MIAMI, KAMIS - Banyak petenis muda yang mengidolakan Roger Federer, salah satunya adalah petenis Kanada, Denis Shapovalov. Dalam perjalanan menggapai cita-citanya menjadi petenis besar seperti Federer, petenis berusia 19 tahun itu akan mewujudkan mimpinya, yaitu bertanding melawan petenis idolanya itu.
Pertemuan pertama dengan Federer terjadi dalam momen yang cukup besar, yaitu semifinal turnamen ATP Masters Miami, Florida, AS. Mereka akan bertanding pada Jumat (29/3/2019) malam waktu setempat atau Sabtu pagi waktu Indonesia, sekitar enam jam setelah dimulainya semifinal lain, John Isner melawan Felix Auger-Aliassime. Auger-Aliassime, yang berusia 18 tahun, juga berasal dari Kanada.
“Melawan Federer sudah pasti merupakan pertandingan yang saya nanti, sepanjang hidup saya,” kata Shapovalov yang pernah “berhadapan” dengan Federer pada Toronto Masters 2014. Shapovalov yang berusia 15 tahun, kala itu, menjadi rekan pemanasan sebelum Federer berhadapan dengan Feliciano Lopez pada semifinal.
“Berhadapan dengan idola dalam semifinal ATP Masters 1000 adalah pertaruhan besar. Ini mimpi yang menjadi nyata,” lanjut petenis peringkat ke-23 dunia itu setelah mengalahkan Frances Tiafoe (AS), 6-7 (5), 6-4, 6-2, pada perempat final, Kamis.
Semifinal Miami menjadi semifinal ketiga Shapovalov dalam turnamen Masters 1000, yaitu turnamen berkategori tertinggi dalam struktur turnamen Asosiasi Tenis Profesional (ATP). Dia mencapai empat besar di Toronto 2017 dan Madrid 2018, namun perjalanannya selalu dihentikan Alexander Zverev.
Ibunya, Tessa Shapovalova, adalah orang pertama yang mengajari Shapovalov bermain tenis, pada usia lima tahun. Hingga saat ini, ibunya selalu mendampingi dalam berbagai tur meski Shapovalov dilatih Rob Steckley sejak 2018.
Meski mengalami perkembangan pesat untuk petenis seusianya—Shapovalov berperingkat ke-23 dunia—oleh Steckley, Shapovalov dinilai masih harus belajar lebih dewasa. Steckley kemudian bercerita ketika Shapovalov dikalahkan Yoshihito Nishioka (Jepang) pada babak kedua ATP Shenzhen 2018, meski telah mendapat dua match point.
“Dia sangat kecewa dengan kekalahan itu. Saya mengatakan, dia bisa tenggelam dalam kekecewaan berhari-hari atau belajar dari pengalaman itu karena dia akan menghadapi match point lain dalam kariernya,” tutur Steckely, dikutip dari laman resmi ATP.
Suatu saat, kami akan menjadi penonton saat mereka menjadi petenis besar
Sikap emosional yang berlebihan, diakui Shapovalov menjadi kelemahannya. “Saya masih belajar untuk bersikap dewasa. Dalam hal ini, saya mencontoh Federer. Saat muda, dia juga emosional, tetapi berhasil mencari jalan untuk kemudian menjadi contoh bagi banyak petenis,” kata Shapovalov.
Keberadaan Shapovalov dan Auger-Aliassime pada semifinal Miami Masters dipuji oleh Federer yang tiga kali menjuarai turnamen tersebut. “Keduanya adalah generasi penerus olahraga ini. Suatu saat, kami akan menjadi penonton saat mereka menjadi petenis besar,” kata Federer dalam wawancara dengan ESPN.
Federer pun sangat menantikan pertemuannya dengan Shapovalov. Petenis yang berusia 18 tahun lebih tua dari Shapovalov itu memuji kemampuan calon lawannya, terutama dalam forehand.
Sementara, final tunggal putri yang akan berlangsung Sabtu mempertemukan unggulan kelima, Karolina Pliskova dan Ashleigh Barty (12). Itu menjadi pertemuan kelima mereka setelah berbagi dua kemenangan pada empat pertandingan sebelumnya. Sebelum ini, hasil terbaik Pliskova di WTA Miami adalah semifinal pada 2017, sementara Barty baru bisa tampil hingga babak keempat pada 2018. (Reuters)