JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan memaksimalkan penggunaan anggaran Rp 110,7 triliun pada tahun ini untuk belanja modal dan pelaksanaan program kerakyatan atau padat karya. Pemerintah berharap dampaknya dapat segera dirasakan masyarakat.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, Senin (25/3/2019), di Jakarta, mengatakan, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar belanja barang di Kementerian PUPR ditahan atau maksimal sama dengan tahun lalu, sedangkan belanja modal dimaksimalkan. ”Pada 2019 prioritasnya adalah pengembangan sumber daya manusia,” kata Basuki.
Dari anggaran Rp 110,7 triliun itu, belanja modal Kementerian PUPR sebesar Rp 88,5 triliun yang direncanakan menjadi 8.755 paket kontraktual. Hingga saat ini, dari paket kontraktual tersebut, sebanyak 3.462 paket telah terkontrak, sementara 5.293 paket masih tahap lelang.
Basuki mengatakan, selain melelang paket-paket tersebut, pada tiga bulan pertama tahun ini Kementerian PUPR memprioritaskan pelaksanaan program-program kerakyatan secara padat karya. Program padat karya itu antara lain pembangunan irigasi kecil di 9.000 lokasi, penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (pamsimas) untuk 5.323 desa, bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) bagi 206.500 rumah, dan infrastruktur antardesa. Total anggaran untuk program kerakyatan di Kementerian PUPR sebesar Rp 9,2 triliun.
Untuk program pembangunan irigasi kecil, saat ini lokasinya telah ditentukan. Dari 9.000 lokasi, sosialisasi telah dilakukan di 2.200 lokasi. Sementara sekitar 51 persen dari program BSPS juga telah mulai dilaksanakan.
Menurut Basuki, program kerakyatan penting karena melibatkan dan memberdayakan masyarakat. Selain itu, hasil dari program kerakyatan juga penting dan dibutuhkan masyarakat, seperti program pamsimas untuk mengurangi stunting. Hingga saat ini, penyerapan anggaran Kementerian PUPR sebesar 6,6 persen dengan realisasi fisik sebesar 7,2 persen.
Pembangunan infrastruktur memang sangat diperlukan di Indonesia. Jika tidak, Indonesia akan semakin ketinggalan dibandingkan dengan negara lain.
Terkait dengan paket proyek 2019, lanjut Basuki, Kementerian PUPR juga mendesain paket proyek agar dapat semakin banyak dikerjakan kontraktor dan konsultan di daerah yang kebanyakan berkualifikasi kecil dan menengah. Paket jasa konsultansi berkualifikasi kecil atau senilai maksimal Rp 1 miliar sebanyak 1.143 paket, yang menengah atau Rp 1 miliar sampai Rp 2,5 miliar adalah 859 paket, dan paket besar atau di atas Rp 2,5 miliar ada 727 paket.
Demikian pula untuk paket pekerjaan konstruksi. Untuk paket berkualifikasi kecil atau sampai maksimal Rp 10 miliar terdapat 3.954 paket, kemudian paket menengah antara Rp 10 miliar dan Rp 100 miliar ada 1.226 paket, dan paket besar atau di atas Rp 100 miliar ada 372 paket. Kementerian PUPR telah membuat surat edaran agar kontraktor atau konsultan mengikuti lelang sesuai dengan kualifikasinya.
Ketinggalan
Secara terpisah, Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Putra mengatakan, pembangunan infrastruktur memang sangat diperlukan di Indonesia. Jika tidak, Indonesia akan semakin ketinggalan dibandingkan dengan negara lain.
Bagi Waskita Karya, lanjut Putra, selain tetap mengikuti lelang proyek pemerintah, pihaknya dituntut menciptakan pasar sendiri. Sebab, selain sudah memiliki kapasitas, proyek infrastruktur pemerintah juga didesain semakin kecil karena diperuntukkan bagi kontraktor menengah dan kecil.
”Kita mengincar proyek-proyek yang memang punya value dan kita masuk untuk memberi nilai tambah itu. Misalnya proyek pembangunan kereta ringan (LRT). Kapasitas ini yang tidak dipunyai kontraktor yang lain,” kata Putra. (NAD)