DEPOK, KOMPAS — Industri farmasi dan bahan farmasi diandalkan sebagai salah satu industri prioritas penggerak perekonomian Indonesia. Namun, di sisi lain, industri farmasi di Indonesia masih sangat tergantung pada impor bahan baku.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, impor Indonesia pada Januari-Februari 2019 sebesar 27,193 miliar dollar AS. Dari impor senilai itu, 75,1 persen di antaranya berupa bahan baku dan penolong. Adapun sisanya 16,71 persen berupa barang modal dan 8,91 persen berupa barang konsumsi.
”Saat ini, Indonesia masih mengimpor bahan baku obat sekitar 4 miliar dollar AS dan produk jadi farmasi sekitar 800 juta dollar AS,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Depok, Jawa Barat, Rabu (27/3/2019).
Airlangga menyampaikan hal itu pada acara pelepasan kontainer ekspor ke-3.000 dari pabrik PT Bayer Indonesia di Cimanggis, Depok, ke Eropa. Duta Besar Republik Federasi Jerman untuk Indonesia Peter Schoof dan Managing Director German Indonesian Chamber of Commerce and Industry (Ekonid) Jan Roennfeld hadir dalam acara itu.
Dalam kesempatan itu diserahkan juga sertifikat pelatihan vokasi mekatronika dari Ekonid untuk PT Bayer Indonesia dan siswa sekolah menengah kejuruan.
Meskipun nilai ekspor meningkat dari 1,101 miliar dollar AS pada 2017 menjadi 1,136 miliar AS pada 2018, berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, neraca perdagangan industri farmasi masih defisit. Sebab, hampir 90 persen bahan baku industri farmasi masih harus diimpor.
Saat ini ada 206 perusahaan industri farmasi di dalam negeri. Rinciannya, 178 perusahaan swasta nasional, 24 perusahaan multinasional, dan 4 perusahaan badan usaha milik negara. Industri farmasi dalam negeri memenuhi 75 persen kebutuhan obat dalam negeri
Ekspansi
Dalam kesempatan itu, Airlangga menyampaikan keinginan pemerintah agar pelaku industri terus melakukan ekspansi atau investasi baru. Dengan demikian, ekspor bisa meningkat dan lapangan kerja bisa bertambah.
”Sekarang, adanya BPJS yang meng-cover 217 juta orang dengan biaya Rp 100 triliun tentu menjadi kesempatan untuk mengembangkan industri farmasi,” katanya.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, penanaman modal asing untuk industri kimia dan farmasi pada 2018 sebesar 1,938 miliar dollar AS. Adapun penanaman modal dalam negeri Rp 13,337 triliun.
Presiden Direktur Bayer Indonesia Angel Michael Evangelista menyampaikan, 80 persen hasil produksi pabrik Bayer di Cimanggis, Depok, diekspor ke lebih dari 32 negara di dunia.
”Kami merayakan pencapaian pengiriman kontainer ekspor produk kesehatan ke-3.000. Dengan bangga kami menyebutnya dari Cimanggis ke Eropa,” kata Evangelista.
Ia menuturkan, pencapaian lain Bayer adalah penanaman investasi Rp 1,6 triliun. Investasi tersebut digunakan untuk membangun dan melengkapi pabrik di Cimanggis dengan fasilitas modern untuk memproduksi produk berstandar dunia.
Bayer Indonesia juga menyelenggarakan pelatihan vokasi mekatronika bagi siswa SMK.
”Ketiga pencapaian ini menunjukkan komitmen Bayer Indonesia untuk menjadi bagian dalam pembangunan ekonomi Indonesia,” ujar Evangelista.
Senior Bayer Representative of ASEAN Ernst Coppens menambahkan, produk pabrik Bayer di Cimanggis mampu menembus pasar ekspor. ”Termasuk ke negara-negara dengan regulasi farmasi ketat, seperti Australia, Korea Selatan, dan negara-negara di Uni Eropa,” kata Coppens.