Ribuan Rumah Terendam
Luapan Danau Sentani masih merendam 25 kampung yang dihuni lebih dari 2.700 keluarga. Di sejumlah kampung, inilah banjir pertama yang mereka alami.
SENTANI, KOMPAS Banjir susulan setelah banjir bandang di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, masih merendam 2.217 rumah di pinggir Danau Sentani, Senin (25/3/2019). Sebanyak 2.746 keluarga di 25 kampung terdampak peningkatan level permukaan air danau itu.
Pantauan lapangan, luapan air masih menggenangi rumah warga setinggi 60-80 sentimeter. Warga pun bermukim di tenda-tenda yang didirikan di sekitar rumah yang tergenang.
Baco Kaigere, warga yang ditemui di lokasi banjir Sentani, mengatakan, selama ini air danau tak pernah menggenangi rumah warga meskipun hujan deras. ”Pemda harus memikirkan solusi mengatasi masalah ini,” ujar Ketua RT II Kampung Asei Kecil itu.
Warga yang bermukim di sekitar lokasi banjir dua pekan terakhir tak memiliki air bersih untuk memasak, mencuci pakaian, dan mandi. Untuk konsumsi sehari-hari, warga menggunakan air dalam kemasan.
”Banyak warga mengalami penyakit gatal-gatal karena terpaksa menggunakan air danau yang tercampur limbah untuk mandi,” kata Baco.
Hal senada disampaikan korban banjir bandang di Posko Pengungsian Toware yang dihuni sekitar 800 jiwa. Ketersediaan air bersih menjadi salah satu kebutuhan para penyintas yang masih dikeluhkan.
Pengungsian itu hanya dilengkapi tiga penampungan air dan enam kamar mandi. ”Banyak warga yang tidak mendapat jatah air secara merata,” ujar Kine Kogoya, pengungsi di Posko Toware.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jayapura, total warga yang mengungsi akibat banjir bandang pada 16 Maret 2019 mencapai 8.008 orang. Sebagian besar korban telah pulang ke rumah masing-masing.
Menurut Bupati Jayapura Matius Awoitauw, ketersediaan air bersih bagi pengungsi menjadi fokus utama tim penanggulangan bencana. ”Kami terus meningkatkan jumlah pasokan air bersih ke lima posko pengungsian secara bertahap. Tujuannya mengatasi kekurangan air bersih yang dikeluhkan para korban,” katanya.
Matius mengatakan, Pemkab Jayapura bersama pemerintah pusat dan sejumlah pihak akan mendata jumlah rumah warga dan fasilitas publik yang rusak akibat banjir bandang. ”Dengan data yang valid, tim penanggulangan bencana akan membangun hunian sementara bagi korban yang benar-benar membutuhkan,” tambahnya.
Sementara itu, tim SAR gabungan yang dibantu anjing pelacak, Senin pukul 11.35 WIT kemarin, menemukan satu jenazah korban banjir bandang di Kampung Sereh, Sentani.
Petugas segera membawa jenazah berjenis kelamin pria itu ke Puskesmas Sentani pukul 12.00 WIT. Sebelumnya, Minggu lalu, jumlah korban yang ditemukan meninggal mencapai 105 orang.
Banjir Aceh Selatan
Di Aceh, sejumlah sungai di Kabupaten Aceh Selatan meluap setelah hujan deras mengguyur daerah tersebut sejak Sabtu pekan lalu. Selain hujan deras, kerusakan lahan memperparah dampak bencana.
Kepala BPBD Aceh Selatan Cut Sazalima dihubungi dari Banda Aceh mengatakan, sejak Minggu sore, air mulai masuk permukiman warga dengan ketinggian 30-70 sentimeter.
Sebanyak 46 desa di sembilan kecamatan terendam. Senin petang kemarin, banjir berangsur surut. Kecamatan yang dilanda banjir adalah Pasie Raja, Tapaktuan, Kluet Timur, Kota Bahagia, Bakongan Timur, Kluet Tengah, Trumon Tengah, Kluet Utara, dan Bakongan. Tak ada warga yang mengungsi.
Selain banjir, hujan juga memicu longsor dan pohon tumbang. Akibatnya, jalan nasional Tapaktuan-Medan terganggu selama lima jam. ”Sekarang sudah normal,” kata Cut.
Selain derasnya hujan, banjir juga dipicu daya dukung hutan dan sungai yang menurun. Kerusakan hutan dan lahan mempercepat air mengalir ke sungai. Pada saat yang sama, sungai dangkal sehingga tidak mampu menampung limpahan air.
Selain itu, kata Cut, Aceh Selatan tanpa infrastruktur saluran pembuangan yang baik. Air menggenangi permukiman. Banjir luapan menjadi bencana rutin di Aceh Selatan. Selama tak ada perbaikan daerah aliran sungai (DAS), banjir terus mengancam.
”BPBD Aceh hanya mampu mengevakuasi dan menyediakan logistik saat banjir. Perbaikan DAS mahal. Kami berharap Kementerian PU dan Satuan Kerja Balai Sungai Sumatera membiayai,” katanya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, masifnya alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit turut memicu banjir. Daya serap tanah menurun.
Luapan sungai jadi bencana terbanyak di Aceh. Tahun 2018 terjadi 60 kali banjir luapan dengan kerugian Rp 484 miliar. Kawasan banjir meliputi Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Singkil, dan Aceh Utara. (FLO/AIN)