Angkutan berbasis aplikasi seperti ojek daring dinilai menimbulkan titik-titik kemacetan baru, khususnya di kota-kota padat penduduk. Di sisi lain, mereka memenuhi kebutuhan masyarakat, juga mendukung adanya sistem pembayaran nontunai.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Angkutan berbasis aplikasi seperti ojek daring dinilai menimbulkan titik-titik kemacetan baru, khususnya di kota-kota padat penduduk. Di sisi lain, mereka memenuhi kebutuhan masyarakat, juga mendukung adanya sistem pembayaran nontunai.
Hal tersebut mengemuka pada Rapat Kerja Komisariat Wilayah III Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/3/2019). Diperlukan solusi bersama agar angkutan daring tetap beroperasi tanpa mengganggu penataan kota.
Sejumlah pemerintah kota, seperti Bandung, Bogor, Bekasi, dan Yogyakarta, mengeluhkan belum adanya data jumlah angkutan daring yang beroperasi di setiap kota. ”Sampai sekarang kami tak tahu (jumlah pasti). Angkutan daring yang mengetem justru menimbulkan kemacetan baru,” ujar Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana.
Ia menuturkan, pihaknya sudah membahas hal itu dengan pemimpin perusahaan aplikasi angkutan daring. Namun, belum ada langkah nyata untuk meneruskan hal itu kepada para mitra. Angkutan daring kerap menunggu panggilan di bahu jalan sehingga menyebabkan macet.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengemukakan, perlu ada kejelasan berapa unit kendaraan yang beroperasi. ”Ini problem serius karena tak ada kejelasan berapa unit yang beroperasi. Kalau ada data, kami bisa bantu, misalnya soal lahan untuk shelter,” ujarnya.
VP Regional Government Relations Go-Jek Damar Juniarto yang hadir dalam acara itu menjelaskan, pihaknya mendukung penataan sehingga ojek daring, khususnya Go-Jek, bisa lebih tertata dan tak mengganggu lalu lintas. Namun, sejumlah kendala masih dihadapi.
Menurut dia, tak mudah mengedukasi para mitra untuk mengikuti aturan-aturan yang disepakati. ”Yang kami lakukan, saat ini di setiap kota ada kopi darat. Kami juga menambah point of interest untuk titik penjemputan dan penurunan penumpang,” ucap Damar.
Yang kami lakukan, saat ini di setiap kota ada kopi darat. Kami juga menambah ”point of interest” untuk titik penjemputan dan penurunan penumpang.
Terkait jumlah angkutan daring, Damar menuturkan, pihaknya mengacu pada supply and demand di masyarakat. Apabila kebutuhan sudah terpenuhi, perekrutan tidak dilakukan. Adapun data jumlah mitra angkutan daring di setiap kota menurut rencana akan dibuka pada Juni 2019 untuk roda empat, kemudian disusul ojek.
Ketua Apeksi yang juga Wali Kota Tangerang Selatan, Banten, Airin Rachmi Diany mengatakan, pihaknya akan menyampaikan masalah itu ke Kementerian Perhubungan. ”Bukan saling menyalahkan, tetapi bagaimana untuk mencari solusi,” ucapnya.
Di Kota Semarang, sejumlah titik yang kerap dipadati angkutan daring yang mengetem antara lain sejumlah mal serta Stasiun Semarang Tawang dan Stasiun Semarang Poncol. Khusus di stasiun, ojek daring boleh mengambil penumpang pada jarak tertentu, yang merupakan solusi bersama dengan ojek pangkalan.
Di area parkir Mal Paragon juga terdapat shelter Grab, dengan ukuran sekitar 2,5 meter x 1 meter. Terdapat fasilitas charge ponsel, minum, dan lainnya. Namun, berdasarkan pantauan, sejumlah ojek daring tetap memilih menunggu penumpang di trotoar dan sisi jalan.
”Tentu, kami tidak bisa mengatur semuanya karena tipe orang berbeda-beda. Namun, yang jelas, siapa pun bisa ke sini (shelter) karena memang tujuannya agar tertib dan tak bikin macet,” ujar Asep Karyanto (48), mitra Grab Bike.
Kolaborasi
Di sisi lain, Pemkot Semarang menggandeng Go-Jek dalam rangka melibatkan peran swasta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Kolaborasi itu antara lain diterapkan dalam pembayaran bus rapid transit (BRT) Trans-Semarang dengan Go-Pay (transaksi nontunai).
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menuturkan, sulit jika membangun kota hanya mengandalkan APBD. ”Karena itu, kami memfasilitasi. Selain investasi, kami mendorong perusahaan mengeluarkan CSR (tanggung jawab sosial perusahaan). Dengan Go-Pay, agar pembayaran nontunai ini menjadi habit,” ujarnya.
Damar menuturkan, kerja sama dengan Pemkot Semarang dilakukan sejak 2018. ”Selain dalam sistem pembayaran nontunai pada BRT, juga ada pembayaran pajak bumi dan bangunan dengan QR Code dan pelatihan pemasaran digital untuk UMKM,” katanya.