Cawapres di Pondok Pesantren
Lantunan lagu Ya Lal Wathon bergema dinyanyikan warga dan santri di Pondok Pesantren An-Nur, Kampung Ngrukem, Sewon, Bantul, Yogyakarta, Kamis (28/3/2019) siang. Calon Wakil Presiden Ma’ruf Amin dengan semangat mengacungkan kepalan tangannya ke atas sembari ikut bernyanyi, Indonesia negeriku, engkau panji martabatku, siapa datang mengancammu, ‘kan binasa di bawah durimu…
Ma’ruf Amin berdiri di atas panggung dengan ditemani Ketua Pengurus Wilayah Nahdalatul Ulama (PWNU) DI Yogyakarta Yassin Nawawi. Di hadapannya, ribuan warga NU se-Bantul memadati lapangan kompleks Ponpes An-Nur. Sementara itu, sejumlah petugas Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) Sewon yang ikut memantau acara berjaga-jaga tepat di pinggir panggung.
Siang itu, Amin berkunjung ke Ponpes An-Nur untuk bersilaturahim. Acara diawali dengan lantunan doa-doa, yang dilanjutkan kata sambutan dari Amin. Pantauan Kompas yang mengikuti rangkaian kampanye Amin di sejumlah titik, Amin biasanya akan menyampaikan pesan yang sama di setiap kunjungan silaturahim.
Beberapa di antaranya, menyampaikan ajakan untuk menjaga persatuan di tengah perbedaan sikap politik pilpres, mengklarifikasi hoaks yang beredar terkait dirinya dan Jokowi, serta mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya pada 17 April 2019 nanti dan tidak golput (golongan putih).
Seperti di ponpes sebelumnya yang didatangi, Amin juga meminta doa dan dukungan dari para santri untuk dirinya dan Jokowi di pemilu. Pesan serupa sebelumnya ia sampaikan saat pengajian di Masjid Shidiq Zarkasyi, di Kompleks Pondok Pesantren An-Nawawi di Dusun Berjan, Gebang, Purworejo, pada kampanye hari pertama di Jawa Tengah.
“Saya mendoakan para santri, tetapi saya juga minta doa dan dukungan. Mudah-mudahan saya dan Pak Jokowi terpilih,” kata Amin disambut tepuk tangan dari para santri, kiai, dan warga setempat.
Luthfi Abdurrahman, salah seorang panwascam, sibuk memantau dan mendokumentasikan kegiatan Amin, siang itu, untuk keperluan pengawasan. Di panggung, ada spanduk bertuliskan “Silaturahmi dan Istighosah Bersama Prof. DR. (HC) KH. Ma’ruf Amin”. Tidak ada gambar wajah Amin beserta keterangan statusnya sebagai calon wakil presiden di situ, diganti dengan karikatur wajah para pendiri ponpes.
Luthfi mengatakan, setiap ada acara kandidat (capres-cawapres) di tempat ibadah dan lembaga pendidikan, panwascam harus hadir untuk mengawasi konten pertemuan. Ini karena, sesuai Pasal 280 ayat (1) Undang-Undang Pemilihan Umum, tempat ibadah dan lembaga pendidikan dilarang untuk kepentingan kampanye.
Meski demikian, kandidat tetap boleh mengemas kunjungannya dalam bentuk silaturahim. “Asalkan tidak ada ajakan mencoblos dirinya, tidak berkampanye visi-misi secara eksplisit, tidak ada atribut kampanye, tidak apa-apa. Jatuhnya hanya berkunjung dan bersilaturahim,” kata Luthfi.
‘Leyeh-leyeh’
Kunjungan Amin dalam rangka kampanye rapat umum selama tiga hari di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sebagian besar memang dihabiskan dengan menyambangi berbagai pondok pesantren. Sejak 26-28 Maret 2019, dari sembilan kegiatan, total ada lima ponpes yang didatangi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Di sejumlah titik kunjungan Amin, panwascam berjaga-jaga sebelum atau pada saat acara. Saat bersilaturahim di Ponpes Al Habibiah, Yogyakarta, Wakil Ketua PWNU DI Yogyakarta Fahmi Akbar Idris, mengatakan, sebelum acara diadakan, ada panwascam yang menanyakan tujuan Amin datang ke ponpes tersebut.
Di Ponpes Al Habibiah ini, ada spanduk bertuliskan ‘Kami Bangga KH. Ma’ruf Amin, Lahir Batin untuk NKRI’. Di spanduk itu, ada wajah Amin serta tulisan atribusi ‘Cawapres 01’. Kegiatan yang dilakukan adalah silaturahim dan makan siang bersama Amin dengan sejumlah kiai PWNU Yogyakarta.
“Saya jawab, ini kegiatan leyeh-leyeh (bersantai), silaturahim saja, bukan untuk berkampanye, jadi bukan masalah,” kata Fahmi.
