Banyak mahasiswa dilanda kegalauan. Mereka banyak menghadapi persoalan hidup, namun bingung bagaimana menyelesaikannya. Tidak sedikit di antara mereka yang mengambil jalan pintas tak rasional untuk menyelesaikan persoalan mereka.
Galau merupakan perasaan yang tidak nyaman, bingung, gamang. Situasi itu hadir karena berhadapan dengan beberapa pilihan, atau perasaan tidak nyaman, cemas. Apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang dialami.
Psikolog yang dekat dengan mahasiswa, Jacqueline Tjandraningtyas menyatakan, kegalauan mahasiswa saat ini berkaitan dengan beberapa hal.
Yang tampak adalah kegalauan yang berkaitan dengan eksistensi diri di media sosial, galau dalam relasi inter-personal, termasuk di dalamnya berteman, berkomunitas, dan relasi yang lebih intim seperti masalah pacaran. Begitu juga galau tentang studi dan pekerjaan di masa depan, finansial, serta masalah keluarga.
Menurut pengamatan dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung itu, penyebab kegalauan mahasiswa umumnya adalah soal persaingan gawai, ingin populer, dan menunjukkan identitas diri melalui media sosial. "Seringkali media sosial menjadi sarana untuk memuat hal-hal yang sifatnya pribadi dalam ruang publik," ujarnya.
Ada juga mahasiswa yang galau karena penolakan teman, tidak diterima dalam komunitas, perundungan, pacaran dan perilaku seksual. Selain itu, masalah tugas-tugas kuliah yang makin kompleks, perencanaan karier masa depan, dan kebutuhan keuangan yang makin besar.
"Ada juga persoalan keluarga yang berkaitan dengan masalah relasi dalam keluarga seperti perceraian orang tua, atau saudara meninggal," katanya.
Dampak galau
Persoalan-persoalan itulah yang umumnya membuat mahasiswa galau. Bea Putri (20), mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta mengatakan, dirinya sedang galau dengan tugas kuliah.
"Saya galau mengenai tugas dan kriteria penilaian yang diberikan dosen cukup tinggi, yang harus diimbangi dengan kegiatan komunitas baik di luar maupun dalam kampus, untuk syarat kelulusan," kata Bea Putri.
Kegalauannya itu berdampak pada teman dan keluarga di rumah. "Mereka kena imbas mood saya yang berubah. Kadang tidak mood karena teman sekelompoknya tidak enak diajak bekerja sama," kata Bea Putri.
Untuk mengatasinya, Bea Putri memilih untuk memotivasi diri sendiri. "Saya ingat kalau ortu sudah bayar mahal. Saya pernah merasakan masa-masa krisis. Saya jadi bersemangat ketika melihat artis yang sukses dalam pendidikan dan bangkit lagi," ujarnya.
Menurut Jacqueline, semua bentuk kegalauan mahasiswa mempunyai sisi negatif dan positif. Negatif jika mahasiswa larut tanpa mengevaluasi sumber-sumber perasaan yang tidak nyaman dan tidak berupaya untuk mengatasinya.
Positif, jika galau dijadikan indikator adanya suatu masalah yang harus dibahas dan diselesaikan. Yang penting adalah kesadaran mahasiswa bahwa ia sedang galau dan kesediaan untuk melihat sumber-sumber yang menjadi latar belakang kegalauannya.
"Dosen yang berinteraksi dengan mahasiswa bisa membantu dengan sikap toleran dan empati pada kegalauan mahasiswa, sehingga tidak mudah menilai dan menghakimi mahasiswa, namun membuka dikusi hangat untuk memecahkan masalah," katanya.
Jacqueline menyarankan agar di kampus disediakan fasilitas bantuan untuk mahasiswa yang tidak hanya membantu masalah akademik, tetapi membantu masalah-masalah non akademik dan terutama membantu pengembangan diri mahasiswa.