Pembangunan Kota Cerdas Perlu Diiringi Penyiapan Warga Cerdas
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring berkembangnya teknologi informasi, kota dan kabupaten di Indonesia berlomba mengembangkan daerahnya menjadi smart city atau kota cerdas. Namun, pemerintah tidak boleh abai karena komponen penting pembangunan wilayah adalah manusia. Untuk itu, membangun kota cerdas perlu juga diiringi dengan membangun smart citizen atau warga cerdas.
Sekelumit persoalan itu dibahas dalam diskusi bertajuk ”Budaya Gotong Royong dalam Mendorong Pembangunan di Era Digital”, Kamis (28/3/2019), di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Berbagai elemen, seperti pemerintah daerah, kementerian, pelaku usaha, dan lembaga swadaya masyarakat hadir membahas persoalan tantangan membangun warga cerdas dalam rangkaian acara Smart Citizen Day 2019 itu.
Konsep kota cerdas sejatinya tidak hanya dimaknai sebagai pembangunan kota dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk menyelesaikan berbagai masalah di perkotaan. Membangun kemampuan dan kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan teknologi informasi yang baik juga diperlukan.
Salah satu pemateri dalam diskusi itu adalah Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho. Ia mengatakan, masyarakat masih ada yang mudah percaya berita bohong di media sosial.
Sebagai orang yang bertugas menyampaikan informasi bencana nasional, Sutopo kerap direpotkan oleh berita bohong yang beredar. Berita bencana yang belum terbukti kebenaran dan dari sumber yang tidak jelas masih saja ada yang menyebarkan.
”Saat ini, kecenderungan masyarakat menelan informasi apa saja. Bahkan, ikut menyebarkan juga informasi yang mereka terima dan anggap benar,” kata Sutopo.
Hal itu ternyata tidak hanya berdampak kegaduhan di media sosial atau aplikasi pesan. Kegaduhan benar-benar terjadi di masyarakat dan mengakibatkan kerugian ekonomi. Sutopo mencontohkan, saat Gunung Agung di Bali meletus kecil, beredar kabar bohong di media sosial. Ada yang menyebarkan video gunung api dengan letusan besar di media sosial disertai keterangan bahwa itu terjadi di Gunung Agung.
”Dampak ekonomi di Bali saat itu diperkirakan Rp 11 triliun. Ribuan turis asing meninggalkan Bali. Padahal, letusan di Gunung Agung tidak apa-apa,” katanya.
Sutopo mengatakan, teknologi informasi sudah memudahkan pemerintah dalam meninjau kawasan rawan bencana. Berbagai aplikasi telah digunakan untuk menginformasikan bencana secara cepat kepada masyarakat. Apalagi, saat ini ada media sosial yang juga digunakan untuk itu.
Sutopo mengatakan, jangan sampai manfaat itu tidak berarti apa-apa jika masyarakat ikut menyebarkan berita bohong. Masyarakat perlu berkali-kali mengecek informasi untuk memastikan kebenaran berita yang tidak jelas sumbernya.
Kolaborasi
Masyarakat cerdas memiliki karakteristik peka melaporkan berbagai masalah di lingkungannya. Agar masalah itu bisa diselesaikan, kinerja sumber daya manusia di pemerintahan juga perlu dibentuk agar responsif.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, untuk mewujudkan hal itu, perlu adanya kolaborasi yang baik. Ia mencontohkan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan penegak hukum yang baik dalam penanganan berita bohong di dunia maya.
Selama Agustus 2018 sampai Februari 2019, Kemkominfo mencatat ada 771 berita bohong. Hal itu didapat dari pelacakan Kemkominfo dan laporan masyarakat. Setelah diverifikasi, laporan masyarakat diteruskan ke polisi.
”Penegakan hukumnya kita cari tahu siapa penyebarnya setelah itu diblokir dan dilaporkan ke polisi. Sistem itu berjalan baik kalau kolaborasi antara masyarakat, pemerintah dan penegak hukum baik,” katanya.
Rama Raditya, Founder & CEO Qlue, perusahaan pengembang sistem kota cerdas, mengatakan, kota cerdas tidak akan berarti apa-apa tanpa warga cerdas. Keterlibatan warga dalam menggunakan berbagai sistem dan aplikasi kota cerdas diperlukan.
”Partisipasi warga dalam melaporkan berbagai masalah di lingkungan melalui aplikasi yang ada, misalnya, akan turun membangun kota lebih baik lagi,” kata Rama.
Warga cerdas akan terbentuk jika literasi digital terus digalakkan kepada masyarakat. Rama mengatakan, salah satu komponen literasi digital dalam konteks kota cerdas adalah mampu menggunakan teknologi imformasi untuk membagikan sesuatu yang berdampak positif. (SUCIPTO)