Amin pun berguyon mengatakan hal yang sama di hadapan para kiai. “Ini acara leyeh-leyeh saja. Kalau leyeh-leyeh itu, ya, tidak kenapa-kenapa. Tidak akan kena ‘semprit’,” ucap Amin.
Tidak hanya di Jateng dan Yogyakarta, saat Amin menyambangi berbagai wilayah lain di Indonesia pun, ia lebih banyak mendatangi ponpes, berkonsolidasi dengan para santri dan kiai NU atau menghadiri tabligh akbar (pengajian massal), ketimbang mengadakan acara kampanye akbar di lapangan terbuka dengan segmen pemilih lain.
Tugas khusus
Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas, Maret 2019 dengan tingkat margin of error +/- 2,2 persen, elektabilitas Jokowi-Amin 49,2 persen, turun dari elektabilitas sebelumnya di Oktober 2018 yaitu 52,6 persen. Peran Amin sebagai cawapres dinilai belum maksimal untuk mendongkrak elektabilitas Jokowi. Hanya 5,4 persen responden yang menjatuhkan pilihan ke Jokowi-Amin karena faktor Amin.
Terkait itu, Amin mengatakan, ia memang sengaja diberi tugas khusus untuk mengamankan segmen pemilih Muslim dan kelompok santri, ulama dan kiai, yang selama ini dianggap tidak dekat dengan Jokowi. Dengan latar belakangnya sebagai ulama, Amin dipercaya mengamankan segmen pemilih itu.
“Jalur utama saya memang ke santri-santri dan ulama, sementara Pak Jokowi lebih fokus ke segmen lain. Kami berbagi tugas, terkadang kami lintas segmen, tetapi fokus utama saya memang di sini,” ucapnya.
Setali tiga uang, Calon Wakil Presiden Nomor Urut 02 Sandiaga Uno juga mengunjungi pondok pesantren dalam rangkaian kampanye akbarnya. Pada hari keempat kampanye rapat umum, Rabu (27/3), Sandiaga berkunjung ke Komunitas Muslim Kokoda di Pondok Pesantren Emeyodere, Sorong Timur, Papua Barat.
Di sana, Sandiaga menampung keluh kesah sejumlah guru honorer yang merasa gajinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sandiaga juga menyampaikan janji untuk memperbaiki keadaan jika terpilih menjadi presiden dan wakil presiden.
Sandiaga mengatakan, dirinya dan Prabowo sudah menandatangani kontrak politik dengan para guru honorer dan K2. “Sudah pasti, kami Prabowo dan Sandiaga akan mencari solusi permanen bagi guru-guru honorer. Nasib guru akan kami perjuangkan. Ibu saya pendidik, paman saya guru, dan kakek saya kepala sekolah,” ujar Sandiaga.
Seperti Amin, Sandiaga juga menyebut kedatangannya bukan untuk berkampanye, meski dilakukan di momentum kampanye rapat umum. Ia mengaku hanya ingin bersilaturahim.
Selama masa kampanye, pesantren menjadi magnet tersendiri bagi para kandidat. Semua capres-cawapres tercatat pernah berkunjung ke pesantren selama safari politik.
Dari segi elektoral, pesantren memang memiliki daya tarik khusus. Jumlah santri di Indonesia yang terhitung banyak. Mengacu pada data Direktorat Jenderal Islam Departemen Agama pada 2016, ada 28.194 pesantren di seluruh Indonesia dengan jumlah santri mencapai 4.290.626 oran
Pengajar komunikasi politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Iding Rasyidin mengatakan, dari segi elektoral, pesantren memang memiliki daya tarik khusus. Pertama, jumlah santri di Indonesia yang terhitung banyak. Mengacu pada data Direktorat Jenderal Islam Departemen Agama pada 2016, ada 28.194 pesantren di seluruh Indonesia dengan jumlah santri mencapai 4.290.626 orang.
Kedua, komunikasi politik yang terbina di pesantren tergolong dalam struktur tradisional. Pemimpin, kiai, atau pengasuh pesantren memiliki pengaruh yang kuat bagi para santri.
“Ada ketundukan yang cukup tinggi kepada kiai. Sehingga, kalau pemimpinnya sudah bisa dipegang, biasanya lebih mudah untuk mendapat dukungan para santrinya,” kata Iding.
Iding menilai, larangan kandidat mengunjungi pesantren saat masa kampanye sulit diterapkan secara kaku. Itu karena magnet elektoral dari kegiatan berkunjung ke pesantren cukup signifikan. Apalagi, di pemilu kali ini, pesantren dapat disebut ‘rumah kedua’ untuk Amin yang berlatar belakang ulama.
“Akhirnya memang disiasati, melalui kunjungan ke pesantren dalam konteks silaturahim, dan memang itu yang sekarang dilakukan oleh para kandidat, agar tidak dituduh melanggar aturan,” kata Iding.