Dunia Kecam Trump
KAIRO, KOMPAS — Masyarakat internasional, termasuk negara-negara mitra, menolak keras tindakan Presiden AS Donald Trump mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Indonesia berada di barisan penolak tegas langkah AS itu.
”Indonesia tetap mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari wilayah kedaulatan Republik Suriah yang saat ini diduduki Israel pasca-perang 1967,” demikian pernyataan Kemlu RI.
Merujuk pada beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB, terkait Dataran Tinggi Golan, antara lain Resolusi 242 (1967), 338 (1973), dan 497 (1981), Indonesia mendesak penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah Dataran Tinggi Golan.
Dataran Tinggi Golan terletak sekitar 60 kilometer barat daya kota Damaskus. Israel menduduki wilayah itu pada perang Arab-Israel tahun 1967, dan menganeksasinya tahun 1981. Masyarakat internasional tidak mengakui tindakan Israel. Dewan Keamanan PBB melalui resolusi nomor 242 pada 22 November 1967 menyerukan kepada Israel untuk mundur dari semua wilayah yang diduduki melalui kekuatan militer, termasuk Dataran Tinggi Golan.
Hari Senin (25/3/2019), Trump dengan disaksikan langsung Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan sejumlah pejabat tinggi AS di Gedung Putih menandatangani dokumen berisi pengakuan AS terhadap kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Sebelumnya, pada Kamis pekan lalu (21/3/2019), Trump melalui cuitan di Twitternya mengatakan, setelah 52 tahun kini sudah tiba saatnya mengakui kedaulatan Israel secara penuh atas Dataran Tinggi Golan yang memiliki nilai sangat strategis bagi keamanan Israel dan stabilitas kawasan.
Tindakan itu merupakan aksi kedua Trump menabrak rambu politik di Timur Tengah setelah mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. Presiden AS sebelum ini, mulai dari era Lyndon B Johnson (1963-1969) hingga Barack Obama (2009-2017) selalu menghormati rambu politik Timur Tengah dengan menolak pendudukan Israel atas Golan sesuai resolusi DK PBB.
Baca juga: Trump, dari Jerusalem ke Dataran Tinggi Golan
Satukan rival
Langkah Trump dikecam PBB, Uni Eropa, Liga Arab, Suriah, dan lain-lain. Dua rival di kawasan yang selama ini selalu berseteru—Iran dan negara-negara Teluk Arab mitra AS (Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan lain-lain)—kompak mengecam Trump. Demikian juga Kuwait, Qatar, Lebanon, serta negara-negara pemilik veto di DK PBB, seperti Inggris, Perancis, Rusia, dan China.
Jubir PBB Stephane Dujarric menegaskan, sikap PBB terhadap Golan tidak berubah sesuai dengan semua resolusi DK PBB yang menolak kedaulatan Israel atas Golan. Uni Eropa juga menegaskan sikap mereka tidak berubah, yaitu menolak mengakui pendudukan Israel atas Golan sejak tahun 1967.
Sekjen Liga Arab Ahmed Aboul Gheit mengatakan, pengakuan Trump terhadap kedaulatan Israel atas Golan adalah tidak sah dan melanggar hukum internasional. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyebut pengakuan Trump terhadap kedaulatan Israel atas Golan akan membawa ketegangan baru di Timur Tengah.
Langkah Presiden AS Donald Trump mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan bisa membawa ketegangan baru di Timur Tengah.
Pemerintah Damaskus, seperti dikutip kantor berita Suriah, SANA, menegaskan bahwa pengakuan Trump itu adalah pelanggaran terhadap kedaulatan dan persatuan wilayah negara Suriah.
Kecaman di DK PBB
Dalam sidang Dewan Keamanan PBB di Markas Besar PBB, New York, AS, Selasa (26/3/2019) waktu setempat, Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia AM Fachir menegaskan posisi Indonesia terkait pengakuan AS terhadap kedaulatan Israel di Dataran Tinggi Golan. "Indonesia menolak keras adanya pengakuan AS bahwa Dataran Tinggi Golan merupakan bagian dari Israel. Tindakan ini tidak bisa diterima dengan standar apapun, khususnya Resolusi DK PBB,” tegas Fachir, seperti dirilis dalam pernyataan Perwakilan Tetap RI (PTRI) di New York.
