Pacu Perekonomian, Majelis Ulama Indonesia Dorong Kemitraan Strategis
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Ulama Indonesia memandang pentingnya peran semua elemen untuk terlibat dalam roda perekonomian. Pemerintah, swasta, hingga kelompok masyarakat perlu bersinergi dalam menjalankan skema perekonomian yang menguntungkan semua pihak.
”Sebagai fasilitator, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong seluruh umat, mulai dari pesantren hingga perguruan tinggi, untuk bergerak bersama membangun kemandirian ekonomi umat,” kata Ketua Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI Lukmanul Hakim di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Paparan ini mengemuka dalam pembukaan Sidang Tahunan Ekonomi Umat 2019 bertemakan ”Memperkuat Kemandirian Ekonomi Umat Melalui Kemitraan Strategis dalam Bingkai NKRI”. Hadir sebagai narasumber Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koordinator Perekonomian Rudi Salahuddin, Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI Pusat Azrul Tanjung, dan Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas.
Sidang itu merupakan amanat Kongres Ekonomi Umat 2017 yang menghasilkan gerakan ”Arus Baru Ekonomi Indonesia”. Selama dua tahun terakhir, Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI telah melakukan pertemuan dengan pemerintah, pengusaha besar, unsur pimpinan organisasi kemasyarakatan, pondok pesantren, serta pelaku UMKM untuk memperkuat ekonomi umat.
Lukmanul menuturkan, konsep dalam mencapai kemandirian ekonomi umat adalah bagaimana membangun mitra antara umat (masyarakat) dan perusahaan besar. Bermitra berarti bekerja sama untuk mencapai keuntungan bersama tanpa mempersoalkan perbedaan agama, suku, ras, dan bangsa.
”Namun, tantangannya saat ini masih ada stigma di segmen tertentu masyarakat yang menganggap tidak boleh bermitra dengan yang berbeda (agama, suku, ras, bangsa). Maka, edukasi menjadi penting untuk membongkar stigma tersebut,” ujar Lukmanul.
Persoalan lain dalam mencapai kemandirian ekonomi umat adalah masih rendahnya kompetensi sumber daya manusia. Sebagai contoh, para petani masih berspekulasi mulai dari masa pratanam, tanam, panen, hingga penjualan.
Selama dua tahun terakhir, Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI telah melakukan pertemuan dengan pemerintah, pengusaha besar, unsur pimpinan organisasi kemasyarakatan, pondok pesantren, serta pelaku UMKM untuk memperkuat ekonomi umat.
Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI Pusat Azrul Tanjung mengatakan, kurangnya pengetahuan para petani membuat mereka menanam tanpa adanya perhitungan yang matang. Akibatnya, mereka sering kali merugi dan hasil produksi pun tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Maka, perlu adanya pemetaan mengenai karakteristik setiap daerah agar tanaman yang ditanam mampu memproduksi hasil yang maksimal. Tak hanya itu, perlu adanya intervensi dari pemerintah untuk memastikan ketersediaan dan kualitas bibit tanaman serta benih ikan ataupun hewan lain bagi petani, peternak, ataupun petambak.
”Tidak berhenti sampai di situ, kami juga terus berupaya menjalin kemitraan dengan berbagai perusahaan untuk menyerap hasil produksi para petani. Sebab, yang dibutuhkan para petani bukanlah keuntungan besar, melainkan harga yang pantas,” ujar Azrul.
Dalam kesempatan yang sama, Rudi Salahuddin menyatakan dukungan dari sisi pemerintah dalam membangun kemandirian ekonomi umat. Pemerintah memandang penting untuk melakukan kolaborasi dan sinergi dengan kelompok masyarakat serta swasta agar jumlah pemangku kepentingan yang terlibat semakin besar.
”Salah satu inisiatif kolaborasi yang sedang dikembangkan pemerintah adalah program kemitraan ekonomi umat dengan mengoordinasikan korporasi atau unit usaha besar dengan umat atau kelompok masyarakat dan UMKM untuk mendorong terjadinya efisiensi produksi yang diharapkan,” tutur Rudi.
Menurut Rudi, program kemitraan ekonomi umat memiliki tiga pilar utama, yaitu pendidikan dan pelatihan vokasi, pelatihan keterampilan dan kewirausahaan, serta kemitraan usaha. Sementara sektor yang akan didorong ialah tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan, dan juga industri rumahan.
”Kami di Kemenko Perekonomian telah mendorong 24 korporasi atau kelompok usaha untuk bermitra dengan umat atau kelompok masyarakat dan UMKM, termasuk pondok pesantren dan kelompok masyarakat berbasis keagamaan,” ujar Rudi. (SHARON PATRICIA)