BEKASI, KOMPAS - Proyek percontohan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau PLTSa Bantar Gebang, resmi beroperasi mulai Senin (25/3/2019) di Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Proyek yang menggunakan teknologi termal itu akan menjadi pusat studi pengelolaan sampah pertama di Indonesia untuk mengatasi masalah sampah, termasuk di DKI Jakarta.
Peresmian PLTSa Bantar Gebang yang dibangun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, serta Kepala BPPT Hammam Riza. Selain itu, hadir juga sejumlah pimpinan pemerintah daerah, seperti Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Yusmada Faizal, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Hammam mengatakan, PLTSa itu diharapkan menjadi proyek percontohan ramah lingkungan yang perlu dikembangkan dalam skala besar untuk mengatasi masalah sampah daerah perkotaan. PLTSa itu didesain memenuhi standar baku mutu emisi gas buang yang ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 70 Tahun 2016.
Selain itu, penanganan residu pengelolaan sampah termal berupa abu terbang distabilisasi untuk dibawa ke sanitary landfill. Sedangkan abu dasar dimanfaatkan sebagai material konstruksi.
Keunggulan lain dari teknologi ini adalah cepat memusnahkan sampah dan menggunakan lahan yang relatif sempit. Proyek percontohan itu dibangun di atas lahan seluas 7.000 meter persegi dan menghabiskan anggaran sebesar Rp 98 miliar.
"Sebagian besar komponen teknologinya juga merupakan produk dalam negeri yang dikerjakan oleh anak bangsa," katanya.
Hammam menuturkan, PLTSa Bantar Gebang dengan kapasitas pengelolaan sampah 100 ton per hari mampu menghasilkan energi listrik sebesar 750 Kilo Watt (KW). Kapasitas itu tentu saja tidak mampu mengatasi sampah DKI Jakarta yang mencapai sedikitnya 7.000 ton per hari. Namun, teknologi itu dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah, termasuk Pemprov DKI Jakarta dalam mengembangkan PLTSa skala besar.
Yusmada menambahkan, 1.200 truk sampah Pemprov DKI Jakarta setiap hari mengangkut 7.000 ton sampah atau 2,55 juta ton sampah per tahun ke TPA Bantar Gebang. Di satu sisi, volume sampah DKI Jakarta diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 400 ton setiap tahun.
"Hitungan kami, kalau 115 hektare (luas TPA Bantar Gebang) dengan 7.000 ton per hari, diperkirakan tahun 2021 penuh. Artinya tiga tahun lagi Ibu Kota darurat sampah," katanya.
Untuk mengatasi masalah itu, Pemrov DKI Jakarta telah menetapkan sejumlah kebijakan strategis, seperti pengurangan sampah dari hulu. Setiap rumah tangga, kawasan industri, dan perhotelan diwajibkan menerapkan manajemen pengelolaan sampah secara mandiri.
"Yang kedua membangun intermediate treatment facility (ITF) yang pada bulan Desember 2018 sudah mulai di Sunter, Jakarta Utara. Itu kapasitasnya 2.200 ton per hari dan direncanakan beroperasi tahun 2021 saat Bantar Gebang tutup," katanya.
ITF Sunter dibangun terintegrasi dengan PLTSa dan merupakan satu dari 7 proyek percontohan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016. Perpres itu kemudian direvisi melalui Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Orientasi kebersihan
Muhammad Nasir mengatakan, upaya mengatasi persoalan sampah di sejumlah kota besar di Indonesia termasuk DKI Jakarta yang kian kritis, harus dilakukan dengan pertimbangan utama demi kebersihan kota. Hal itu karena mengelola sampah menjadi energi listrik belum termasuk komoditas bisnis yamg menguntungkan.
"Konsep yang dibangun adalah bagaimana membersihkan sampah. Jangan sampai sampah dianggap sebagai komoditas," katanya.
Luhut mengapresiasi langkah BPPT yang mengembangkan proyek PLTSa Bantar Gebang dengan melibatkan para ahli dalam negeri. Ia pun meminta BPPT untuk melakukan desain PLTSa dalam skala besar dengan kapasitas mencapai 1.500 hingga 2.000 ton per hari.
Desain itu jika berhasil, akan dikembangkan untuk membangun pengelolaan sampah terintegrasi di 12 kota sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Adapun 12 kota itu, antara lain DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado.
"Intinya kami ingin menyelesaikan masalah, mencari jalan keluar, dan memberi kesempatan pada anak bangsa untuk mengembangkan teknologi," ucap Luhut. (STEFANUS ATO)