JAKARTA, KOMPAS — Kewajiban membayar dan melaporkan pajak penghasilan (PPh) turut melekat pada profesi youtuber dan orang-orang lainnya yang menerima keuntungan finansial dari media sosial. Penghasilan mereka dari media sosial tergolong kena pajak dari sektor informal.
Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan Puspita W Surono, penghasilan kena pajak berlaku bagi setiap orang yang mendapatkan tambahan kemampuan dalam bentuk ekonomis di atas Rp 54 juta per tahun. ”Karena itu, kami mengimbau para youtuber dan influencer (pemengaruh) untuk membayar pajak dengan sukarela. Membayar pajak merupakan salah satu bukti cinta kepada Tanah Air,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Kementerian Keuangan menargetkan jumlah pendapatan negara pada 2019 mencapai Rp 1.577 triliun. Puspita mengatakan, sebanyak 72 persen berasal dari pajak.
Apabila profesi sebagai youtuber dan pemengaruh media sosial bersifat sampingan, Puspita mengatakan, warga tersebut mesti melaporkannya dalam tambahan penghasilan. Hal ini juga berlaku untuk promotor (endorser) di media sosial.
Jika sebagai profesi utama, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, youtuber dan pemengaruh media sosial (termasuk promotor) yang tergolong dalam wajib pajak dapat melaporkannya dalam skema pajak penghasilan (PPh). Adapun tarif PPh yang dikenakan bersifat progresif, yakni berkisar 10-30 persen dari penghasilan kena pajak per tahun.
Jika profesi pemengaruh media sosial itu dilakukan dalam tim atau kelompok, Aviliani mengatakan, pajak yang dikenakan mengikuti ketentuan golongan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Jika omzetnya mencapai Rp 4,8 miliar per tahun, tarif pajaknya 0,5 persen.
Kementerian Keuangan menargetkan jumlah pendapatan negara pada 2019 mencapai Rp 1.577 triliun, sebanyak 72 persen berasal dari pajak.
Menurut Aviliani, pemerintah perlu mengencangkan sosialisasi kewajiban membayar pajak bagi para pemengaruh media sosial. Saat ini masih ada stigma negatif terhadap kewajiban membayar pajak.
Secara umum, Aviliani berpendapat, pemerintah perlu menggenjot pajak yang berasal dari pendapatan di sektor informal. ”Apalagi era digital saat ini menciptakan berbagai jenis pekerjaan di sektor informal,” katanya.