Akhir Pekan Ini, Target Penetapan Tarif MRT-LRT
JAKARTA, KOMPAS — Satu minggu menjelang operasi komersial (berbayar) moda raya terpadu (MRT), belum juga ada kesepakatan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta untuk penetapan tarif MRT, demikian juga untuk kereta ringan (LRT).
Rincian tarif per kilometer dan subsidi yang mesti diberikan belum juga jelas sehingga perlu pembahasan lebih lanjut antara Pemprov DKI, DPRD DKI, serta PT MRT Jakarta dan PT LRT Jakarta. Ditargetkan pembahasan lanjutan akan menetapkan keputusan bersama yang diikuti peraturan gubernur terkait tarif MRT dan LRT sebelum bulan Maret ini berakhir. Hal ini diperlukan karena pada 1 April nanti, MRT harus sudah beroperasi secara komersial atau berbayar.
Dalam Rapat Pimpinan Gabungan (Rapimgab) DPRD bersama pihak Pemprov DKI, Senin (25/3/2019) sore, Prasetio Edi Marsudi selaku Ketua DPRD DKI memutuskan besaran tarif MRT Jakarta Rp 8.500 per 10 kilometer per penumpang, sedangkan tarif LRT sebesar Rp 5.000 yang disesuaikan dengan usulan BUMD. Hal ini juga dilakukan setelah mendengarkan pandangan dan pendapat para anggota dewan dan ketua komisi.
”Saya langsung ambil keputusan berdasarkan usulan yang telah ada, bagaimana kalau kita tetapkan harganya Rp 8.500 untuk MRT dan disepakati oleh anggota DPRD yang hadir,” ujar Prasetio.
Saya langsung ambil keputusan berdasarkan usulan yang telah ada, bagaimana kalau kita tetapkan harganya Rp 8.500 untuk MRT dan disepakati oleh anggota DPRD yang hadir.
Hadir dalam rapimgab tersebut pimpinan fraksi, komisi, dan anggota dewan, antara lain Gembong Warsono, anggota Komisi A; Abdurrahman Suhaimi, Ketua Komisi B; Santoso, Ketua Komisi C; dan Bestari Barus, anggota Komisi D. Selain itu, hadir juga anggota dewan lain, seperti Pandapotan Sinaga (PDI-P), Pantas Nainggolan (PDI-P), Syarifudin (Hanura), serta Asraf Ali (anggota Komisi B) dan Dite Abimanyu (anggota Komisi C).
Adapun dari pihak eksekutif hadir Sekda Provinsi DKI Jakarta Saefullah, Asisten Sekda Provinsi DKI Bidang Perekonomian Sri Haryati, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko, Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar, Direktur Keuangan dan Administrasi PT MRT Jakarta Tuhiyat, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto, Direktur Utama PT LRT Jakarta Allan Tandiono, serta Damantoro dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ).
Sayangnya, keputusan yang diambil dalam rapimgab tersebut belum dilengkapi dengan besaran subsidi dan rincian tarif rupiah per kilometer. Oleh sebab itu, perlu dilakukan rapat lanjutan di sisa waktu yang ada menjelang pengoperasian MRT secara komersial.
Dari pihak eksekutif, keputusan tersebut belum bisa diterima oleh Pemprov DKI. Setelah rapimgab, Saefullah, yang melaporkan hasil rapimgab kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, kemudian menggelar konferensi pers pada Senin petang.
Kepada media, Saefullah menjelaskan, masih ada ruang untuk membicarakan kembali dengan pimpinan dewan pekan ini supaya final.
”Kita ingin semua ini diputuskan dengan logika dengan perhitungan yang cermat dan matang untuk kepentingan masyarakat pengguna transportasi massal ini untuk kurun waktu jangka panjang,” lanjutnya.
Menurut Saefullah, perhitungan yang cermat itu juga harus kembali kepada usulan-usulan semula. Pemprov DKI Jakarta bisa memunculkan usulan tarif Rp 10.000 bagi MRT dan Rp 6.000 melalui proses panjang.
Di Komisi B dan Komisi C, perdebatan dan pembahasan tentang besaran tarif bagi MRT dan LRT sudah dilakukan sejak awal Maret 2019. Hal itu dilakukan setelah tim perumusan tarif Pemprov DKI Jakarta mulai merumuskan tarif, baik tarif keekonomian maupun tarif bersubsidi, serta besaran subsidi sejak dibentuk pada Agustus 2018.
Dari perumusan awal, tim tarif mendapatkan usulan tarif bersubsidi dari pihak BUMD dan dari DTKJ. Dalam usulannya, DTKJ mengusulkan tarif Rp 12.000 bagi MRT dengan besaran tarif itu sudah terintegrasi dengan JakLingko. Adapun usulan DTKJ untuk tarif LRT adalah Rp 10.800 yang sudah terintegrasi dengan JakLingko.
Baca juga : DPRD Tetapkan Tarif MRT Rp 8.500
Baca juga : Jika Optimal Beroperasi, MRT Berpotensi Tekan Emisi
Adapun dari PT MRT Jakarta, dari survei yang dilakukan berdasarkan kemauan membayar (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay), tarif MRT diusulkan Rp 8.500-Rp 10.000. Sementara PT LRT Jakarta mengusulkan tarif Rp 5.000-Rp 7.000.
