JAKARTA, KOMPAS — Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar atas nama Pemerintah Indonesia, dan Dubes Inggris untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN, Moazzam Malik, atas nama Pemerintah Inggris, Jumat (29//3/2019) sore, menandatangani Persetujuan Kemitraan Sukarela tentang Penegakan Hukum Kehutanan, Penatakelolaan, dan Perdagangan Produk Kayu antara Indonesia dan Inggris Raya. Penandatanganan perjanjian ini untuk mengantisipasi perdagangan kayu dan produk kayu antara kedua negara apabila Inggris Raya secara resmi tidak lagi bergabung dengan Uni Eropa (British Exit atau Brexit).
Pembahasan Perjanjian FLEGT VPA Indonesia – Inggris Raya tersebut secara resmi dimulai sejak Desember 2018. Ini menindaklanjuti proses Brexit dimana Pemerintah Inggris menerbitkan regulasi di bidang perkayuan, yaitu United Kingdom Timber Regulation (UKTR).
UKTR mengadopsi provisi yang diatur dalam EU Timber Regulation yang mengatur mengenai penjaminan legalitas bagi kayu dan produk kayu yang masuk dan beredar di kawasan Uni Eropa. Untuk menjamin kemudahan operasionalnya, Indonesia dan Inggris menyepakati untuk melakukan replikasi secara penuh atas perjanjian FLEGT VPA Indonesia-Uni Eropa yang sudah berjalan secara penuh sejak 15 November 2016.
Indonesia dan Inggris menyepakati untuk melakukan replikasi secara penuh atas perjanjian FLEGT VPA Indonesia-Uni Eropa yang sudah berjalan secara penuh sejak 15 November 2016.
“FLEGT-VPA dengan Inggris ini persis sama dengan yang ke Uni Eropa. Hanya administrasi saja yang beda,” kata Hilman Nugroho, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Jumat sore, dalam konferensi pers pasca penandatanganan perjanjian tersebut.
Seremoni penandatanganan tersebut dilakukan tertutup bagi media. Dalam konferensi pers tersebut diikuti Direktur Eropa I Kementerian Luar Negeri Dino Kusnadi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran KLHK Rufi’ie, dan Kepala Biro Humas Djati Witjaksono.
Hilman menjelaskan, dengan penandatanganan Menteri Siti dan Dubes Moazzam Malik ini, skema Sistem Verifikasi legalitas kayu (SVLK) secara otomatis diakui sebagai satu-satunya instrumen untuk memverifikasi kayu yang diekspor dari Indonesia ke dalam wilayah Inggris Raya. Dampaknya, ekspor kayu dari Indonesia ke pasar Inggris Raya yang disertai dokumen Lisensi FLEGT/Dokumen V-Legal tidak akan dikenai proses uji tuntas (due diligence).
Skema SVLK merupakan suatu sistem verifikasi untuk memastikan bahwa semua produk kayu yang dipanen, diimpor, diangkut, diperdagangkan, diproses dan diekspor dari Indonesia telah sesuai pada aturan dan hukum yang berlaku di Indonesia terkait dengan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.
Jaminan
Mekanisme replikasi tersebut juga menjamin bahwa para pelaku usaha di Indonesia yang telah mengekspor kayu ke Inggris tidak akan mengalami hambatan apapun pada saat Brexit dinyatakan mulai berlaku (entry into force). Hal ini dikarenakan mekanisme penerbitan dokumen penjaminan legalitas kayu, yaitu Dokumen V-Legal dan FEGT License dari Indonesia masih menggunakan platform on-line (daring) yang sama, yaitu SILK (Sistem Informasi Legalitas Kayu) pada website http://silk.menlhk.go.id/.
Mekanisme replikasi tersebut juga menjamin bahwa para pelaku usaha di Indonesia yang telah mengekspor kayu ke Inggris tidak akan mengalami hambatan apapun pada saat Brexit dinyatakan mulai berlaku.
Dalam siaran pers, Menteri Siti Nurbaya menyatakan penandatanganan perjanjian FLEGT VPA antara Indonesia dan Inggris Raya merupakan wujud nyata antisipasi dan kepedulian pemerintah untuk memastikan bahwa sektor usaha di bidang perkayuan di Indonesia tidak akan mengalami hambatan perdagangan sebagai akibat pemberlakuan Brexit.
Setelah menjadi negara pertama dan satu-satunya di dunia yang mendapatkan pengakuan dari Uni Eropa di dalam kerangka perjanjian FLEGT VPA dengan Uni Eropa, penandatanganan perjanjian FLEGT VPA dengan Inggris Raya juga menjadikan Indonesia menjadi negara pertama dan satu-satunya di dunia yang menerbitkan dokumen FLEGT License untuk kawasan Inggris Raya.