JAKARTA, KOMPAS – Guna mengatasi masalah keterlambatan pembayaran gaji karyawan Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI, proposal anggaran KONI periode 2019 perlu segera diproses. Namun, Kementerian Pemuda dan Olahraga menyatakan proposal tersebut sulit untuk diproses saat ini. Sebab, laporan pertanggungjawab penggunaan anggaran 2018 KONI masih belum beres. Bahkan, ketidakberesan itu sudah terjadi sejak 2016 di mana KONI tidak bisa melengkapi persyaratan substansial dalam laporan tersebut.
”Instruksi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), proposal anggaran KONI periode 2019 jangan diproses hingga mereka bisa membereskan laporan pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan anggarannya pada tahun lalu. Hal itu sebagai bentuk hukuman untuk KONI. Kalau kami berinisiatif langsung memprosesnya, bisa-bisa itu jadi kesalahan di mata BPK,” ujar Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto di Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Menurut Gatot, KONI sudah menyerahkan proposal anggarannya sejak Januari lalu. Namun, pihaknya menunda memproses proposal tersebut. Bahkan, karena itu, para petinggi KONI sempat memohon kepada Menpora Imam Nahrawi agar segera memproses proposal itu pada rapat di Kemenpora sekitar dua minggu lalu. Permohonan itu atas dasar keperluan operasional organisasi, termasuk membayar gaji para karyawannya yang belum dibayar–hingga saat ini sudah tiga bulan.
Proposal KONI belum bisa diproses, lanjut Gatot, karena mereka belum menyerahkan LPJ penggunaan anggaran 2018 yang lengkap secara substansial. Adapun kelengkapan substasial, antara lain bukti kuitansi atas penggunaan anggaran itu. Selama ini, mereka hanya menyerahkan LPJ yang lengkap secara formalitas.
”Situasi semakin parah karena kemarin ada operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap sejumlah pejabat KONI dan Kemenpora atas dugaan kasus korupsi dana hibah dari Kemenpora ke KONI. Akibatnya, BPK mewanti-wanti agar Kemenpora tidak sembarangan lagi menyalurkan uang ke KONI,” tegas Gatot.
Gatot mengatakan, pihaknya tidak menutup mata dengan situasi buruk yang dialami KONI saat ini, terutama keterlambatan gaji para karyawan mereka tiga bulan ini. Kemenpora siap membantu KONI. Bahkan, Kemenpora sudah mengalokasikan anggaran untuk KONI. Selain itu, mereka siap untuk membantu KONI membuat LPJ anggaran yang baik.
Namun, Gatot menambahkan, KONI juga harus menunjukkan iktikad baik, antara lain pro aktif untuk membuat LPJ yang baik. ”Kalau memang LPJ mereka sudah dinilai baik oleh BPK, pasti BPK akan memberikan lampu hijau untuk memproses proposal mereka. Kami pun siap untuk segera memprosesnya sesuai aturan berlaku,” tuturnya.
Usulan satuan kerja
Berdasarkan informasi yang diterima Kompas, untuk meminimalisir negoisasi antara Kemenpora dan KONI, BPK sempat mengusulkan pembentukan satuan kerja khusus bagi KONI pada Januari lalu atau setelah terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kemenpora pada 18 Desember 2018. Bahkan, Menpora Imam Nahrawi telah mengajukan permohonan pembentukan satuan kerja khusus itu kepada Menteri Keuangan pada 4 Februari 2019.
Ketika dikonfirmasi mengenai info itu, Gatot membenarkannya. Menurut Gatot, dengan satuan kerja, status KONI akan mirip dengan Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) lalu. Dengan itu, anggaran untuk KONI sudah ada plot sendiri.
”Positifnya, cara itu bisa meminimalisir negosiasi antara orang KONI Pusat dan Kemenpora. Negatifnya, cara tersebut bersifat otonomi sehingga KONI Pusat punya wewenang sangat luas untuk menggunakan anggarannya. Kalau penggunanya tidak bertanggungjawab, potensi penyelewengannya akan tetap ada,” ujar Gatot.
Terlepas dari itu, Gatot menuturkan, KONI juga harus berusaha mencari sumber pendanaan selain dari pemerintah. Sebab, berdasarkan AD/ART KONI Pusat, hal itu sangat memungkinkan, antara lain anggaran dari sponsor atau usaha yang dilakukan sesuai aturan/undang-undang berlaku.
”Jika petinggi KONI Pusat sekarang sibuk, antara lain fokus ke proses persidangan kasus dugaan korupsi itu, kan ada pejabat struktural di bawahnya. KONI Pusat itu organisasi. Kalau atasan berhalangan, fungsi dan tugasnya bisa dilakukan para bawahannya,” kata Gatot.
Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman ditemui sebelum jadi saksi di persidangan kasus dugaan korupsi dana hibah dari Kemenpora ke KONI di Jakarta, Kamis, menyampaikan, pihaknya ingin fokus menyelesaikan perkara kasus tersebut lebih dahulu. ”Nanti, kalau urusan ini sudah beres, baru kita bicara soal gaji itu. Sekarang, bukan saat yang tepat membicarakannya. Sebab, semuanya masih terkonsentrasi ke kasus ini,” tuturnya.
Mantan Ketua Komisi Bisnis KONI Fritz E Simanjuntak menilai, petinggi KONI periode saat ini jangan mementingkan diri sendiri. Mereka patut melihat ada sekitar 500 orang (120 karyawan bersama para keluarganya) yang terdampak akibat belum dibayarnya gaji para karyawan KONI. ”Kalau para petinggi KONI Pusat saat ini ingin fokus ke kasus yang ada, lebih baik mereka mundur saja dari KONI Pusat,” ujarnya.