Sentimen Proyeksi Ekonomi AS Masih Bebani Bursa Asia
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
TOKYO, RABU — Saham Asia bergerak melemah di awal perdagangan tengah pekan ini, Rabu (27/3/2019). Meski sehari sebelumnya mayoritas bursa Asia ditutup naik, investor dan pelaku pasar belum yakin dengan perubahan tajam dalam pasar surat utang Amerika Serikat dan implikasinya terhadap ekonomi negeri itu.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,2 persen, sementara indeks Nikkei Jepang melemah 0,6 persen. Indeks utama Wall Street menghasilkan kenaikan yang solid pada Selasa, tetapi berakhir di bawah sesi tertingginya. Hal ini merefleksikan adanya kekhawatiran mendasar tentang prospek ekonomi AS.
Imbal hasil Treasury AS 10 tahun naik tipis menjadi 2,425 persen dari level terendah dalam 15 bulan pada awal pekan ini. Namun, kurva imbal hasil tetap terbalik. Pembalikan itu membuat banyak investor ketakutan karena fenomena ini telah mendahului setiap resesi AS selama 50 tahun terakhir, memicu aksi jual dramatis di pasar saham di seluruh dunia akhir pekan lalu dan menyerbu ke dalam surat utang Pemerintah AS yang lebih lama.
”Sementara pasar sekarang keluar dari kegelisahan ekstrem tentang kurva imbal hasil AS, tidak dapat disangkal bahwa data AS akhir-akhir ini lemah, hampir tidak menghilangkan kekhawatiran tentang prospek ekonominya,” kata Hirokazu Kabeya, Kepala Strategi Global di Daiwa Securities.
Mengacu pada pengalaman-pengalaman sebelumnya, bursa saham bisa terkerek naik selama berbulan-bulan sebelum kemudian—dalam hal ini—AS tergelincir dalam sebuah kondisi resesi. Data terbaru belum menunjukkan sesuatu yang menggembirakan. Data perumahan di AS, misalnya, belum menggembirakan dalam kurun waktu hampir dua tahun terakhir. Indeks kepercayaan konsumen juga turun.
”Kami memasuki fase baru di pasar karena siklus kebijakan moneter AS telah mencapai titik balik, dari kenaikan suku bunga hingga penurunan suku bunga,” kata Akira Takei, Manajer Dana Obligasi di Asset Management One.
”Tidak semua pelaku pasar telah mengubah pola pikir mereka. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, akan menjadi jelas bahwa penurunan suku bunga adalah kemungkinan nyata. Kurva akan dibalikkan lebih jauh sampai The Fed memotong suku bunga,” lanjut Takei.
Banyak ekonomi utama di dunia, termasuk China, Eropa, dan Jepang, sudah melambat. Hal itu tidak terbantu oleh ketidakpastian yang berasal dari gesekan perdagangan antara AS dan China serta Brexit.
Seorang pejabat senior Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pada hari Selasa bahwa ketegangan perdagangan antara AS dan China telah menyebabkan ketidakpastian ekonomi dalam jumlah besar dan dapat memangkas pertumbuhan ekonomi Asia sebesar 0,9 poin persentase. Investor dibiarkan bertanya-tanya, apa yang bakal terjadi terkait rencana Inggris untuk keluar dari Uni Eropa, dengan kemungkinan skenario mulai dari pembatalan Brexit hingga Brexit tanpa kesepakatan.
Perdana Menteri Inggris Theresa May akan berpidato di hadapan anggota parlemen dari Konservatif yang dipimpinnya. Ia berupaya untuk mendapatkan dukungan terhadap kesepakatan yang telah dijalinnya dengan Uni Eropa. Setelah kesepakatan Brexit ditolak dua kali di parlemen, parlemen bersiap untuk memilih berbagai opsi yang memungkinkan. (REUTERS)