JAKARTA, KOMPAS — Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, menilai kompetitornya, nomor urut 01, Joko Widodo, memperoleh informasi yang kurang benar mengenai pertahanan dan keamanan Indonesia. Budaya asal bapak senang atau ABS disebut Prabowo marak terjadi.
”Saya tidak menyalahkan Bapak. Ini budaya Indonesia, ABS, jadi mohon kita kaji pertahanan kita. Kita tidak mau mengancam siapa pun, tetapi kita lemah. Mungkin menteri perlu beri tahu berapa peluru (yang kita punya) dan berapa hari peluru kita (bisa dipakai) perang,” tutur Prabowo saat debat keempat di Pemilu Presiden 2019, Sabtu (30/3/2019) malam.
Debat keempat, seperti diketahui, salah satunya mengangkat tema soal pertahanan dan keamanan selain ideologi, pemerintahan, dan hubungan internasional. Peserta debat kali ini hanya capres.
Prabowo pun menyinggung anggaran pertahanan yang besarnya Rp 107 triliun atau 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau hanya sekitar 0,8 persen dari produk domestik bruto. Anggaran itu disebutnya tidak cukup untuk mengamankan negara.
”Singapura itu 30 persen dari APBN dan GDP-nya. Di tentara, budaya ABS (asal bapak senang) biasa. Di depan panglima, siap pak. Radar cukup pak. Itu tidak benar Pak. Saya tidak salahkan Bapak. Ya ABS,” katanya.
Lebih lanjut, menurut dia, pertahanan Indonesia masih jauh dari yang diharapkan karena Indonesia tidak mempunyai uang untuk memperkuatnya.
”Pertahanan Indonesia terlalu lemah, jauh dari yang diharapkan, karena kita tidak punya uang. Oleh karena itu, kita harus menjaga keuangan kita. Ke mana keuangan kita? Keuangan kita, kekayaan kita, harta kita tidak tinggal di Indonesia, karena itu kita lemah,” katanya.
Kekuatan pertahanan yang lemah itu membuat Indonesia tidak memiliki nilai tawar saat berhadapan dengan negara lain. ”Apakah kita sadar sebenarnya kita diejek. Dia senyum di depan kita, tetapi kita tidak punya kekuatan,” katanya.
Oleh karena itu, Prabowo menilai, anggaran pertahanan perlu segera ditingkatkan. Namun, sebelumnya, pemerintah perlu terlebih dulu membuat sistem untuk mengurangi korupsi dan menghentikan kebocoran agar kekayaan tidak mengalir ke luar negeri.
Namun, Jokowi menepis tudingan Prabowo soal ABS. Pernyataan Prabowo tersebut, menurut dia, menunjukkan ketidakpercayaan Prabowo terhadap TNI.
Ia mengatakan telah melihat sendiri pembangunan pertahanan di sejumlah pulau terluar Indonesia. Semua telah dicek, dan semua sesuai dengan laporan.
Anggaran pertahanan sebesar Rp 107 triliun di Kementerian Pertahanan pun dinilainya sudah besar. Alokasi anggaran itu kedua terbesar setelah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Dengan anggaran yang ada pun, pembangunan pertahanan dan keamanan terus dilakukan. Sebagai contoh, kekuatan pertahanan saat ini disebarkan merata di seluruh penjuru Nusantara. Ia mencontohkan, kekuatan pertahanan dan keamanan sekarang berada di Natuna, Morotai, Samlaki, dan Biak.
”Artinya titik-titik pinggir di negara ini terjaga. Yang namanya radar maritim dan udara kita sudah menguasai 100 persen wilayah, karena sudah ada 19 titik radar udara dan 11 titik radar maritim yang telah terkoneksi,” kata Jokowi.
Selain itu, pembangunan sistem radar yang terintegrasi juga dapat melacak siapa pun yang masuk wilayah Indonesia secara ilegal.
Ke depan, menurut Jokowi, anggaran pertahanan juga penting untuk membangun industri alat utama sistem persenjataan. ”Kalau investasi di bidang pertahanan terus dilakukan, saya yakin kita akan memiliki alutsista yang baik dan memiliki teknologi dari transfer pengetahuan,” pungkas Jokowi.