JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai perlu bekerja keras mengamankan laut Indonesia dari pencurian ikan oleh kapal asing. Sebab, meski penenggelaman kapal ilegal terus dilakukan, pencurian ikan masih marak.
Sepanjang Januari hingga 19 Maret 2019 saja, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap 16 kapal ikan asing yang mencuri ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Dari 16 kapal itu, 9 kapal berbendera Vietnam dan 7 kapal berbendera Malaysia.
Sepanjang tahun lalu, 109 kapal ditangkap oleh unsur-unsur Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal (Satgas 115) yang meliputi TNI Angkatan Laut, Kepolisian Air Udara, KKP, dan Badan Keamanan Laut. Kapal-kapal itu berbendera Vietnam, Filipina, dan Malaysia.
Menurut Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan, pencurian ikan yang masih marak mengindikasikan berkurangnya stok ikan di laut asal kapal ikan asing itu. Mereka terdorong menangkap ikan di luar teritori.
Di sisi lain, upaya KKP untuk mengawasi laut terkendala oleh berkurangnya hari layar kapal pengawas. Tahun 2019, misalnya, jumlah hari operasional kapal pengawas hanya 84 hari, turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 120 hari per tahun.
Operasi kapal pengawas perairan Indonesia, sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, masih jauh lebih rendah dibandingkan Kanada. Kanada mengalokasikan 200 hari layar untuk operasi kapal pengawas.
”Ada ruang bagi kapal ikan asing untuk mencuri sebab kapal pengawas kurang intensif,” kata Abdi di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Ia menambahkan, kapal-kapal ikan dalam negeri semakin tumbuh sehingga perlu diberdayakan untuk menekan pencurian oleh kapal asing dengan berkoordinasi dengan aparat pengawas. Jumlah kapal ikan dalam negeri yang berukuran besar kini mendekati jumlah kapal asing yang diusir dan kapal eks asing yang dihentikan izinnya.
Data KKP, kapal ikan dalam negeri berukuran di atas 30 gros ton (GT) yang mengantongi izin penangkapan ikan berjumlah 4.326 kapal, sedangkan izin pengangkutan ikan berjumlah 297 kapal.
Peneliti DFW Indonesia, Widya Safitri, menyoroti proses pengadilan bagi pencuri ikan. Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, ancaman hukuman pidananya 6 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 20 miliar. Untuk memberikan efek jera, penegak hukum harus memberikan hukuman maksimal.
Secara terpisah, Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang bekerja sama dengan PT Unggul Cipta Teknologi, Cikande, Banten, membuat perangkat komunikasi untuk kapal-kapal ikan kecil berukuran di bawah 30 GT. Perangkat bernama Yukom VMA itu menggunakan gelombang radio dan teknologi tenaga surya dengan jangkauan sekitar 45 kilometer atau 29 mil perairan.
Saatnya nelayan Indonesia menikmati perkembangan teknologi untuk kemudahan mencari nafkah.
Presiden Direktur PT UCT Yun Bum Soo menyatakan, perangkat memberikan informasi seperti daerah potensi penangkapan ikan, informasi cuaca, dan navigasi untuk penangkapan ikan yang lebih efisien. Selain itu, ada tombol bahaya (SOS) untuk perlindungan keselamatan nelayan. Alat itu juga dapat melaporkan data penangkapan ikan terkini melalui e-logbook.
Peralatan itu bisa menunjang pemerintah mengeksplorasi data dan informasi dari laut demi tata kelola perikanan tangkap yang lebih baik serta memberi jaminan keselamatan bagi nelayan. Pemilik juga bisa mengetahui pergerakan kapal pada posisi yang lebih akurat.
”Sudah saatnya nelayan Indonesia menikmati perkembangan teknologi Smart Fishing 4.0 untuk kemudahan mencari nafkah,” kata Yun Bun Soo.