JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah agenda tenis meja Paralimpiade terpaksa tertunda karena anggaran pelantas untuk Komite Paralimpiade Nasional belum cair. Kalau masalah ini berlanjut, hal itu akan menyulitkan atlet-atlet, terutama yang sedang berburu poin peringkat dunia ke Tokyo 2020.
Pelatih tenis meja nasional Rima Ferdianto mengakui masalah anggaran membuat beberapa agenda tenis meja tertunda. ”Iya (tertunda) karena anggaran. Harus bayar full untuk atlet yang mengikuti kualifikasi Paralimpiade,” katanya dari Semarang, Jawa Tengah, Kamis (28/3/2019).
Apalagi, menurut Rima, menjelang Tokyo 2020 banyak negara berminat mengikuti kejuaraan-kejuaraan sebagai uji coba pertandingan dan kualifikasi Paralimpiade. Oleh karena itu, slot kejuaraan cepat habis. ”Kalau biasanya slot kejuaraan penuh saat sebulan setelah pendaftaran dibuka, sekarang slot bisa penuh dalam waktu dua hari saja,” katanya.
Namun, menurut Rima, tertundanya agenda kejuaraan tidak terlalu memengaruhi pelatnas karena banyak kejuaraan pengganti. Untuk mengantisipasi jadwal kejuaraan yang tertunda lagi, tim tenis meja telah memesan slot kejuaraan kepada pihak penyelenggara sebelum pendaftaran dibuka. Dijadwalkan tim tenis meja akan menjalani kejuaraan di Mesir (Juni), Taiwan (Juli), serta Jepang dan Thailand (Agustus). Sementara atlet-atlet proyeksi Paralimpiade akan mengikuti kualifikasi di Belanda, Finlandia, dan Ceko.
Ada lima atlet yang diproyeksikan ke Paralimpiade, yakni Dian David Michael Jacobs dan Komet Akbar (kelas 10), Ana Widyasari (kelas 11), Agus Sutanto dan Tatok Hardiyanto (kelas 5). Kelima atlet ini menempati peringkat 20 besar dunia. Selain David, mereka berusaha mengukir sejarah tampil perdana di Paralimpiade.
David mengatakan, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, atlet yang akan mengikuti kualifikasi Paralimpiade harus membayar uang pendaftaran begitu mereka menyatakan keikutsertaan di kejuaraan. ”Kalau dulu, pendaftaran dilakukan secara online. Tetapi, pembayarannya bisa di lokasi. Sekarang, setelah mendaftar secara online, kami harus langsung mengirim uang,” ujar David.
Semakin mendekati Paralimpiade, kejuaraan-kejuaraan internasional semakin banyak diikuti karena menjadi ajang untuk mengumpulkan poin peringkat dunia. Oleh karena itu, atlet-atlet yang belum membayar biaya pendaftaran kejuaraan bisa gugur karena posisinya diisi atlet lain. Karena sistem baru inilah, tim tenis meja Indonesia batal mengikuti kejuaraan di Spanyol (Maret) dan Slovenia (Mei). ”Kami tidak bisa ikut di Slovenia karena pendaftaran sudah tutup. Sementara anggaran belum cair,” katanya.
David mengemukakan, kalau masalah anggaran ini berlanjut, hal itu akan menyulitkan atlet-atlet yang sedang mengincar penampilan perdana di Paralimpiade. ”Posisi saya sebenarnya tidak terlalu masalah karena sudah punya peringkat dunia. Saya hanya perlu mengikuti empat kejuaraan wajib Paralimpiade. Atlet-atlet yang peringkatnya masih belum aman harus mengikuti lebih banyak kejuaraan,” tutur David.
Komet Akbar mengatakan, dirinya berharap bisa tampil perdana di Paralimpiade Tokyo. ”Di Paralimpiade sebelum-sebelumnya saya nyaris berangkat. Peringkat dunia saya hanya terpaut 2-3 dari atlet yang lolos. Sementara saya tidak bisa mengandalkan wild card,”ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Akbar, dirinya berharap kali ini bisa mewujudkan mimpi di Paralimpiade. Berdasarkan perhitungannya, sekarang dia menempati peringkat ke-20. Untuk lolos ke Paralimpiade, Akbar harus bisa menempati peringkat ke-16. Apabila tim Indonesia bisa diwakili oleh dua atlet tenis meja Paralimpiade, mereka bisa bermain dalam nomor perseorangan dan tim dengan peluang medali yang lebih besar.