JAKARTA, KOMPAS – Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto mempertanyakan anggapan pertahanan keamanan yang sudah memadai kepada Capres Nomor Urut 01 Joko Widodo. Prabowo menganggap pembiayaan pertahanan keamanan hanya 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan 5 persen dari APBN, sedangkan negara tetangga mencapai 3 persen dari PDB dan 30 persen dari APBN.
Prabowo mengatakan, kapal selam yang dibeli dari Korea Selatan kemampuannya terbatas dibandingkan dengan kapal selam milik Singapura. Menurut Prabowo, kapal selam Indonesia kalah dengan milik Singapura yang mampu meluncurkan peluru kendali dari dalam laut. "Kita bangun divisi ketiga tapi tidak punya senjata dan markas yang bagus, buat apa?" kata Prabowo.
Menanggapi hal tersebut, Jokowi mengatakan, masih percaya kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Sedangkan mengenai anggaran pertahanan, pemerintahan Jokowi baru memprioritaskan infrastruktur.
Jokowi mengatakan, pada suatu saat apabila pertumbuhan ekonomi semakin baik, pemerintah dapat memberikan anggaran yang lebih baik kepada TNI dalam rangka membangun alutsista.
“Pemasangan radar udara 19 titik sudah dilakukan, radar maritim 11 titik. Ini dalam rangka menjaga kedaulatan negara kita Indonesia. Kita semuanya pasti setuju, anggaran pertahanan itu harus ditingkatkan. Tetapi, harus ada skala prioritas. Sekarang sudah infrastruktur. Selanjutnya akan pengembangan sumber daya manusia. Prioritas ini untuk kepentingan bangsa, negara, dan rakyat,” kata Jokowi.
Tidak hanya terkait anggaran, Prabowo juga meminta Jokowi untuk mengkaji pengarahan yang ia terima terkait ancaman invasi negara dari lain. Menurut Prabowo, dalam pertahanan keamanan, negara Indonesia tidak boleh menganggap tidak akan ada perang dalam jangka waktu tertentu. Indonesia harus mawas diri karena memiliki laut dan hutan yang kaya yang menjadi incaran negara-negara lain.
Pengarahan
Bukan tanpa alasan Prabowo meragukan pengarahan yang diterima Jokowi dari intelijen strategis terkait Indonesia tidak akan diinvasi negara lain dalam waktu 20 tahun ke depan. Prabowo menceritakan, saat dirinya masih berpangkat letnan dua mendapat pengarahan dari jenderal-jenderal pada tahun 1974 bahwa dalam waktu 20 tahun ke depan tidak akan perang. Namun, tahun 1975 Timor-Timor meletus.
"Yang memberi briefing kepada pak Jokowi 20 tahun ke depan tidak akan perang, itu tidak benar. Kalau saya presiden, saya ganti yang memberi briefing," lanjut Prabowo.
Terkait hal tersebut, Jokowi mengatakan, berdasarkan informasi dari intelijen strategis adalah perkiraan. Oleh sebab itu, dalam rangka strategi ke depan jangan sampai keliru. Penguasaan teknologi persenjataan dan siber sangat diperlukan dalam pertahanan keamanan ke depan.
Menurut Jokowi, yang perlu dicermati justru keamanan dalam negeri yang berkaitan dengan konflik. Oleh sebab itu, konflik jangan dianggap remeh karena konflik ini bisa membesar karena perang teknologi dan elektronik yang dilakukan dari luar untuk menusuk langsung ke dalam.
"Saya ingin mengarisbawahi, penguatan SDM TNI terutama dalam penguasaan teknologi persenjataan dan siber sangat diperlukan dalam pertahanan negara kita ke depan," lanjut Jokowi.