Mereka Bangga Menjadi Duta Perubahan
Foto-foto kelakuan warga yang sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu membuat para pegawai PT Mass Rapid Transit (MRT) semakin sadar bahwa tugas mereka tak sekedar mengoperasikan moda terbaru Jakarta itu. Mereka juga mengemban tugas menumbuhkan budaya bertransportasi massal baru kepada masyarakat yang masih awam.
Foto-foto yang sempat menuai beberapa kecaman warganet itu mengabadikan remaja yang menggunakan pegangan kereta untuk berayun, sementara rekannya mengabadikan. Juga ada warga yang menggelar makan bersama di area stasiun yang tak didesain untuk kegiatan makan-makan.
Pada Selasa (26/3/2019) siang itu tak lagi terlihat pemandangan tersebut. Suasana Stasiun Bundaran Hotel Indonesia masih diserbu ribuan warga yang ingin menjajal moda raya terpadu (MRT). Para petugas begitu sibuk melayani pertanyaan warga yang mengalir tiada henti menghampiri.
”Semua petugas disebar di area stasiun dengan pemahaman yang sama, setiap melihat ada warga yang tak sesuai dengan konsep bertransportasi yang baik sesuai konsep kami bisa ditegur. Ada makanan di sekitar stasiun langsung dibuang ke tempat sampah,” kata anggota staf Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Bagas Jatikawentar (23).
Bagas mengatakan, saat ini sebagian besar penumpang MRT memang belum terbiasa dengan etika bertransportasi di MRT karena semua aturan di sana pun masih baru. Etika yang diterapkan di MRT mengacu pada budaya bertransportasi massal di Jepang. Etika ini begitu penting untuk menjamin kecepatan, kelancaran arus, dan kenyamanan menggunakan transportasi publik massal.
Penggunaan eskalator, misalnya, sisi kiri hanya untuk orang yang berdiri. Sementara sisi kanan dikhususkan untuk orang yang berjalan karena mungkin terburu-buru untuk mencapai tempat tujuan.
Namun, dalam kenyataan, ada warga yang sudah paham dengan cara menggunakan eskalator ini, ada yang seenaknya sendiri. ”Untuk mendidiknya ada petugas yang berjaga di dekat eskalator untuk memberi tahu penumpang di eskalator,” katanya.
Etika lainnya di dalam kereta di antaranya tak dibolehkan bersuara keras-keras supaya tak mengganggu penumpang lain hingga mematuhi jalur khusus untuk masuk (kuning) dan keluar kereta ( hijau). Jalur untuk keluar ditandai dengan warna hijau, adapun jalur untuk mengantre masuk ditandai warna kuning. Penumpang yang akan masuk pun harus mendahulukan penumpang yang keluar sehingga tak terjadi kemacetan arus penumpang di pintu masuk.
Selama sekitar dua pekan uji publik MRT berlangsung, masih banyak warga yang belum memahami etika tersebut. Masih banyak orang yang tak menggunakan eskalator semestinya sehingga menghalangi arus di belakangnya. Sebagian penumpang pun masih berebutan masuk ke dalam MRT tanpa peduli jalur masuk dan keluar yang sudah ditandai. Suasana di dalam kereta pun masih begitu bising karena orang-orang bercakap-cakap dengan suara keras.
”Kami merasa ini seperti babat alas karena masih pertama, jadi memang masih banyak yang belum tahu. Ya, kami membimbing dari soal tiket, sampai masuk dan bersikap di stasiun dan kereta,” kata Bagas.
Dengan keterbatasan jumlah petugas, membimbing ribuan orang per hari merupakan kerja keras. Di satu rangkaian kereta yang terdiri atas enam kereta, hanya ada tiga petugas, terdiri dari satu masinis dan dua petugas keamanan.
Namun, untuk petugas di setiap stasiun, jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan besar dan kecilnya stasiun. Untuk stasiun Bundaran Hotel Indonesia yang tergolong stasiun besar, petugasnya 45 orang, yang terdiri atas kepala stasiun, petugas keamanan, staf stasiun, dan petugas pembersih. Lalu, untuk di 12 stasiun lainnya di trek fase 1 MRTJ akan berbeda lagi jumlah petugasnya.
Sebagai karyawan dan petugas operasional dari perusahaan yang bergerak di bidang angkutan umum perkotaan, untuk petugas operasional ini, MRTJ merekrut tenaga-tenaga muda berpotensi, di antaranya dari Akademi Perkeretaapian Indonesia (API) Madiun dan Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD).
Untuk masinis, mereka adalah lulusan terbaik. Lalu mereka mendapat pelatihan khusus di API, di MRTJ, juga lalu dilatih di Prasarana Malaysia. Total enam bulan pelatihan itu.
