Kecerdasan Buatan Dominan untuk Pacu Nilai Tambah Layanan
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan teknologi kecerdasan di Indonesia masih berkutat pada upaya meningkatkan nilai tambah layanan kepada konsumen. Hal ini dianggap wajar karena transformasi industri menuju digital baru dimulai.
Head of Operations International Data Corporation (IDC) Indonesia Mevira Munindra di Jakarta, Selasa (26/3/2019), menggambarkan kondisi di industri jasa keuangan. Perbankan tradisional kini berhadapan langsung dengan perusahaan rintisan bidang teknologi finansial (tekfin) sehingga mau tidak mau bank harus berubah. Beberapa bank nasional, misalnya, mengadopsi teknologi kecerdasan buatan untuk robot percakapan (chatbot) agar meningkatkan proses keterlibatan konsumen.
Mengutip hasil riset Future Ready Business: Assessing Asia’s Growth Potential Through AI, dia menyebutkan lima penggerak perusahaan Indonesia memanfaatkan kecerdasan buatan. Di urutan teratas adalah proses keterlibatan konsumen lebih baik, diikuti meningkatkan daya saing, margin bisnis lebih tinggi, akselerasi kemauan inovasi, dan terakhir, produktivitas tenaga kerja.
”Pelaku industri sektor konvensional, seperti jasa keuangan dan ritel, berhadapan langsung dengan perusahaan rintisan yang fasih digital. Maka, fokus mereka adalah mempertahankan pangsa pasar dan terus akuisisi pengguna baru,” ujarnya.
Mevira mengungkapkan, 56 persen pemimpin bisnis mengaku organisasinya telah memulai perjalanan memanfaatkan kecerdasan buatan. Hanya 14 persen di antaranya mengakui bahwa adopsi kecerdasan buatan sudah dimasukkan dalam inti strategi bisnis.
Riset Future Ready Business: Assessing Asia\'s Growth Potential Through AI menyasar 1.605 pemimpin bisnis dan 1.585 karyawan paham kecerdasan buatan di 15 negara Asia Pasifik. Untuk Indonesia, riset menyurvei 112 pemimpin bisnis dan 101 orang pegawai. Survei diberikan untuk sekitar 11 sektor industri, antara lain manufaktur, ritel, dan jasa keuangan. Pemimpin ataupun karyawan yang dipilih berlatar belakang organisasi dengan lebih dari 250 tenaga kerja.
Durasi penelitian berlangsung sepanjang tahun 2018. Riset dikerjakan penuh oleh IDC dan didukung oleh Microsoft.
Menurut Mevira, tingkat kesiapan suatu organisasi memanfaatkan kecerdasan buatan dipengaruhi faktor strategi, investasi, budaya, kapabilitas, infrastruktur organisasi, dan data. Temuan riset menunjukkan, secara kapabilitas, budaya, dan infrastruktur, organisasi Indonesia sudah siap. Elemen lainnyalah yang belum siap.
Presiden Direktur Microsoft Indonesia Haris Izmee menyebutkan tiga manfaat secara umum penerapan teknologi kecerdasan buatan di organisasi perusahaan. Ketiga manfaat, yaitu meningkatkan upaya perbaikan kemauan berinovasi (rate of innovation), tingkat produktivitas karyawan, dan daya saing perusahaan.
Mengutip hasil riset, adopsi teknologi kecerdasan buatan mampu meningkatkan rate of innovation di Indonesia 1,7 kali lipat dari tahun 2018 ke 2021. Angka rate of innovation ini selisih tipis dibandingkan dengan situasi Asia Pasifik, yaitu 1,9 kali.
Adopsi kecerdasan buatan di Indonesia dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja 1,9 kali lipat dari tahun 2018 ke 2021. Angka peningkatan yang sama terjadi secara Asia Pasifik.
Sekitar 90 persen dari total responden riset setuju bahwa pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan, apa pun bentuk penggunaannya, mampu menambah daya saing organisasi sampai tiga tahun mendatang. Secara khusus responden organisasi di Indonesia memperkirakan daya saing naik 1,4 kali lipat dari 2018 ke tahun 2021.
Dalam riset bersama itu terdapat penekanan pengaruh adopsi kecerdasan buatan terhadap pekerjaan manusia. Sekitar 18 persen dari total responden petinggi perusahaan percaya bahwa kecerdasan buatan menghasilkan pekerjaan baru, sedangkan 15 persen responden lainnya memperkirakan teknologi itu menggantikan pekerjaan lama.
Sekitar 90 persen dari total responden riset setuju bahwa pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan menambah daya saing organisasi.
Haris mengklaim, Microsoft menjadi salah satu perusahaan teknologi yang lebih dulu meneliti teknologi kecerdasan buatan. Di kawasan Asia Pasifik, Microsoft memiliki pusat penelitian dan pengembangan di Beijing dan Bangalore. Pada 2018, Microsoft kembali menggelontorkan investasi baru untuk kebutuhan yang sama. Dua lokasi yang dipilih, yaitu Shanghai dan Taiwan.
Pendiri dan CEO Jejak.in Arfan Arlanda mengatakan, teknologi kecerdasan buatan sebenarnya dapat diimplementasikan untuk pelestarian lingkungan, seperti pemulihan daerah aliran sungai dan reklamasi lahan bekas tambang.
Berangkat dari pengalaman dia, Jejak.in menjadi mitra salah satu perusahaan air minum mineral untuk menerapkan kecerdasan buatan saat penghijauan hulu Sungai Citarum. Jejak.in memetakan tanaman yang tumbuh sebelum dan sesudah program reboisasi, lalu teknologi kecerdasan miliknya mampu memonitor secara otomatis perkembangan program.
Sementara pada kasus reklamasi lahan bekas tambang, Jejak.in mula-mula mencermati semua peraturan dan teknis yang diwajibkan pemerintah. Lalu, Jejak.in memahami manajemen tim reklamasi dari perusahaan tambah. Kecerdasan buatan dimanfaatkan dalam suatu sistem yang memudahkan membaca pelaksanaan reklamasi di lapangan dengan peraturan serta mengevaluasi.
”Permasalahan industri beraneka ragam tergantung dari latar sektornya. Teknologi kecerdasan buatan beserta mesin pembelajaran dapat diterapkan mengikuti persoalan yang disampaikan pelaku industri. Pengalaman kami, beberapa pengusaha masih ’mencari bentuk’ penerapan kecerdasan buatan yang pas,” ujarnya.