JAKARTA, KOMPAS — Hasil kajian Institute for Essential Services Reform menyebutkan, ada potensi kelebihan pasokan listrik pada sistem Jawa-Bali dan Sumatera hingga 12.500 megawatt pada tahun 2027-2028. Hal itu menyusul mulai beroperasinya sejumlah pembangkit listrik yang dibangun swasta dalam program 35.000 megawatt di tengah penyerapan tenaga listrik yang melambat. Kondisi tersebut berpotensi merugikan keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, dengan skema take or pay, PLN wajib membayar tenaga listrik yang dihasilkan pembangkit listrik swasta. Kewajiban itu tertuang dalam perjanjian jual beli tenaga listrik meski listrik yang dihasilkan tidak terserap pelanggan. Kondisi itulah yang berpotensi membebani keuangan PLN yang notabene masih mendapat subsidi dari negara.
”Beban keuangan PLN akan kian berat saat pembangkit-pembangkit baru mulai beroperasi. Ini yang harus dipikirkan. Perlu penyesuaian kembali rencana pembangunan pembangkit listrik baru, khususnya yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energi primer pembangkit,” kata Fabby, Senin (25/3/2019), di Jakarta.
Mengacu pada dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PLN 2019-2028, pembangkit yang dibangun akan berkapasitas total 56.000 MW. Dalam rencana bauran energi pembangkit di 2025, porsi batubara masih dominan sebesar 54,6 persen, energi terbarukan 23 persen, gas 22 persen, dan bahan bakar minyak 0,4 persen. Adapun proyeksi rata-rata pertumbuhan listrik sebesar 6,42 persen.
Sebelumnya, kajian Institute for Energy Economics and Financial Analysis juga menyebutkan bahwa investasi listrik dari tenaga surya jauh lebih murah ketimbang listrik yang dihasilkan dari pembakaran batubara. Tenaga surya, yang merupakan jenis energi terbarukan, tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memperolehnya dibandingkan membeli batubara yang harganya tinggi. Gejala ini berpotensi menciptakan aset pembangkit listrik berbahan bakar batubara terbengkalai senilai puluhan miliar dollar AS.
”Mulai 2021, investasi membangun pembangkit listrik tenaga surya akan lebih murah ketimbang membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara (PLTU). Bahkan, mulai 2028 nanti, membangun pembangkit listrik tenaga surya yang baru tetap lebih murah ketimbang melanjutkan pengoperasian pembangkit listrik berbahan bakar batubara,” ucap analis keuangan energi pada Institute for Energy Economics and Financial Analysis, Elrika Hamdi.
Tahun ini saja diperkirakan ada lima pembangkit baru yang beroperasi. Kelima pembangkit itu adalah PLTU Jawa 7 di Bojonegara (Banten) berkapasitas 1.000 MW, PLTU Cilacap Ekspansi 2 di Cilacap (Jawa Tengah) 1.000 MW, PLTU Lontar Unit 4 di Banten 315 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Blok 2 Grati (Jawa Timur) 160 MW, dan PLTGU Tanjung Priok Blok M (Jakarta) 200 MW (Kompas, 22/3/2019).
Vice President Public Relation PLN Dwi Suryo Abdullah saat berkunjung ke PLTU Paiton pekan lalu menyatakan, tambahan produksi dibutuhkan untuk meningkatkan cadangan daya sekaligus keandalan sistem. Hal itu sejalan dengan target pemerintah meningkatkan konsumsi listrik per kapita yang diharapkan memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah menargetkan konsumsi listrik dari 1.064 kWh per kapita pada tahun lalu menjadi 1.200 per kWh per kapita pada tahun ini. Dengan jumlah cadangan daya yang terus bertambah, tantangannya adalah meningkatkan penyerapan. Oleh karena itu, PLN berupaya memacu penyerapan, antara lain dengan memberikan diskon untuk kendaraan dan kompor listrik serta diskon tarif untuk industri di luar beban puncak.
Kapasitas terpasang di Jawa-Bali saat ini 34.550 MW. Sementara kebutuhan listrik pada saat beban puncak 27.070 MW. Executive Vice President Corporate Communication dan CSR PLN I Made Suprateka menambahkan, pada akhir 2019, kebutuhan listrik pada beban puncak diperkirakan bertambah 1.400 MW menjadi 28.470 MW.
Dengan tambahan daya pembangkit yang sedikitnya mencapai 3.000 MW pada akhir tahun, sistem kelistrikan Jawa-Bali semakin andal. ”Cadangan daya meningkat menjadi di atas 30 persen,” katanya.