Respons Keluhan Warga, Pabrik Pasang Mesin Pengurai Bau
Produsen serat rayon, PT Rayon Utama Makmur, di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, menyatakan terus berupaya menekan polusi bau tak sedap yang dikeluhkan masyarakat sekitar pabrik.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
SUKOHARJO, KOMPAS — Produsen serat rayon, PT Rayon Utama Makmur, di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, menyatakan terus berupaya menekan polusi bau tak sedap yang dikeluhkan masyarakat sekitar pabrik. Perusahaan telah memasang mesin untuk mengurai bau. Selain itu, mereka juga akan mendatangkan alat baru pendaur ulang asam sulfat dari China untuk mengatasi persoalan tersebut.
Juru bicara PT Rayon Utama Makmur (RUM), Bintoro Dibyoseputro, di Sukoharjo, Kamis (28/3/2019), mengatakan, pihaknya sudah memasang alat bernama wet scrubber. Alat tersebut berfungsi mengurai bau yang muncul dari proses produksi serat rayon. Serat rayon merupakan bahan baku benang untuk industri tekstil.
”Ini (wet scrubber) sudah berfungsi sangat baik. Per hari ini, rata-rata emisi gas H2S (hidrogen sulfida) hanya 1 kilogram, jauh dari batas maksimum yang diperbolehkan, yakni 30 kg gas H2S setiap memproduksi 1 ton serat rayon,” kata Bintoro.
Sebelum pemasangan wet scrubber, emisi gas buang H2S 10 kg per ton produksi serat rayon. Operasional wet scrubber ini terus disempurnakan.
”Dengan adanya penyempurnaan operasional wet scrubber, maka bau itu bisa sangat ditekan. Mudah-mudahan, nanti kalau (H2S) sudah bisa di bawah 1 kg, gangguan bau tersebut pelan-pelan akan lenyap,” ujar Bintoro.
Menurut Bintoro, PT RUM juga telah memesan mesin H2S04 recovery untuk mendaur ulang H2SO4 (asam sulfat). Mesin atau alat pendaur ulang itu kini sedang dirakit di China. Pihaknya menargetkan bagian-bagian mesin itu mulai dikirim bertahap pada Agustus 2019 sehingga bisa dipasang secepatnya.
”Dengan alat ini, kami sangat berharap sulfur atau penyebab utama dari gangguan udara ini bisa kita daur ulang sehingga tidak terlepas bebas di udara,” kata Bintoro.
Sebelumnya proses produksi serat rayon PT RUM menimbulkan polusi berupa bau tak sedap. Merasa dirugikan, warga yang tinggal di sekitar pabrik beberapa kali berunjuk rasa. Pada 27 November 2018, Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya memerintahkan penghentian sementara uji coba kegiatan produksi PT RUM setelah ribuan warga terdampak berunjuk rasa di kantor Bupati Sukoharjo.
Sebelum itu, pada 23 Februari 2018, Bupati Sukoharjo telah memberikan sanksi administrasi berupa penutupan sementara kegiatan produksi PT RUM. Perusahaan itu diwajibkan memasang alat continuous emission monitoring system (CEMS) pada cerobong asap dan melakukan pengendalian emisi sehingga tidak menimbulkan bau yang mengganggu masyarakat.
Perusahaan juga diwajibkan menyelesaikan pemasangan pipa pembuangan dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) hingga Sungai Bengawan Solo. Perusahaan dalam grup PT Sri Rejeki Isman Tbk ini diberi batas waktu selama 18 bulan untuk memenuhi kewajiban itu.
Bintoro mengatakan, PT RUM saat ini masih dalam status terkena sanksi administrasi. Jika telah beroperasi normal sesuai kapasitas terpasang, PT RUM bisa memproduksi hingga 80.000 ton serat rayon per tahun.
General Manager SDM PT RUM Hario mengatakan, tiga kewajiban yang harus dipenuhi PT RUM sesuai sanksi administrasi dari Bupati Sukoharjo tersebut telah dipenuhi semua dalam waktu enam bulan.
”Limbah PT RUM semua sudah terkelola baik. Limbah padat, cair, dan gas semua sudah kami lakukan pengelolaan dengan baik agar tidak mengganggu lingkungan,” kata Hario.
Sutarno Ari Suwarno, warga Dusun Banaran, Desa Serut, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, mengatakan, bau tak sedap dari PT RUM masih tercium oleh warga. Bau itu bisa muncul sewaktu-waktu sesuai arah angin. Saat hujan, bau tak sedap lebih menyengat. ”Hari ini masih bau, seperti (bau) petai,” katanya.
Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Sukoharjo Agus Suprapto mengatakan, pihaknya terus memantau upaya PT RUM mengelola limbah dan menekan polusi bau. Dia mengatakan, gas buang PT RUM sebenarnya di bawah baku mutu yang ditetapkan, tetapi kadang masih muncul bau tidak sedap.
Bau tidak sedap itu, diakui Agus, menurun setelah pemasangan wet scrubber. ”Kalau dari angka, (emisi) masih di bawah baku mutu, cuma kadang masih timbul bau,” kata Agus.