Namun, setelah melalui pembahasan oleh tim tarif, Pemprov DKI mengusulkan tarif MRT Jakarta Rp 10.000 dan tarif LRT Rp 6.000. Untuk tarif MRT dengan tarif rata-rata Rp 10.000, ada biaya boarding fee Rp 1.500 dengan tarif per kilometer Rp 850 per kilometer.
Selain tarif bersubsidi, BUMD juga menentukan tarif keekonomian berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pedoman Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 122 Tahun 2015 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian.
Ada komponen yang menjadi dasar perhitungan tarif, yaitu biaya modal, biaya operasi dan perawatan sarana, biaya operasi dan perawatan prasarana, serta perhitungan jumlah penumpang per hari. Dari sana muncul tarif keekonomian MRT sebesar Rp 31.659 dan LRT Rp 41.654.
Dari tarif keekonomian dan tarif bersubsidi itu, ada selisih yang menjadi kewajiban Pemprov DKI mengalokasi subsidi sehingga subsidi untuk MRT Rp 672 miliar dan LRT Rp 327 miliar.
Namun, lanjut Saefullah, jika tarif yang ditetapkan DPRD menjadi Rp 8.500, tarif per kilometer dan besaran subsidi juga akan berubah. Demikian juga untuk tarif LRT Jakarta yang ditetapkan Rp 5.000 untuk rute Kelapa Gading-Velodrome Rawamangun. Sama seperti MRT, besaran subsidi serta tarif per kilometer masih harus dibahas melalui rapat lanjutan.
Fase 1 MRT Jakarta terdiri atas 13 stasiun dengan jarak tiap stasiun berkisar 0,8 km-2,2 km. Secara keseluruhan, jarak MRT fase 1 sepanjang 15,7 km. Untuk MRT, Saefullah juga meminta agar tarif MRT didiskon sebesar 25 persen hingga bulan Juni. Namun, usulan tersebut ditolak DPRD.
Untuk itu, Saefullah dalam konferensi pers Senin petang menjelaskan, Pemprov DKI menginginkan angka tarif yang terjangkau oleh masyarakat, tetapi juga dengan memperhatikan kepentingan BUMD. Sebab, untuk MRT dan LRT ada banyak hal yang mesti dipelihara dan dirawat terkait sarana dan prasarana.
”Hal ini terkait biaya perawatan MRT serta biaya operasional lain yang telah diperhitungkan,” ujar Saefullah.
”Selain itu, kami juga telah membuat tabel rincian harga untuk tiap stasiun. Jangan terburu-buru ditetapkan. Masih ada ruang bagi eksekutif dan legislatif untuk membicarakan lebih dalam karena kita tidak ingin moda transportasi yang begini baik ada implikasi yang berkepanjangan,” lanjutnya.
Nantinya, apabila sudah ada kesepakatan dari usulan eksekutif dan persetujuan dewan, akan terbit peraturan gubernur yang mengatur besaran tarif.
Rapat penetapan tarif tersebut berlangsung alot karena sejumlah anggota DPRD menginginkan adanya integrasi tarif dan tidak mau subsidi ini membebani APBD.
Ketua Komisi C DPRD DKI Santoso awalnya menolak agar tarif ini ditetapkan. ”Kami ingin supaya Pemprov dan pihak MRT bisa merinci biaya operasional dan besaran subsidinya untuk apa. Kami tidak mau nantinya subsidi ini membebani APBD,” ucapnya.
”Selain itu, jika ingin membahas tarif integrasi, perlu melibatkan PT Transportasi Jakarta sebagai salah satu moda di bawah JakLingko,” lanjut Santoso.
Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Bestari Barus mengatakan, tarif MRT tidak boleh memberatkan masyarakat. Namun, ia menjelaskan, tarif tersebut juga perlu disesuaikan agar masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi bisa beralih ke MRT.
”Jadi, harus jelas siapa yang menjadi target penumpang MRT. Selain itu, jika ingin menerapkan sistem integrasi tarif, infrastrukturnya perlu disiapkan,” katanya.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar menjelaskan, tarif yang ditetapkan tersebut tidak akan membebani biaya operasional karena telah ditanggung subsidi. Ia juga menyebutkan, PT MRT bersama Pemprov DKI mengusulkan tarif berdasarkan kemampuan masyarakat untuk membayar.
”Jadi, kami telah melakukan survei terkait kemampuan masyarakat untuk membayar dan kemauan masyarakat untuk beralih transportasi dengan harga usulan kami,” ucapnya.
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana untuk mengusulkan tarif integrasi antarmoda. Hal ini bertujuan agar masyarakat bisa membayar hanya dengan satu harga jika menggunakan transportasi umum yang tergabung dalam JakLingko.
”Rencananya, subsidi ini akan satu paket untuk seluruh moda. Tetapi, untuk sekarang, tarif tiap moda masih sendiri-sendiri dan berbeda-beda,” ucapnya saat meninjau Stasiun MRT Bundaran HI yang terintegrasi dengan Halte Transjakarta Bundaran HI.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Agung Wicaksono masih enggan membahas integrasi tarif antarmoda. Menurut dia, hingga saat ini, tarif MRT belum ada titik temu sehingga belum bisa membahas integrasi antarmoda.
”Namun, kami sudah mulai menyiapkan sejumlah halte yang terintegrasi MRT, seperti halte Tosari, Lebak Bulus, dan CSW-ASEAN yang akan ditargetkan rampung tahun ini,” lanjutnya.