Masa Tanggap Darurat Banjir Bandang Sentani Berakhir
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah melalui rapat koordinasi, pemerintah memutuskan untuk mengakhiri masa tanggap darurat penanganan bencana banjir bandang di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Jumat, 29 Maret.
Sebelumnya, Bupati Jayapura Mathias Awaitouw menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari, 16-29 Maret 2019.
Berdasarkan hasil rapat koordinasi dan melihat situasi yang ada, pemerintah memutuskan untuk melanjutkan penanganan dengan transisi darurat menuju pemulihan. Masa transisi darurat menuju pemulihan tersebut akan berlangsung hingga 27 Juni.
Dalam keterangan persnya, Sabtu (30/3/2019), Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, selama masa transisi darurat menuju pemulihan, hal-hal yang dilakukan pada masa tanggap darurat dapat dilanjutkan kembali di transisi darurat, kecuali pencarian korban.
”Status transisi darurat ini hanya administrasi. Supaya ada kemudahan akses dalam penggunaan anggaran, pengerahan personel, logistik, dan peralatan,” ucap Sutopo.
Ia menambahkan, saat ini penanganan darurat masih terus dilakukan. Meskipun sebagian personel akan dikembalikan ke daerahnya, antisipasi dampak berkurangnya personel telah disiapkan. Di lokasi bencana masih ada 7.321 personel yang melanjutkan upaya penanganan bencana.
BNPB mencatat, dampak banjir bandang Sentani tidak hanya di Distrik Sentani, tetapi juga di lima distrik di Kabupaten Jayapura, yaitu Sentani, Waibu, Sentani Barat, Ravenirara, dan Depapre. Korban jiwa banjir bandang tercatat 112 orang meninggal, yakni 105 orang di Kabupaten Jayapura dan 7 orang di Kota Jayapura.
Dari ke-112 korban tersebut, sebanyak 77 jenazah berhasil diidentifikasi tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Polri. Adapun 35 jenazah lainnya belum berhasil diidentifikasi.
”Kebanyakan korban yang belum diidentifikasi adalah pendatang dari luar Papua yang tidak melaporkan diri ke dinas kependudukan dan catatan sipil atau aparat setempat,” ujar Sutopo.
Kebanyakan korban yang belum diidentifikasi adalah pendatang dari luar Papua yang tidak melaporkan diri ke dinas kependudukan dan catatan sipil atau aparat setempat.
Dari 77 korban yang sudah teridentifikasi, keluarga dari 52 korban telah menerima santunan sebesar Rp 15 juta per korban.
Di luar korban meninggal, korban hilang tercatat 17 orang.
Sementara itu, pendataan kerusakan fisik akibat banjir masih terus dilakukan BNPB. Berdasarkan data sementara, 2.287 rumah, 59 sekolah, 5 jembatan, 2 gereja, 3 kantor pemerintah, 104 rumah pertokoan, 1 pasar, dan 1 puskesmas dilaporkan rusak berat hingga sedang.
Persoalan lain
Tak hanya menimbulkan kerusakan sejumlah fasilitas dan jatuhnya korban, banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah di Distrik Sentani pada Minggu (17/3/2019) dini hari tersebut juga menyebabkan kekurangan air bersih.
Pasokan air bersih masih terbatas sebelum ada bantuan air mineral dari pemerintah daerah. Akibatnya, warga terpaksa mengonsumsi air danau selama lebih kurang 10 hari (Kompas, 29/3/2019).
Tak hanya itu, dari pendataan terakhir, sebanyak 4.358 pelajar dari 24 sekolah jenjang SD hingga SMA/SMK ikut terdampak oleh adanya bencana ini. Para pelajar itu ada di enam distrik dari total 12 distrik terdampak. Distrik itu meliputi Sentani, Waibu, Sentani Barat, Ebungfau, Nimbokrang, dan Unurum Guay. Mereka membutuhkan bantuan berupa buku tulis, buku pelajaran, dan seragam sekolah (Kompas, 28/3/2019).