Bergantung pada SDA, Perekonomian di Kalteng Melambat
Pertumbuhan perekonomian Kalimantan Tengah melambat. Ketergantungan perekonomian pada sumber daya alam membuat perekonomian tidak stabil di Kalimantan Tengah. Pemerintah daerah diminta untuk mendorong sektor pariwisata dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pertumbuhan perekonomian Kalimantan Tengah melambat. Ketergantungan perekonomian pada sumber daya alam membuat perekonomian tidak stabil di Kalimantan Tengah. Pemerintah daerah diminta untuk mendorong sektor pariwisata dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Berdasarkan data Bank Indonesia, pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi mencapai 6,72 persen lalu melambat atau menurun di tahun 2018 menjadi 5,64 persen. Angka itu diambil melalui perbandingan tahunan atau year on year.
”(Kalteng) memang sangat bergantung pada sumber daya alam sehingga ditentukan oleh pasar global, ini tidak bisa diubah seketika, tetapi harus dioptimalkan, khususnya perkebunan rakyat,” ungkap Deputi Kepala Perwakilan BI di Kalteng Setian di sela-sela acara Diseminasi Perekonomian Kalteng di Palangkaraya, Rabu (27/3/2019).
Setian menambahkan, pelambatan laju perekonomian tersebut dipengaruhi oleh kinerja lapangan usaha pertambangan yang mengalami kontraksi dan industri pengolahan, dalam hal ini crude palm oil (CPO), yang mengalami penurunan permintaan.
”Ekspor terbesar Kalteng itu batubara dan CPO. Nah, permintaan ke luar negeri menurun dan permintaan dari dalam negeri tidak bisa mengimbangi. Komponen ekspor sangat memengaruhi pertumbuhan ekonomi,” ungkap Setian.
Ekspor terbesar Kalteng itu batubara dan CPO. Nah, permintaan ke luar negeri menurun dan permintaan dari dalam negeri tidak bisa mengimbangi. Komponen ekspor sangat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Menurut Setian, pemerintah daerah harus mendorong sektor lainnya agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya bertumpu pada sumber daya alam, seperti sektor pariwisata dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Ketika bergantung pada ekspor luar negeri di mana kondisi global sedang melemah makan akan berdampak besar ke Kalteng sendiri,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Kalteng Lubis Rada Inin mengungkapkan, pihaknya masih optimistis akan bisa memperbaiki perekonomian di tahun 2019. Permintaan CPO dan turunannya sudah mulai meningkat.
”Selain itu, kami juga mempersiapkan sektor wisata, Kalteng kaya akan ekowisata dan akan dimanfaatkan dalam beberapa waktu ke depan,” kata Lubis.
Lubis menambahkan, untuk komoditas pertanian dan perkebunan, pihaknya berencana untuk membuat kerja sama antardaerah. Setiap daerah akan mampu memenuhi kebutuhan daerahnya satu sama lain.
”Seperti bawang atau cabai, kalau di Palangkaraya surplus bisa dikirim ke Sampit yang defisit, begitu juga daerah lain, misalnya,” kata Lubis.
Pariwisata
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kalteng Guntur Talajan mengungkapkan, tahun 2019 akan ada dua festival besar yang akan diselenggarakan pemerintah daerah, yakni Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) dan Festival Babukung. Keduanya masuk dalam kalender event Kementerian Pariwisata.
”FBIM sudah 25 tahun diselenggarakan, ini salah satu yang paling besar di Pulau Kalimantan,” kata Guntur.
Pemerintah Provinsi Kalteng, tambah Guntur, menargetkan 500 wisatawan asing dan 20.000 wisatawan Nusantara akan hadir dalam dua kegiatan itu.
Guntur mengatakan, Kalteng memiliki banyak budaya yang bisa menjadi daya tarik wisatawan. ”Orangutan dan tradisi atau ritual juga menjadi daya tarik tersendiri untuk wisata dan penelitian,” katanya.