Penemuan dua Jaladwara, benda purbakala berupa patung batu dengan bentuk pancuran air, memunculkan dugaan situs candi di Sleman.
SLEMAN, KOMPAS Penemuan dua Jaladwara di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, memperkuat dugaan adanya situs candi di kawasan itu. Jaladwara merupakan benda purbakala yang berfungsi sebagai pancuran air pada abad ke-7 hingga ke-8.
Jaladwara itu wujudnya berupa patung batu, berbentuk seperti hewan, berukuran panjang 40-45 cm, lebar 20 cm, dan tinggi 40 cm. Jaladwara yang memiliki lubang pancuran air itu sebagian berlumut.
Kedua Jaladwara itu sudah lama berada di pekarangan rumah Sukadi (48) di Dusun Salam, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, yang berbatasan dengan aliran Sungai Opak. Letak pekarangannya hanya berjarak 12-14 kilometer dari Puncak Gunung Merapi.
”Dari dulu hanya tergeletak di pekarangan. Sejak masih kecil, saya sudah lihat benda itu di pekarangan. Tidak ada yang memindahkan ke mana-mana. Hanya dibiarkan. Memang dari awal sudah ada di atas tanah,” kata Sukadi.
Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY mengambil dua Jaladwara itu dan menyimpan di Penampungan Benda Cagar Budaya Turi, Sleman, Selasa (26/3/2019). ”Kemungkinan (Jaladwara itu) terbawa aliran sungai.
Namun, secara keseluruhan, mungkin bukan benar-benar berasal dari tempat itu,” kata Kepala Unit Penyelamatan, Pengembangan, dan Pemanfaatan BPCB DIY Muhammad Taufik.
Batu candi
Sekitar 200 meter dari lokasi penemuan Jaladwara, tepatnya di Dusun Duwet, Desa Wukirsari, ditemukan pula delapan batu yang diduga berasal dari struktur bangunan candi. Batu-batu dengan panjang 20-50 cm itu berserakan di dekat kolam ikan milik warga. Adapun lokasi penemuan itu merupakan salah satu titik mata air.
Budi Santoso (38), warga Dusun Duwet, menceritakan, bebatuan itu ditemukan pada 2011 sewaktu ia ingin menggali tanah untuk membuat kolam ikan. Ada batuan yang masih utuh, ada pula yang sudah pecah sebagian. Saat ini, bebatuan berbentuk persegi panjang itu dibiarkan tergeletak di dekat lokasi kolam ikan.
”Tidak hanya di lokasi ini. Warga jika menggali tanah, kadang-kadang menemukan batu-batu seperti ini. Tetangga pernah menemukan benda mirip arca. Dia meletakkan di halaman rumahnya, lalu hilang entah ke mana,” kata Budi.
Penemuan batuan itu, menurut Taufik, juga memperkuat dugaan bahwa sebelumnya terdapat situs candi di kawasan itu. Apalagi lokasi penemuan batu di dekat mata air dari dusun itu. ”Candi biasanya dibangun di dekat sumber air,” kata Taufik.
Melihat ukuran batu yang ditemukan itu, Taufik menduga, situs candi di kawasan itu hanya sebesar Candi Kalasan, yang luasnya 45 meter x 45 meter, dengan ketinggian 34 meter.
BPCB DIY mencatat adanya penemuan benda cagar budaya berupa Yoni pada 1980 di wilayah tersebut. Benda itu merupakan komponen penting dari candi sehingga selalu dikaitkan dengan keberadaan candi.
Sejauh ini BPCB DIY tidak akan melakukan ekskavasi di atas lokasi temuan tersebut karena benda cagar budaya yang ditemukan jumlahnya tidak banyak.
Selain itu, di sana juga terbangun permukiman dan menjadi aktivitas perekonomian warga. ”Kami hanya mendokumentasi semua temuannya. Titik koordinat dari lokasi temuan itu juga sudah kami rekam,” kata Taufik. (NCA)