Komnas HAM: Ada Indikasi Penyalahgunaan Kekuasaan Rektorat USU
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melihat ada indikasi penyalahgunaan kekuasaan Rektorat Universitas Sumatera Utara atas keputusannya menghentikan seluruh pengurus pers mahasiswa Suara USU
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melihat ada indikasi penyalahgunaan kekuasaan Rektorat Universitas Sumatera Utara atas keputusannya menghentikan seluruh pengurus pers mahasiswa Suara USU. Rektorat seharusnya menguji cerpen yang diterbitkan Suara USU dengan diskusi publik untuk mengkaji apakah termasuk pornografi atau tidak.
“Betul rektor memiliki wewenanga mengangkat dan menghentikan pengurus Suara USU karena merupakan unit di bawahnya. Tetapi jangan lupa, dalam demokrasi dan prinsip HAM, kekuasaan harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik dan adil,” kata Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik, di Medan, Sabtu (30/3/2019).
Taufan mengatakan, ia sudah bertemu dan mendengar keterangan dari pengurus Suara USU yang sudah dihentikan rektor. Komnas HAM juga berencana untuk meminta klarifikasi secara resmi dari pihak Rektorat Universitas Sumatera Utara (USU).
Rektorat seharusnya menguji cerpen yang diterbitkan Suara USU dengan diskusi publik untuk mengkaji apakah termasuk pornografi atau tidak. (Ahmad Taufan Damanik)
Surat keputusan penghentian pengurus Suara USU ditandatangai oleh Rektor USU Runtung Sitepu, Senin (25/3/2019). Runtung menyatakan bahwa cerpen berjudul “Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya” karya Pemimpin Umum Suara USU Yael Stefani Sinaga mengandung unsur pornografi. Cerpen itu bercerita tentang kehidupan sosial seorang perempuan penyuka sesama jenis.
"Penggantian personal UKM Suara USU semata-mata untuk menjalankan amanah sebagai Rektor dalam menjaga nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, moral, kesusilaan yang dijunjung tinggi oleh Sivitas Akademika USU dan Keluarga Besar USU sejak dulu hingga kini dan selamanya," kata Runtung dalam pesannya melalui aplikasi Whatsup pada Kompas.
Oleh karena itu, lanjut Runtung, USU sangat melarang segala bentuk tulisan, lukisan, dan/ataupun cerita yg mengandung unsur pornografi dipublikasikan atas nama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Suara USU karena tidak sesuai dengan tujuan didirikannya UKM Suara USU. Setiap mahasiswa USU dijamin kebebasannya mengemukakan pendapat, berkreasi dan berekspresi asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bingkai kebhinekaan, nilai-nilai moral dan kesusilaan.
Pihak kampus juga menyatakan, penghentian kepengurusan bukan hanya karena cerpen itu saja. Ada lima cerpen lainnya yang mengandung unsur pornografi dengan lebih vulgar. Namun, cerpen lainnya itu sudah dicabut dari website mereka yakni suarausu.co.
Penghentian kepengurusan bukan hanya karena cerpen itu saja. Ada lima cerpen lainnya yang mengandung unsur pornografi dengan lebih vulgar.
Taufan mengatakan, penghentian kepengurusan pers mahasiswa secara sepihak oleh pihak rektorat adalah tindakan membungkam kebebasan berekspresi mahasiswa. Cerpen itu mestinya menjadi sarana bagi kampus untuk membuka diskusi publik.
“Apakah pada akhirnya ada pihak yang menilai cerpen itu mengandung unsur pornografi dan terlalu vulgar itu persoalan lain. Prinsipnya, harus diberi ruang kepada pengurus untuk menjelaskan cerpen tersebut,” kata Taufan.
Pemimpin Redaksi Suara USU Widya Hastuti mengatakan, setelah dihentikan dari kepengurusan Suara USU, para pengurus diminta meninggalkan sekretariatnya di kampus. Namun, hingga kini mereka masih mengelola website suarausu.co. Website mereka sempat ditangguhkan setelah menerbitkan cepen tersebut. Namun, kini sudah bisa diakses lagi.
Widya mengatakan, mereka menolak tegas penghentian seluruh pengurus secara sepihak. “Itu adalah bentuk intervensi kebebasan berekspresi pers mahasiswa. Yang bisa menghentikan dan mengangkat pengurus itu hanya rapat umum anggota,” katanya.
Kepala Humas, Promosi dan Protokoler USU Elvi Sumanti mengatakan, mereka sudah berkomunikasi dengan pihak Komnas HAM. Mereka juga siap memberi keterangan untuk mengklarifikasi keputusan mengganti kepengurusan Suara USU.
Sebelumnya, Wakil Rektor I Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Kealumnian USU Rosmayati mengatakan, para pengurus Suara USU tidak jujur menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi.
“Kami tidak pernah melakukan pengekangan berekspresi, diskriminasi kelompok minoritas, atau melakukan tindakan otoriter. Kami hanya meminta agar cerpen yang mengandung unsur pornografi dicabut, tetapi mereka menolak,” katanya. Cerpen itu, kata Rosmayati, bertentangan dengan nilai moral, kesopanan, dan keagamaan dan tidak pantas diterbitkan dalam lingkungan akademik.
Di Medan, Komisi Orang Hilang dan Korban Tidak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara menyatakan menyayangkan keputusan Rektor USU yang mencabut SK Kepengurusan Pers Mahasiswa Suara USU
"Dalam hemat kami, langkah tersebut merupakan bentuk otoriter-nya kampus, sekaligus kegagalan dalam memahami arti kebebasan berekspresi, berkumpul, dan menyampaikan pendapat. Pengekangan dan intervensi berlebihan seharusnya jauh dari kehidupan akademis yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia," tutur Amin Multazam dari Badan Pekerja Kontras Sumut.