JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI menetapkan 10 provinsi sebagai wilayah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi di masa kampanye rapat umum Pemilu 2019. Di level kabupaten/kota, wilayah Jakarta dan sekitarnya dianggap memiliki potensi konflik yang cukup tinggi dalam masa kampanye terbuka.
Adapun provinsi yang masuk dalam 10 besar indeks kerawanan pemilu di bidang keamanan ialah Maluku Utara, Papua, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Papua Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, dalam penentuan indeks kerawanan itu, tim Polri dan kepolisian daerah (polda) melakukan penilaian yang bersifat dinamis.
”Dalam masa kampanye terbuka, 10 polda itu menjadi prioritas keamanan. Kami melihat ada perubahan pergeseran potensi kerawanan pada masa kampanye terbuka. Meski begitu, Polri akan terus melakukan pemetaan, penilaian, dan identifikasi untuk menentukan langkah strategis dalam potensi kerawanan itu,” ujar Dedi, Jumat (29/3/2019), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Provinsi yang masuk dalam 10 besar indeks kerawanan pemilu di bidang keamanan ialah Maluku Utara, Papua, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Papua Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara.
Sementara itu, di kategori kabupaten/kota, empat daerah di Jakarta raya masuk ke dalam daerah rawan. Keempatnya ialah Kota Tangerang Selatan (Banten), Kota Jakarta Utara, Kota Jakarta Barat, dan Kota Jakarta Timur. Daerah lain yang dianggap rawan di antaranya Kota Yogyakarta dan Kabupaten Tanah Datar (Sumatera Barat).
”Sebelum kampanye terbuka, wilayah Jakarta belum masuk kategori rawan, tetapi menjelang 17 April terjadi perubahan. Oleh karena itu, menjelang masa tenang dan hari pencoblosan akan didata kembali (indeks kerawanan) karena akan menentukan penempatan pasukan dan jumlah kekuatan yang dibutuhkan di setiap polda,” tutur Dedi.
Ia menambahkan, indeks kerawanan itu berkaitan dengan konflik antar-pendukung peserta pemilu. Atas dasar itu, pemetaan jumlah pendukung, terutama Pemilihan Presiden 2019, dilakukan. Polri juga mengantisipasi adanya intimidasi kepada kelompok minoritas.
Indeks kerawanan itu berkaitan dengan konflik antar-pendukung peserta pemilu. Atas dasar itu, pemetaan jumlah pendukung, terutama Pemilihan Presiden 2019, dilakukan. Polri juga mengantisipasi adanya intimidasi kepada kelompok minoritas.
Terkait dengan indeks kerawanan daerah itu, Polri menentukan berdasarkan tujuh dimensi penilaian. Ketujuh dimensi itu ialah penyelenggara pemilu; kontestasi pemilihan presiden; kontestasi pemilu legislatif; partisipasi masyarakat; gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat; ambang gangguan; dan potensi gangguan nyata.
Menurut komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, Polri telah berpengalaman menjaga keamanan di agenda besar nasional, termasuk pemilu. Oleh karena itu, penentuan peta kerawanan, termasuk daerah yang dianggap rawan dan aktor-aktor penyebab kerawanan, itu menjadi bagian untuk menjaga kondisi keamanan pada masa pemilu.
Untuk itu, ia menekankan, Polri perlu mempertahankan sinergi yang telah terbangun baik dengan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, peserta pemilu, partai politik, dan Tentara Nasional Indonesia. Peran satuan Polri, seperti direktorat siber untuk mengantisipasi ancaman di dunia maya, intelijen dan keamanan untuk mendeteksi ancaman dan gangguan, serta kepala satuan kewilayahan dan kepala satuan kerja, perlu ditingkatkan untuk menjaga kesejukan kondisi pemilu.
”Yang paling penting adalah Polri harus tetap menjaga netralitas dan profesional dalam menjalankan tugas dalam pemilu,” kata Poengky.