Penentuan Tarif Diharapkan Stop Kompetisi Banting Harga
Oleh
Hamzirwan Hamid
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengemudi dan pelanggan berharap layanan ojek dalam jaringan semakin membaik dengan penetapan tarif baru oleh Kementerian Perhubungan. Peraturan itu diharapkan menjadi acuan agar tidak terjadi lagi perang tarif yang merugikan pengemudi ojek daring.
Gaung (38), pengemudi ojek daring yang ditemui di sekitar Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus Jakarta, Selasa (26/3/2019), mengatakan, persaingan tarif antarperusahaan pengelola aplikasi bisa lebih sehat jika ada acuan tarif bawah dan tarif atas. Hal itu membuat para pengemudi ojek daring bisa bekerja nyaman tanpa takut ada penurunan harga.
"Kalau begitu, tinggal kami yang di lapangan bersaing sehat. Kami tinggal bersaing pelayanan ke pelanggan," ujar Gaung.
Pelayanan yang Gaung maksud mengenai kebersihan, kerapian, keramahan, dan keamanan selama melayani pelanggan. Hal itu bisa berdampak kepada penilaian layanan pelanggan kepada pengemudi.
Kementerian Perhubungan, Senin (25/3/2019), menetapkan tarif batas bawah dan tarif batas atas ojek daring berdasarkan zonasi. Hal itu terdapat dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Pemerintah menetapkan biaya jasa ojek daring yang dibagi menjadi 3 zona wilayah operasi. Zona 1 yang meliputi wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali dipatok Rp 1.850-Rp 2.300 per kilometer (km). Di Zona 2 yang mencakup wilayah Jabodetabek, biaya jasa yang ditetapkan Rp 2.000-Rp 2.500 per km. Adapun di wilayah yang termasuk Zona 3, yaitu Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, biaya jasa yang ditetapkan mulai dari Rp 2.100 hingga Rp 2.600 per km (Kompas 25/3/2019).
Peraturan itu menyebutkan pada 4 km pertama, biaya jasa di tiga zona itu berlaku datar. Seorang konsumen yang memakai jasa ojek daring di bawah 4 km dikenakan biaya jasa minimal. Artinya, pelanggan tetap membayar biaya jasa sejauh 4 km meskipun menempuh jarak di bawah 4 km.
Gaung mengatakan, tarif tersebut belum sesuai dengan harapan pengemudi ojek daring. Dalam grup percakapan, ia dan kawan-kawannya menilai tarif yang laik adalah Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per km. Namun, tarif yang ditetapkan Kemenhub sudah lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan oleh perusahaan pengelola aplikasi.
Sebagai mitra perusahaan Go-jek, untuk perjalanan dengan jarak kurang dari 6 km, Gaung menerima biaya jasa Rp 7.200 menggunakan uang elektronik. Di atas jarak tersebut, tarif per km antara Rp 1.200-Rp 1.600.
Sementara itu, mitra Grab, Rawih (35), berharap sistem aplikasi dikembangkan lebih baik lagi. Berdasarkan pengalamannya, pesanan ojek daring jarang masuk pada waktu sibuk. Padahal, ia baru mengaktifkan aplikasinya.
"Kadang teman saya dapat (penumpang) terus, tetapi saya cuma dapat sekali," katanya saat sedang beristirahat di sekitar Stasiun Lebak Bulus.
Tempat khusus
Ia juga berharap perusahaan pengelola aplikasi bekerja sama dengan berbagai pihak untuk membuat tempat khusus naik-turun penumpang. Hal itu diperlukan agar ojek daring tidak menghambat pengguna jalan lain.
Ia kerap melihat pengemudi ojek daring berkumpul di tepi jalan. Ketika arus lalu lintas dengan padat, hal itu mengganggu pengguna jalan lain yang melintas.
"Kalau ada tempat khusus, kami nyaman, pengguna jalan lain juga nyaman," kata Rawih.
Pelanggan ojek daring, Ade Ira (35), merasa tidak masalah dengan tarif yang ditentukan oleh pemerintah. Menurutnya, harga itu masih bisa diterima dan tidak membuatnya berhenti menggunakan layanan ojek daring.
"Buat saya tidak masalah karena saya butuh untuk kerja dan antar-jemput anak sekolah," katanya.
Ira berharap, pengemudi ojek daring bisa mendapat penghasilan yang lebih baik dengan adanya peraturan itu. Selain itu, pelayanan terhadap pelanggan juga tetap diutamakan, seperti kelengkapan berkendara, masker, dan penutup kepala.
Vice President Corporate Affairs PT Go-Jek Indonesia (Go-Jek) Michael Say mengatakan, saat ini Go-jek masih perlu mempelajari terlebih dahulu dampak peraturan itu kepada permintaan konsumen. Sebab, hal itu berkaitan dengan pendapatan mitra Go-jek.
"Pendapatan para mitra sejatinya bergantung pada kesediaan konsumen dan para mitra UMKM di dalam ekosistem Go-jek yang menggunakan layanan antar," katanya.
Langkah tepat
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai pemerintah mengambil langkah tepat. Penentuan batas bawah dan batas atas menjamin tidak terjadi eksploitasi tarif pada konsumen.
"Selain itu, batas tarif bisa melindungi agar tidak ada banting tarif dan atau persaingan tidak sehat antar aplikator," kata Tulus dalam siaran pers yang diterima Kompas.
Setelah kenaikan ini, YLKI berharap ada pengawasan dalam pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan ini. Sinergi yang baik antara Kemenhub dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dibutuhkan agar tidak ada pelanggaran regulasi di lapangan, baik oleh pengemudi dan atau perusahaan pengelola aplikasi. (SUCIPTO)