Caster Semenya masih menunggu putusan Pengadilan Arbitrase Olahraga atau CAS atas bandingnya terhadap peraturan baru badan atletik dunia IAAF mengenai pembatasan level testosteron. Di antara penantian panjangnya, dua kali juara Olimpiade nomor 800 meter itu berhadapan dengan sindiran-sindiran pedas mengenai perbedaan genetiknya yang langka, termasuk dari Presiden IAAF Sebastian Coe.
Dalam sebuah pernyataan resmi melalui pengacaranya, Semenya mengatakan, komentar Coe telah membuka luka lama. “Bekas luka Semenya telah berkembang selama satu dekade terakhir. Dia telah bertahan dan menempa dirinya menjadi simbol kekuatan, harapan dan keberanian. Membaca komentar Coe akhir pekan ini membuka luka lama itu," tulis pernyataan resmi itu seperti dikutip BBC Sport, Jumat (29/3/2019).
Semenya menyampaikan pernyataan itu untuk menanggapi kata-kata Coe. Kepada media Australia, Daily Telegraph, akhir pekan lalu, Coe mengatakan, “alasan kami mempunyai klasifikasi gender adalah karena jika Anda tidak melakukannya, maka tidak ada akan ada perempuan lain yang bisa memenangi gelar, meraih medali, atau memecahkan rekor dalam olahraga kami."
Semenya kemudian membalas sindiran Coe. Dalam pernyataan resmi, pengacara Semenya menegaskan bahwa kliennya bukanlah ancaman bagi olahraga putri. “Semenya adalah seorang perempuan. Dia terlahir sebagai perempuan, dibesarkan sebagai perempuan, disosialisasikan sebagai perempuan, dan telah berkompetisi sebagai perempuan sepanjang hidupnya.”
Komentar Coe dan juga rujukan yang dipakai oleh Daily Telegraph dengan menyebutkan \'Semenya yang penuh otot\' merupakan ilustrasi terbaru bagaimana masalah ini telah terdistorsi oleh sindiran. Pengacara Semenya juga menekankan kasus kliennya berbeda dari atlet waria yang sebelumnya laki-laki tetapi sekarang memasuki arena olahraga sebagai perempuan.
Oleh karena itu, Semenya menegaskan tidak akan menjalani intervensi medis untuk mengubah siapa dia dan bagaimana dia dilahirkan. “Semenya ingin bersaing secara alami," tulis pernyataan resmi itu.
Saat ini, Semenya sedang menunggu putusan CAS atas bandingnya terhadap peraturan IAAF mengenai pembatasan level testosteron. Setelah mundur beberapa kali, putusan CAS akan diumumkan pada akhir April.
Dalam aturan baru IAAF itu, atlet perempuan yang mempunyai differences of sex development (DSD) atau perkembangan seksual yang berbeda, tidak diperbolehkan berlomba pada nomor lari 400 meter, 400 meter lari gawang, 800 meter, 1.500 meter, 1 mil, dan nomor kombinasi dengan jarak yang sama.
Semenya dianggap mendapat keuntungan yang tidak adil karena terlahir dengan tingkat testosteron yang lebih tinggi, meskipun hanya berlompa pada nomor di antara 400 meter dan 1.000 meter.
Di bawah aturan baru, Semenya harus mengurangi kadar testosteron darah di bawah lima nmol/l (nanomol per liter) untuk periode berkelanjutan selama enam bulan sebelum dirinya bersaing dalam kejuaraan. Semenya kemudian harus mempertahankan kadar testosteron di bawah level itu.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pun menilai, rencana IAAF untuk mengklasifikasikan perempuan atlet berdasarkan level testosteron melanggar hak asasi manusia internasional. PBB juga menyatakan, rencana itu tidak perlu, memalukan, dan berbahaya. Masalah ini bahkan dibahas pada Sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yang bergulir pada 25 Februari–22 Maret di Geneva, Swiss.
PBB meminta agar pemangku kebijakan dapat menahan diri dari upaya mengembangkan dan menegakkan kebijakan dan praktik yang memaksa atlet perempuan untuk menjalani prosedur medis yang tidak perlu, memalukan, dan berbahaya, untuk berpartisipasi dalam olahraga kompetitif. (AFP/AP/REUTERS)