Fachir mengatakan bahwa pengakuan AS ini akan mengganggu upaya-upaya penciptaan perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Fachir juga menyoroti langkah-langkah Israel menganeksasi wilayah Palestina. "Dalam beberapa bulan terakhir, terdapat daftar panjang kekerasan dan pelanggaran oleh Israel kepada rakyat Palestina, yang bertentangan dengan hak asasi manusia dan hukum internasional," kata dia.
Fachir menyampaikan, berbagai hal yang dilakukan pemerintah Israel menunjukkan kecenderungan pengambilalihan wilayah Palestina. Hal ini membuat “solusi dua negara” yang selama ini diperjuangkan dan disepakati oleh dunia internasional, termasuk Palestina dan Israel sendiri, menjadi semakin jauh dari kenyataan.
Penyataan itu disampaikan Fachir menanggapi keterangan Utusan Khusus PBB untuk Timur Tengah Nicolay Mladenov. Mladenov, mewakili Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, menyampaikan laporan tertulis implementasi Resolusi 2334 dan berbagai perkembangan negatif terjadi di wilayah pendudukan Palestina, seperti penutupan misi pengawas asing pada akhir Februari, pemotongan penerimaan pajak milik Palestina sebesar 139 juta dollar AS, penutupan pintu gerbang Masjid Al-Aqsa, perluasan pendudukan, pengusiran warga Palestina dari rumahnya, hingga kekerasan dan teror oleh pendatang (settlers) yang didukung oleh petugas keamanan Israel.
Permukiman Yahudi
Israel menduduki Dataran Tinggi Golan pada perang Arab-Israel tahun 1967. Pada perang Arab-Israel tahun 1973, Suriah hanya mampu mengembalikan sepertiga wilayah Dataran Tinggi Golan. Dua pertiga wilayah Dataran Tinggi Golan sampai saat ini masih diduduki Israel.
Sejak menduduki Dataran Tinggi Golan pada tahun 1967, Israel telah membangun 30 permukiman Yahudi di wilayah tersebut dengan jumlah penduduk sekitar 20.000 jiwa dari warga Yahudi. Adapun warga Suriah yang masih bertahan di Dataran Tinggi Golan sampai saat ini juga berjumlah sekitar 20.000 jiwa yang sebagian besar dari kaum Druze.
Pada tahun 1981, Knesset (parlemen Israel) mengeluarkan undang-undang yang menganeksasi Dataran Tinggi Golan ke dalam wilayah kedaulatan Israel. Namun, Dewan Keamanan PBB melalui resolusi nomor 497 tahun 1981 menolak keputusan Israel menganeksasi Dataran Tinggi Golan dan meminta Israel membatalkan keputusan aneksasi tersebut.
Israel dan Suriah kemudian membuka perundingan damai tentang nasib Dataran Tinggi Golan pasca konferensi damai Arab-Israel di Madrid, Spanyol, pada tahun 1991. Israel dan Suriah hampir mencapai kesepakatan damai pada era PM Israel, Yitzhak Rabin, dengan formula: Israel mundur dari Dataran Tinggi Golan dengan imbalan perdamaian, seperti halnya perdamaian Israel-Mesir yang dicapai di Camp David tahun 1979.
Namun, tewasnya Yitzhak Rabin tahun 1995 di tangan ekstremis Yahudi membuyarkan peluang perdamaian Israel-Suriah tersebut. Pemerintah Israel pasca era Yitzhak Rabin, yang dikontrol partai Likud dari kubu kanan, menolak mundur dari Dataran Tinggi Golan.
---------
Artikel ini telah diperbarui dari versi edisi cetak, dengan menambahkan perkembangan terbaru terkait peristiwa konflik di Dataran Tinggi Golan, pada Rabu, 27 Maret 2019, pukul 14.15 WIB. -- Redaksi