Restorasi Indonesia menjadi konsep yang dipakai Nasdem sejak partai itu didirikan. Kini, konsep itu hadir bersama dengan target punya anggota DPR dari seluruh dapil di Tanah Air.
Sejak dideklarasikan pada 26 Juli 2011 di Jakarta hingga saat ini, Partai Nasdem konsisten mengusung konsep restorasi Indonesia. Sebelumnya, konsep itu dipakai ormas Nasional Demokrat yang dideklarasikan 1 Februari 2010.
Dalam laman partainasdem.id disebutkan, ormas Nasional Demokrat merupakan cikal bakal Partai Nasdem.
”Ormas saja tak cukup berjuang karena ada fungsi-fungsi kebijakan publik yang tidak diambil oleh ormas,” kata Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate, Jumat (22/3/2019), tentang salah satu pertimbangan pendirian partai.
Partai Nasdem pertama kali ikut Pemilu tahun 2014 dan dapat 6,72 persen suara. Kini, 36 dari 560 anggota DPR berasal dari Nasdem.
Kader Nasdem ada yang duduk di kabinet, seperti Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, serta Jaksa Agung Prasetyo.
Kelompok baru
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Firman Noor, dalam makalah berjudul ”Fenomena ’Post Democracy Party’ di Indonesia: Kajian atas Latar Belakang, Karakteristik, dan Dampaknya” meriset Partai Gerindra, Partai Nasdem, dan Partai Perindo dengan kerangka konsep post-democracy.
Makalah yang dipublikasikan di Jurnal Pusat Penelitian Politik LIPI Vol.14, No.2, Desember 2017 itu menyebutkan, post- democracy, meminjam perspektif Colin Crouch (2004), adalah munculnya kelompok baru yang mengambil alih peran masyarakat (terutama kelas menengah) yang sebelumnya punya kesadaran dan kepedulian membangun tatanan politik yang berkeadilan, berkemanusiaan, dan sederajat. Menurut Firman, kelompok baru itu lebih berorientasi pada populisme untuk menopang kekuasaan yang lebih eksklusif.
Selain sebagai firma politik, partai post-democracy juga punya karakteristik lain, seperti mampu memenuhi kebutuhan finansialnya, terutama lewat pendiri dan korporatnya. Mereka juga cenderung punya masalah dalam menjaga loyalitas.
Fokus aktor politik baru ini, tulis Firman yang meminjam sudut pandang Crouch, adalah mendapatkan suara sebanyak- banyaknya. Rendahnya kepedulian dan pemahaman politik masyarakat membantu tujuan itu, yang diformalkan dalam pembentukan partai, dan disebut Crouch firma politik.
Selain sebagai firma politik, partai post-democracy juga punya karakteristik lain, seperti mampu memenuhi kebutuhan finansialnya, terutama lewat pendiri dan korporatnya. Mereka juga cenderung punya masalah dalam menjaga loyalitas.
Hasil studi itu menyebutkan, meski beberapa fenomena di Indonesia hampir sejalan dengan Crouch, secara umum terjadi perkembangan menyusul ada sejumlah karakter dalam post-democracy yang mengalami pergeseran. Hal itu, misalnya, ada kecenderungan bahwa firma politik tak dapat bertahan lama karena partai semakin terbuka menerima anggota yang tak ada hubungannya dengan jaringan partai. Beberapa sikap dan kebijakan partai-partai post-democracy juga menguatkan kehidupan demokrasi.
Tiga besar
Johnny mengakui, ada sebagian pihak yang mencibir gagasan restorasi yang diusung Nasdem, terutama misalnya saat Nasdem menyampaikan gagasan politik tanpa mahar.
”Tapi kami tetap melaksanakannya karena itu gagasan gerakan perubahan,” ujarnya.
Melalui Pemilu 2019, lanjut Johnny, Nasdem menargetkan mengisi seluruh daerah pemilihan (dapil) DPR RI, yang berjumlah 80 dapil, dengan minimal satu orang. Sejumlah dapil ditargetkan mendapat lebih dari satu kursi. ”Kami berikhtiar bisa menempati urutan tiga besar Pemilu 2019,” katanya.
Selain memperkuat identitas partai, menurut Jonny, Nasdem juga berupaya mewujudkan target itu melalui figur calegnya, yang sebagian adalah tokoh daerah yang punya basis elektoral kuat.