JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan optimistis kinerja intermediasi perbankan sepanjang 2019 akan mengalami perbaikan. Pertumbuhan likuiditas akan ditopang derasnya aliran modal masuk ke pasar keuangan Indonesia.
Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yohanes Santoso Wibowo mengatakan, sejumlah sentimen global mendorong berlanjutnya aliran modal asing masuk ke pasar keuangan Indonesia. Pernyataan Bank Sentral AS, The Fed, yang tidak menaikkan suku bunga acuan tahun ini dinilai mendorong berlanjutnya arus modal masuk ke negara-negara berkembang.
”Modal asing yang secara khusus akan masuk di pasar surat utang itu turut meningkatkan likuiditas di pasar keuangan,” katanya di Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Sejak awal tahun ini hingga 22 Maret 2019, total dana asing yang sudah masuk melalui instrumen surat berharga negara sebesar Rp 63,5 triliun. Pada periode yang sama, dana investor asing yang masuk ke instrumen pasar modal sebesar Rp 11,2 triliun.
Yohanes menuturkan, sentimen global yang memengaruhi persepsi investor global, antara lain pelambatan perekonomian global yang diikuti kebijakan moneter negara ekonomi berpengaruh, misalnya Amerika Serikat (AS) yang kebijakan moneternya saat ini lebih lunak atau dovish.
Faktor lainnya adalah indikator perekonomian AS, Jepang, dan China yang cenderung berada di bawah ekspektasi. Hal itu mendorong penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Menurut Yohanes, secara tidak langsung masuknya modal asing di pasar keuangan memicu perbaikan likuiditas. Jumlah total aset likuiditas perbankan yang mencapai Rp 1.162 triliun pada akhir Februari 2019 dinilai berada pada level memadai untuk mendukung pertumbuhan kredit sepanjang tahun.
Perbaikan likuiditas pun tecermin dari besaran rasio kecukupan likuiditas sebesar 218,45 persen pada akhir Februari 2019. Pada periode yang sama, rasio aset likuid terhadap peneriman noninti (non-core deposit atau AL/NCD) sebesar 107,25 persen.
”Melonggarnya likuiditas itu juga membuat profil risiko lembaga keuangan turut terjaga. Rasio kredit macet (nonperforming loan/NPL) perbankan pada Februari 2019 tercatat sebesar 2,59 persen, sementara NPL net tercatat sebesar 1,17 persen,” katanya.
Melonggarnya likuiditas itu juga membuat profil risiko lembaga keuangan turut terjaga.
Secara terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Anton Hermanto Gunawan mengatakan, arus masuk modal portofolio tahun ini masih akan berlanjut. Hal itu berpotensi membuat likuiditas perbankan melonggar.
”Dana dari luar yang dibelanjakan dalam bentuk saham atau obligasi dalam jumlah yang cukup besar itu akan masuk ke sistem perbankan,” katanya.
Anton menambahkan, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) tahun ini dimulai sejak arus modal asing masuk ke Indonesia melalui instrumen portofolio tersebut. Selain itu, harga komoditas diperkirakan juga akan kembali booming sehingga ke depan akan turut menambah ketersediaan likuiditas.
Pertumbuhan DPK tahun ini dimulai sejak arus modal asing masuk ke Indonesia melalui instrumen portofolio tersebut. Selain itu, harga komoditas juga diperkirakan akan kembali booming sehingga ke depan akan turut menambah ketersediaan likuiditas.
Dengan kelonggaran likuiditas yang disebabkan sejumlah faktor itu, perbankan tidak lagi perlu menaikkan suku bunga kredit untuk menambah DPK. Apalagi, sejak tahun lalu, bank telah mengerek suku bunga kredit sebagai salah satu upaya menghimpun DPK.
Berdasarkan data OJK, pada Februari 2019 pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 12,13 persen dibandingkan Februari 2018. Adapun pertumbuhan DPK Perbankan sebesar 6,57 persen. Pada tahun ini, OJK menargetkan kredit tumbuh 10-12 persen, sedangkan DPK ditargetkan tumbuh 8-10 persen.