Kekhawatiran pada Ekonomi Global Masih Membebani Bursa Asia
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
TOKYO, KAMIS — Pasar saham Asia bergerak melemah pada awal perdagangan, Kamis (28/3/2019), akibat kekhawatiran terhadap resesi yang mengirim imbal hasil surat utang lebih rendah di seluruh dunia. Kondisi itu pun membayangi upaya bank sentral untuk menenangkan kegelisahan para pelaku pasar.
Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang tergelincir 0,2 persen pada awal perdagangan, sedangkan pasar saham Korea Selatan turun 0,7 persen. Indeks Nikkei Jepang ambles 1,7 persen, sementara pasar future Indeks S&P 500 melemah 0,5 persen. Di Wall Street, semalam waktu Indonesia, Indeks Dow Jones turun 0,13 persen, sedangkan Indeks S&P 500 kehilangan 0,46 persen, dan Nasdaq melempem 0,63 persen.
Kekhawatiran bahwa inversi kurva US Treasury mengisyaratkan resesi pada masa depan semakin dalam karena imbal hasil 10 tahun turun ke posisi terendah dalam kurun waktu 15 bulan di level 2,35 persen.
Hal itu memengaruhi imbal hasil surat-surat utang di negara lain. Imbal hasil surat utang Jerman 10 tahun, misalnya, merosot lebih dalam ke wilayah negatif setelah Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi mengatakan bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut dapat ditunda.
Rencana untuk mengurangi efek samping dari suku bunga negatif juga dapat dipertimbangkan. Hal itu menunjukkan bahwa bank sentral sedang mempersiapkan untuk periode yang panjang di bawah nol.
Kejutan di Selandia Baru
Pergeseran itu menjadi panas karena kejutan lain, misalnya, datang dari Bank Sentral Selandia Baru yang mengabaikan bias netralnya untuk mengatakan bahwa pergerakan suku bunga berikutnya kemungkinan akan turun. Bank Sentral Selandia Baru secara eksplisit mengutip semua langkah pelonggaran oleh bank sentral lain sebagai alasan untuk berbalik arah karena mereka telah memberikan tekanan ke atas yang tidak diinginkan pada mata uang setempat.
Itulah salah satu alasan pasar bertaruh, Bank Sentral Australia juga akan dipaksa memotong suku bunga hanya untuk menghentikan mata uangnya dari apresiasi. Pelonggaran kebijakan kemudian menjadi siklus pemenuhan diri di seluruh dunia.
”Pergeseran kecenderungan menunda kenaikan suku bunga (dovish) yang terus-menerus oleh bank sentral G7, dukungan berkelanjutan oleh otoritas China, dan langkah Bank Sentral Selandia Baru akan menjaga tekanan bergerak ke arah yang sama,” kata Su-Lin Ong, Kepala Strategi RBC Capital Markets, di Australia dan Selandia Baru.
”Pada dasarnya, ini adalah siklus kebijakan global,” ujar Su-Lin Ong.
Tindakan Bank Sentral Selandia Baru itu memiliki efek yang diinginkan pada mata uangnya. Mata uang setempat melemah terhadap dollar AS. Dollar Australia juga turun sekitar 0,7 persen terhadap dollar AS.
Sementara itu, di Eropa, komentar Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi juga menarik euro kembali ke level 1,1250 per dollar AS. Mata uang dollar AS cenderung menguat pada perdagangan hari ini. (REUTERS)