Uang Suap Bowo Sidik Pangarso untuk "Serangan Fajar" Pemilu 2019
Oleh
RIANA IBRAHIM
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso diduga sudah berulangkali menerima suap. Tidak hanya dari satu perusahaan tetapi diduga dari banyak perusahaan. Uang suap ditengarai sengaja dikumpulkan Bowo untuk "serangan fajar" menjelang Pemilu 2019, 17 April 2019.
Dalam jumpa pers yang digelar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (28/3/2019) malam, Bowo diumumkan sebagai tersangka bersama Indung dari PT Inersia yang diduga bertindak sebagai perantara penerimaan suap. Selain itu, Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti yang diduga sebagai pemberi suap, juga ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam jumpa pers tersebut, puluhan kardus dari 82 kardus dan dua buah kotak kontainer berisikan uang pecahan Rp 20.000 dan Rp 50.000 yang disita KPK saat operasi tangkap tangan, Rabu (27/3/2019) malam hingga Kamis (28/3/2019) pagi, diperlihatkan. Sebagian uang sudah dibagi-bagi ke dalam amplop. Jumlah amplop diperkirakan mencapai 400.000 lembar. Total uang mencapai Rp 8 miliar.
Kardus-kardus itu ditempatkan di belakang Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat keduanya memberikan keterangan pers.
“Diduga yang bersangkutan mengumpulkan uang yang sejumlah penerimaannya terkait penyelenggara negara dan disiapkan untuk serangan fajar pada Pemilu 2019. KPK kembali mengingatkan bagi para aktor politik untuk menghentikan perbuatan korupsi apalagi untuk pembiayaan politik,” ujar Basaria.
Serangan fajar dimaksud, adalah uang yang diberikan ke calon pemilih menjelang pemungutan suara, untuk mempengaruhi pilihan pemilih.
Merujuk pada data dari Komisi Pemilihan Umum, Bowo Sidik Pangarso maju kembali di Pemilu 2019 dari daerah pemilihan Jawa Tengah II yang terdiri atas Kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Jepara.
KPK menyebut, ada tujuh kali penerimaan dari PT HTK untuk Bowo yang totalnya mencapai Rp 1,5 miliar dengan rincian Rp 300,4 juta dan 85,130 dollar Amerika Serikat. Sementara sisanya sebesar Rp 6,5 miliar diduga berasal dari perusahaan lain.
Khusus penerimaan dari PT HTK, Bowo diduga menekan PT Pupuk Indonesia Logistik untuk menggunakan jasa PT HTK lagi untuk kepentingan distribusi pupuk. Tindakan ini dilakukan atas permintaan PT HTK dengan kesepakatan memberi suap.
Pasca kejadian ini, KPK kembali mengingatkan masyarakat agar memilih calon wakil rakyat yang jujur. Selain politik uang, pemilih juga perlu mencermati para calon legislatif yang patuh melaporkan LHKPN.
“Ini sikap yang harus diambil pada Pemilu tanggal 17 nanti. Pilih yang jujur dan pemilih juga harus bersikap jujur dengan menolak pemberian yang dikenal dengan istilah serangan fajar dan tidak memilih yang menggunakan politik uang karena itu mendorong mereka melakukan korupsi saat mereka menjabat,” tambah Basaria.