JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah anggota DPRD menilai, penetapan tarif moda raya terpadu atau MRT tidak sesuai prosedur karena tidak dibahas lagi dalam rapat pimpinan gabungan. Hal ini dapat menyebabkan proses pengajuan subsidi akan lebih rumit dan tarif MRT ini rentan digugat.
Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus mengatakan, tidak ada anggota DPRD lain yang dilibatkan dalam penetapan tarif yang disepakati oleh Gubernur DKI Anies Baswedan dan Ketua DPRD Prasetio Edi Marsudi.
”Awalnya kami setuju kalau tarif rata-ratanya Rp 8.500 karena hal ini dibahas dalam rapimgab (rapat pimpinan gabungan) pada Senin lalu. Namun, ternyata tarif yang disahkan malah Rp 14.000 dengan jarak Stasiun Lebak Bulus-Bundaran HI,” kata Bestari di Kantor DPRD DKI Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Sebelumnya, pada Senin, 25 Maret, diadakan rapimgab yang dipimpin Prasetio untuk membahas tarif MRT. Rapimgab itu dihadiri sejumlah ketua fraksi dan ketua komisi DPRD. Dalam rapimgab tersebut, disepakati tarif MRT sebesar Rp 8.500 per 10 kilometer.
Kemudian, pada Selasa, 26 Maret, Anies mendatangi ruangan Prasetio dan melakukan pertemuan tertutup untuk membahas tarif MRT. Dari hasil pertemuan tersebut, ditetapkan tarif MRT dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI sebesar Rp 14.000 dengan besaran tarif berbeda-beda setiap stasiun.
Bestari menyebutkan, jika tidak sesuai prosedur, proses pengajuan subsidi tarif akan lebih rumit karena tidak semua anggota DPRD sepakat dengan tarif tersebut. Tarif MRT itu juga rentan digugat masyarakat yang merasa kemahalan dengan tarif tersebut.
”Masyarakat pengguna sepeda motor tentu lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi karena kalau naik MRT pergi-pulang dari Lebak Bulus ke Bundaran HI memakan biaya sekitar Rp 28.000, jauh lebih mahal ketimbang biaya bensin untuk sepeda motornya,” tuturnya.
Tarif MRT itu juga rentan digugat masyarakat yang merasa kemahalan dengan tarif tersebut.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra M Taufik mengatakan, seharusnya dilakukan lagi rapimgab lanjutan untuk membahas tarif MRT agar legalitasnya tidak dipertanyakan.
”Tarif terakhir ini, kan, kesepakatan Anies dan Ketua DPRD saja, sedangkan hasil rapimgab disepakati tarifnya Rp 8.500. Jika ada perubahan, seharusnya pembahasan ini dibawa lagi ke rapimgab,” ucapnya.
Secara terpisah, Anies menyatakan tidak ingin berpolemik terkait masalah penetapan tarif. Ia pun masih enggan membahas peraturan gubernur yang mengatur besaran tarif MRT.
”Pertemuan saya dengan Prasetio hanya untuk meluruskan besaran tarif ini agar tidak salah persepsi di masyarakat. Selain itu, Ketua DPRD juga telah mengumpulkan ketua fraksi, dan itu proses internal di dewan,” ujar Anies.
Sebelumnya, Prasetio mengatakan, pada rapimgab Senin, ada perbedaan pandangan antara tarif yang diusulkan pemerintah dan tarif yang disetujui DPRD. Oleh sebab itu, pertemuannya dengan Anies bertujuan untuk menyamakan persepsi terkait tarif MRT ini.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abubakar mengatakan, tarif yang ditetapkan pemerintah dan DPRD ini sudah tepat karena hitungannya per stasiun. Awalnya DTKJ juga mengajukan usulan tarif sebesar Rp 12.000 ke DPRD dan sudah terintegrasi. Namun, usulan tersebut tidak dipilih.
”Agak sulit memang agar semua pihak bisa berkoordinasi membuat tarif yang terintegrasi. Padahal, tarif integrasi ini akan memudahkan masyarakat hanya dengan satu harga,” katanya.