Masinis MRT, Joddy Gandhawardana (22), adalah salah satu masinis yang juga dikirim ke Malaysia untuk belajar mengoperasikan kereta semiotomatis.
Memaksa
Beragam cara ditempuh untuk mendidik masyarakat yang masih memiliki perilaku lama agar turut menjadi bagian dari sejarah yang mengubah Jakarta itu. Selain mengimbau dan memberi beragam tanda dan petunjuk, cara lain adalah mau tak mau memaksa.
Untuk mendidik warga tertib antre, MRT hanya membuka satu dari tiga passenger gate atau gerbang penumpang saat masa uji coba ini. Hal ini dimaksudkan untuk ”memaksa” warga belajar antri.
Cara memaksa lain adalah memaksa dengan ancaman denda. Ancaman denda ini diterapkan untuk pelanggaran tombol darurat yang membuka pintu dan otomatis menghentikan kereta.
Joddy menceritakan, sempat ada penumpang yang iseng menekan tombol darurat di dalam kereta. Setelah kejadian itu, di dalam kereta dipasang slogan ”menekan tidak dalam keadaan emergency terkena denda”.
Ada juga penumpang yang menghalangi pintu menutup dengan tangan sehingga kereta tak bisa berjalan. ”Mereka justru ketawa-ketawa saat diingatkan karena merasa bangga bisa membuat pintu kereta tak menutup,” katanya prihatin.
Tak hanya petugas MRT di stasiun dan kereta, para petugas toilet pun harus bekerja keras untuk membimbing warga yang tak tertib. Pada Selasa siang itu, para petugas toilet terlihat tak hentinya membersihkan lantai, baik dari genangan air maupun tisu kotor yang dibuang sembarangan. Padahal, di setiap bilik sudah ada dua tempat sampah.
Berulang kali genangan air juga terlihat di lantai karena air yang muncrat dari toilet karena beberapa warga yang belum terbiasa menggunakan bidet.
Demikian juga para petugas keamanan yang tanpa henti melayani pertanyaan ribuan orang yang silih berganti datang. Terkadang saat tak ada warga yang bertanya, para petugas keamanan terlihat mengangkat kaki yang pegal, tetapi setelahnya senyum tetap mengembang lebar.
Di wajah para petugas itu tebersit kebanggaan menjadi bagian dari sejarah baru budaya bertransportasi di Jakarta, bahkan di Indonesia.
Pada saat PT MRT Jakarta tengah mempersiapkan pengoperasian MRT, dari awal sudah disebutkan pelayanan dan operasional bakal dilakukan dengan mengacu pada standar pelayanan internasional.
Untuk mendukung itu ada aturan yang diterbitkan Pemprov DKI, yaitu Perda Nomor 3 Tahun 2008. Pada Pasal 5 disebutkan, pada saat perkeretaapian umum perkotaan MRT Jakarta mulai dioperasikan, perseroan berkontrak dengan Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang disepakati dengan mengacu pada standar internasional.
Aturan itu diterjemahkan perusahaan dengan melakukan benchmark terhadap operator perkeretaapian urban lain untuk menentukan tingkat layanan yang harus dicapai oleh MRT Jakarta.
Untuk pelatihan sumber daya manusia, PT MRT bekerja sama dengan Prasarana Malaysia, Inka, MTR Hong Kong, Len, PT KAI, juga PLN. Sumber daya manusia disiapkan dari segi teori dan praktik dalam menyambut teknologi baru yang digunakan MRTJ.
Untuk pelatihan instruktur masinis dan masinis, MRT Jakarta mengirim tenaga terbaik ke Prasarana Malaysia. Untuk instruktur masinis yang adalah mantan-mantan masinis senior di PT KAI direkrut dan dilatih di Jepang.
Adapun untuk layanan dan operasional, perusahaan melakukan persiapan prosedur, SOP/manual dan sistem. Persiapannya dibantu konsultan OMCJ yang berpengalaman di Jepang dengan mengacu pada standar yang diterapkan di JR East dan Tokyo Metro.
Dengan mengacu pada standar pelayanan internasional itulah, MRT Jakarta berupaya membawa perubahan dalam perilaku masyarakat bertransportasi massal, yaitu menjadi lebih tertib, lebih rapi, tidak membuang sampah sembarangan, tidak meludah sembarangan, mau antre, dan disiplin.
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta selalu menekankan bahwa para penumpang yang turut dalam uji coba publik adalah duta MRT Jakarta yang akan membantu memperkenalkan budaya baru bertransportasi di Jakarta.
Bagas dan Jody setuju, mereka juga adalah bagian dari duta untuk membawa perubahan budaya dan perilaku itu. ”Harus dimulai dari sekarang,” kata Jody.