JAKARTA, KOMPAS - Tidak banyak perusahaan rintisan bidang teknologi finansial yang menyediakan jasa pembanding produk layanan keuangan atau market aggregator di Indonesia. Padahal, keberadaan penyedia jasa seperti itu memiliki peran membantu literasi finansial ke masyarakat.
Pengurus Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Dian Kurniadi, di sela-sela seminar Digital Opportunities to Enhance The Financial Services Sector Innovation, Selasa (26/3/2019), di Jakarta, menggambarkan, asosiasi kini memiliki 229 anggota. Porsi terbesar, yaitu 40 persen di antaranya, merupakan perusahaan rintisan bidang teknologi finansial (tekfin) untuk pinjam-meminjam uang. Berikutnya, sekitar 34 persen perusahaan rintisan tekfin pembayaran.
Sisanya berlatar belakang aneka jasa. Secara khusus, terkait jasa market aggregator, hanya sekitar sembilan persen. Porsi ini sudah termasuk penyedia jasa manajemen kekayaan atau wealth management.
Situasi serupa terjadi di Asia Tenggara.
Menurut Dian, industri tekfin Asia Tenggara didominasi penyedia jasa pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi dan sistem pembayaran. Setelah itu, lanskap industri diisi penyedia jasa tekfin untuk analisis data, blockchain, dan model bisnis lainnya.
"Perusahaan rintisan tekfin kategori market aggregator yang memiliki kapasitas teknologi digital mumpuni biasanya dapat memberikan perbandingan serta saran pembelian produk yang tepat," ujar Dian.
Di Indonesia, contoh perusahaan rintisan tekfin kategori market aggregator adalah CekAja.com, PasarPolis.com, dan pemain baru bernama GoBear. GoBear pertama kali dirilis pada 2015 di Singapura, kemudian berkembang sampai ke tujuh negara Asia Tenggara sampai sekarang. Jumlah pengguna mencapai lebih dari 29 juta orang.
Country Director GoBear Tris Rasika mengatakan, GoBear beroperasi di Indonesia sejak semester II-2018. Produk yang dibandingkan baru kredit tanpa agunan dan kartu kredit beberapa perbankan dan perusahaan asuransi umum. Total pengunjung laman layanan GoBear saat ini berkisar 500.000 orang.
Alasan GoBear masuk Indonesia karena negara ini masih menyimpan persoalan literasi rendah mengenai produk keuangan. Teknologi yang dimiliki GoBear mampu mengetahui karakteristik calon konsumen serta produk finansial apa yang cocok.
"Sistem kami juga memungkinkan calon konsumen membeli produk. Akan tetapi, proses mengenal konsumen atau know your customer (KYC) masih dilakukan secara manual oleh mitra perbankan ataupun perusahaan asuransi, seperti menggunakan telepon. Di luar Indonesia, sistem KYC GoBear sudah berjalan secara elektronik," kata Tris. (MED)