JAKARTA, KOMPAS — Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini dapat dicegah penularannya dengan menjaga sistem kekebalan tubuh melalui pola hidup sehat.
Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan data TB Indonesia tahun 2017, angka kematian akibat tuberkulosis mencapai 107.000 orang atau rata-rata 40 orang per 100.000 penduduk. Indonesia adalah negara ketiga di dunia dengan beban TB terbanyak setelah India dan China, yaitu 842.000 orang.
Kepala Divisi Infeksi Departemen Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Erlina Burhan, Senin (25/3/2019) di Jakarta mengatakan, penyakit TB mudah menular lewat udara.
“Penularan TB terjadi ketika pasien TB mengalami batuk dan kuman yang ada di dalam tubuhnya keluar sehingga tersebar (ke udara),” kata Erlina dalam konferensi pers peringatan hari TB sedunia yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Kuman tersebut akan terhirup oleh orang yang ada di sekitar penderita TB ketika bernafas. Karena itu, pasien TB diimbau menutup mulut dan hidung saat batuk menggunakan masker, sapu tangan, tisu, atau lengan bagian atas.
Kuman TB umumnya menyerang paru, tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya seperti ginjal, usus, tulang. Orang yang terkena kuman ini dapat mengalami diare, perut kembung, tulang nyeri dan bengkok, serta sakit kepala.
Apabila terkena kulit, maka akan terjadi luka yang terus melebar. Adapun orang yang terserang penyakit TB akan mengalami sesak ketika bernafas, batu berdarah, demam tinggi, berkeringat pada malam hari, dan nafsu makan turun.
Erlina mengungkapkan, penyakit TB dapat disembuhkan secara total asalkan pasien mau berobat sampai selesai. “Biasanya orang hanya berobat selama dua bulan setelah merasa sehat dan sembuh. Padahal, orang yang menderita TB minimal harus berobat selama enam bulan hingga sembuh secara total,” ujarnya.
Pasien yang belum sembuh secara total akan berpotensi mengalami TB RO (resisten obat). TB RO terjadi karena kuman kebal terhadap obat yang sudah pernah diberikan. Hal ini terjadi karena pasien tidak berobat sampai tuntas sehingga kuman bermutasi dan berubah menjadi lebih kuat.
Penderita TB RO harus mengkonsumsi obat yang lebih keras dengan waktu yang lebih lama dan banyak. Mereka akan mengalami efek samping seperti mual dan nyeri tulang. Erlina menurutkan, kasus TB RO di Indonesia terus meningkat. Ia menuturkan, di RSUD Persahabatan, jumlah penderita TB RO sekitar 500 kasus tiap tahun. Di Indonesia, jumlah TB RO sebanyak 26.000 kasus atau 8,8 kasus per 100.000 penduduk.
Kekebalan tubuh
Erlina mengatakan, tidak semua orang yang terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis akan menderita penyakit TB. Hal tersebut tergantung dari kekebalan tubuh seseorang.
Kekebalan tubuh dari seseorang dipengaruhi oleh gaya hidup dan pola makannya. Ia menganjurkan agar masyarakat menerapkan pola hidup sehat dan makan makanan yang bergizi, serta tidak merokok.
Ia menyarankan untuk istirahat yang cukup. Dari sisi lingkungan, dianjurkan untuk membuka pintu dan jendela sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah.
“Kuman mati oleh sinar ultra violet yang dihasilkan oleh sinar matahari,” kata Erlina. Karena itu, TB seringkali terjadi di daerah kumuh dan padat di mana sinar matahari sulit masuk. Udara di tempat tersebut menjadi lembab sehingga kuman mudah berkembang biak.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto mengatakan, lingkungan yang buruk akan berpengaruh pada daya tahan tubuh dari seseorang. Salah satunya, polusi udara yang dapat mengganggu sistem imun.
“Orang yang terganggu sistem imunnya mudah terinfeksi, salah satunya pada paru-paru. Selain TB, mereka juga dapat terserang penyakit paru kronis, asma, dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA),” kata Agus.
Agus mengatakan, orang yang sudah menderita TB diharapkan untuk menjaga pola hidupnya dan tinggal di lingkungan yang sehat. Selain itu, pasien diharapkan menjauhi rokok yang dapat mengganggu proses penyembuhannya.
Sayangnya, beberapa pasien yang merasa sudah sembuh, mulai merokok lagi. Hal tersebut akan menyebabkan penyakitnya kambuh.