PM Inggris Theresa May bersedia mundur asalkan kesepakatan Brexit didukung parlemen. Namun, tawaran itu sulit meraih dukungan mayoritas.
LONDON, KAMIS— Perdana Menteri Inggris Theresa May menyatakan bersedia mundur dari jabatannya asalkan parlemen Inggris mendukung kesepakatan Brexit yang telah ditandatangani dengan Uni Eropa dan telah dua kali ditolak parlemen.
Pernyataan May itu muncul pada saat parlemen melakukan voting terhadap sejumlah opsi yang kemungkinan akan didukung mayoritas anggotanya (indicative votes). Namun, dari delapan opsi yang divoting, tak ada satu pun yang didukung mayoritas.
Meski demikian, ada dua opsi yang ditolak dengan selisih paling ”tipis”, yaitu opsi berada dalam pabean UE pasca-Brexit yang ditolak dengan 272 berbanding 264 suara, dan voting oleh publik untuk keputusan Brexit mana pun, yang ditolak dengan 295 berbanding 268 suara. Ketua DPR akan mengambil dua opsi ini untuk divoting kembali, Senin depan. Mosi tersebut tidak mengikat pemerintahan May.
May, yang telah kehilangan kontrol terhadap partainya di parlemen, akhirnya mengeluarkan ”kartu terakhir” yang diharapkan dapat membujuk para pembangkang di partainya mendukung kesepakatan Brexit.
”Saya memahami suasana partai di parlemen. Saya tahu ada keinginan kuat untuk pendekatan baru dan kepemimpinan baru dalam tahap kedua negosiasi Brexit. Saya tak akan menghalangi itu. Saya siap meninggalkan jabatan ini lebih cepat untuk melakukan yang terbaik bagi negeri dan partai,” kata May kepada para anggota parlemen dari Konservatif.
Pernyataan May itu disambut lega oleh kelompok pendukung hard Brexit (putus total dengan UE), di antaranya mantan Menlu Boris Johnson, mantan juru runding Brexit Dominic Raab, dan tokoh pembangkang Jacob Rees-Mogg.
Rees-Mogg, yang selama proses Brexit terus berkonfrontasi dengan May, mengapresiasi bahwa langkah May sebagai bermartabat. ”Dia mendudukkan perkara dengan jelas dan menggarisbawahi bahwa dia telah menjalankan tugasnya,” kata Rees-Mogg. Hal serupa juga dilontarkan Boris Johnson yang selama ini mengincar kursi May.
Belum jelas
Namun, tetap tidak jelas apakah pengunduran diri May akan berhasil membuat kesepakatan Brexit didukung mayoritas. Dalam voting pertama, Januari lalu, kesepakatan itu ditolak dengan 432 berbanding 202 suara. Pada voting kedua, pertengahan Maret, kesepakatan kembali ditolak dengan 391 berbanding 242 suara.
Jika seluruh anggota Konservatif mendukung pun, kesepakatan Brexit masih belum bisa lolos karena Konservatif tidak menjadi mayoritas di parlemen (317 dari 650 kursi). Terlebih, mitra koalisi Konservatif, Partai Unionis Demokratik (DUP) yang memiliki 10 kursi, menyatakan akan menolak kesepakatan itu karena menentang backstop Irlandia Utara. ”Kami tak akan mendukung sesuatu yang akan menghancurkan Unionis,” kata Arlene Foster, Ketua DUP.
Menteri Brexit Stephen Barclay menyatakan, tidak adanya opsi yang didukung mayoritas parlemen menunjukkan bahwa tak ada opsi yang mudah. Oleh karena itu, ia menyerukan agar anggota parlemen mendukung kesepakatan Brexit.
Presiden Dewan Eropa Donald Tusk meminta anggota parlemen UE tetap melibatkan Inggris jika negara itu mengindikasikan keinginan untuk mengubah arah Brexit. ”Uni Eropa jangan mengkhianati jutaan warga Inggris yang tetap ingin berada bersama Uni Eropa,” kata Tusk. (AP/AFP/MYR)