Tahun ini, Kementerian PUPR berencana membeli 1.096 ton karet dari petani di Sumsel, yang hingga Maret 2019 terealisasi 170 ton.
Di Provinsi Jambi, sebanyak 24,55 ton karet telah diserap dari rencana 586 ton. Sementara di Provinsi Lampung, dari target 835 ton, hingga kini terealisasi 20 ton.
Menurut Basuki, pihaknya membuat klusterisasi penggunaan karet alam sebagai campuran aspal. Menurut rencana, campuran karet alam hanya digunakan di Sumatera dan Kalimantan. Sementara untuk Jawa dan Bali menggunakan campuran limbah plastik.
Untuk wilayah Indonesia bagian timur, pemerintah mendorong penggunaan aspal buton. Tujuannya, agar dekat dengan sumber material. (CAS/NAD)