Hanya dua petenis putri yang bisa mempertahankan gelar pada 14 turnamen WTA tahun ini. Tekanan besar sebagai juara membuktikan, mempertahankan lebih sulit daripada merebutnya.
Ungkapan mempertahankan gelar juara lebih sulit dibandingkan dengan meraihnya untuk pertama kali berlaku bagi petenis putri Amerika Serikat Sloane Stephens. Dari enam gelar juara yang diperoleh sejak menjadi petenis profesional pada 2009, tak satu pun bisa dipertahankan, termasuk pada turnamen Miami Terbuka.
Ditempatkan sebagai unggulan keempat, juara tunggal putri musim lalu ini tersingkir pada babak ketiga, Senin (25/3/2019) pagi WIB. Dia takluk dari petenis Jerman, Tatjana Maria, 3-6, 2-6.
Miami Terbuka menjadi gelar pertama dari turnamen WTA Premier Mandatory—level tertinggi dalam struktur turnamen Asosiasi Tenis Putri (WTA)—bagi Stephens. Dia menaklukkan tiga petenis 10 besar dunia untuk menjadi yang terbaik, salah satunya Jelena Ostapenko di final.
Namun, pada babak ketiga di Miami tahun ini, Stephens tak memiliki jawaban atas variasi pukulan yang dimiliki Maria. Petenis berperingkat ke-62 dunia itu menekan tak hanya melalui groundstroke keras, melainkan juga melalui dropshot dan lob yang mengecoh Stephens.
Pada set pertama misalnya, Stephens hanya mempunyai satu kesempatan untuk mematahkan servis lawan. Adapun Maria mendapat delapan kesempatan dan bisa mengubahnya menjadi poin dalam tiga peluang.
”Dia pemain bagus. Pukulannya bervariasi dan menjebak,” kata Stephens yang juga tampil buruk di Indian Wells, pekan lalu. Petenis berusia 26 tahun ini tersingkir pada babak kedua setelah mendapat bye di babak pertama.
Tekanan besar
Kegagalan Stephens di Miami menambah daftar para petenis putri yang gagal mempertahankan gelar juara pada 2019. Dari 14 turnamen yang telah digelar pada tahun ini, hanya dua turnamen yang juaranya sama seperti 2018, yaitu Julia Goerges di Auckland (Selandia Baru) dan Alison van Uytvanck di Budapest (Hungaria).
Di luar hal teknis, Stephens seringkali kesulitan ketika datang ke turnamen sebagai juara bertahan. Dia tak bisa mempertahankan gelar yang didapat dari WTA Washington DC 2015, Auckland, Acapulco, dan Charleston 2016, serta Grand Slam AS Terbuka 2017.
Usai tersingkir pada perempat final AS Terbuka 2018, dia mengatakan, mempertahankan gelar juara sangat sulit dibandingkan perjalanan meraih gelar untuk pertama kalinya pada sebuah turnamen.
”Tekanannya sangat besar. Saya sudah berusaha mengatasinya semaksimal mungkin,” kata Stephens ketika itu.
Stephens bahkan kewalahan dengan meningkatnya sorotan media dan berbagai kegiatan di luar lapangan yang harus dijalani. Dia pun sangat terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan wartawan yang tak terkait dengan tenis.
Hal yang sama dirasakan Ostapenko setelah menjuarai Perancis Terbuka 2017 dan Angelique Kerber (juara Australia dan AS Terbuka 2016). ”Tekanannya sangat luar biasa. Saya seperti bukan diri sendiri saat berada di lapangan,”ujar Ostapenko yang tersingkir pada babak pertama Perancis Terbuka 2018.
Kerber bercerita, bagian tersulit setelah menjuarai turnamen besar adalah mengendalikan hal-hal psikologis sebagai seorang juara.
”Sebenarnya bergantung pada diri sendiri, kita akan bersikap seperti apa setelah menjadi juara. Saat datang ke turnamen sambil membawa tekanan besar, itu akan sulit. Saya pernah merasakannya,” tutur Kerber seperti yang dia ceritakan pada The New York Times, Agustus 2018.
Saat tiba di Melbourne Park pada 2017, sebagai juara bertahan Australia Terbuka, Kerber berpikir rumit tentang hal-hal sederhana. Dia pun tak bisa fokus pada penampilannya, hingga tersingkir pada babak pertama.
”Saat ini, ketika datang ke turnamen yang saya juarai pada tahun sebelumnya, saya mencoba untuk menikmati pertandingan,” katanya.
Setelah tersingkir pada babak ketiga Miami, Stephens akan fokus pada turnamen tanah liat yang dimulai April. Dia berharap bisa tampil lebih baik di atas lapangan favoritnya itu. (REUTERS)