Debat Berlangsung Dinamis
Debat keempat pemilihan presiden di Pemilu 2019 antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto berlangsung lebih dinamis dibandingkan tiga debat sebelumnya. Di akhir debat, kedua capres menegaskan bahwa persahabatan di antara mereka tidak akan pernah putus.
JAKARTA, KOMPAS —Debat keempat pemilihan presiden di Pemilu 2019 di antara dua calon presiden, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, Sabtu (30/3/2019) malam, berlangsung dinamis dan menunjukkan adanya pertukaran gagasan yang substantif. Di acara ini, kedua capres, antara lain, sama- sama menegaskan komitmennya untuk menjaga Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Pengaturan debat kali ini tak jauh berbeda dengan debat ketiga. Sesi debat terbuka yang memberi kesempatan tiap calon saling bertanya dipertahankan dengan durasi waktu sama, yakni di tiap segmen ada dua sesi berdurasi masing-masing 8 menit. Hanya saja, di debat kali ini, durasi 8 menit itu dibagi merata sehingga tiap calon diberi 2 menit per waktu bicara.
Debat tersebut berlangsung dinamis. Kritik dan respons bergantian disampaikan kedua capres, tetapi keduanya tetap menjaga kritik dalam koridor saling menghargai. Berbalas kritik sudah muncul sejak awal debat, misalnya saat membahas penguatan Pancasila.
Kendati demikian, di akhir debat, kedua capres menegaskan, mereka tetap bersahabat dan menjalin tali silaturahmi. ”Rantai persahabatan saya dan Pak Prabowo tidak akan pernah putus,” kata Jokowi. Menanggapi hal itu, Prabowo juga bertutur, ”Kita tidak putus persaudaraan. Biarlah rakyat yang menentukan yang terbaik.”
Apresiasi
Anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, mengapresiasi debat yang berlangsung dinamis dan kritis, tetapi tetap mengedukasi pemilih dan menunjukkan sikap saling menghormati. ”Semoga pesan moral damai yang disampaikan kandidat akan menciptakan suasana yang damai dan kondusif dalam Pemilu 2019,” katanya.
Pengajar Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Arya Budi, mengatakan, debat kali ini mampu menunjukkan posisi masing-masing calon presiden.
Debat antarcalon presiden kemarin malam mengangkat tema ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan, serta hubungan internasional. Terkait tema itu, hasil survei Litbang Kompas, 26-27 Maret 2019, responden menilai isu pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme serta penguatan Pancasila sebagai yang dianggap paling mendesak diselesaikan.
Menjaga Pancasila
Di bidang ideologi, dua calon presiden sama-sama menegaskan komitmen untuk menjaga Pancasila. Jokowi, misalnya menekankan Pancasila merupakan kesepakatan pemimpin bangsa dari berbagai daerah, organisasi, ras, suku, dan agama di masa pendirian bangsa. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bersama untuk merawat dan menjalankan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila juga dinilai harus ditanamkan melalui contoh dalam kehidupan sehari-hari. Jokowi juga mengatakan, penanaman Pancasila kepada generasi penerus bangsa perlu dilakukan secara visual dan mudah dipahami melalui berbagai platform media sosial. ”Sehingga relevansi Pancasila dan anak muda bisa sambung,” katanya.
Prabowo juga menekankan, Pancasila merupakan ideologi final. Ia menyebut Pancasila sebagai kompromi besar, sebuah kecemerlangan dari generasi pendiri bangsa yang menyatukan ratusan kelompok, etnis, dan suku, serta menyatukan budaya, agama, dan bahasa berlainan. Kompromi ini menghasilkan Republik Indonesia. Karena itu, Prabowo menegaskan akan mempertahankan Pancasila sampai titik darah penghabisan.
Menurut Prabowo, Pancasila harus dimasukkan dalam pendidikan sejak usia dini. ”Harus dimasukkan dalam kurikulum. Baru demikian ada pemahaman yang universal dan disepakati. Ini kesepakatan bangsa. Ini yang menjadikan negara kita merdeka. Pemimpin harus beri contoh, mempersatukan dan menyejukkan. Tidak memandang ras. Tidak politik memandang perbedaan,” katanya.
Terkait dengan pembahasan ideologi, Kepala Pusat Studi Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan, kedua capres memberikan penjelasan yang cukup standar. Menurut dia, gagasan memperkuat ideologi Pancasila masih kurang didalami.
Mulai rinci
Di bidang pemerintahan, Prabowo menyatakan, lembaga pemerintah harus kuat agar negara menjadi kuat. Menurut Prabowo, tidak mungkin program hebat bisa dilakukan jika lembaga pemerintahan lemah dan banyak korupsi. Jika terpilih, Prabowo menegaskan akan memperbaiki kualitas aparatur pemerintahan guna menghilangkan korupsi.
Sementara itu, Jokowi menawarkan ”dilan” atau pemerintahan digital melayani. Oleh karena itu, diperlukan reformasi pelayanan publik lewat penggunaan teknologi informasi. Jokowi juga menawarkan penajaman kelembagaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), dan reformasi tata kelola pemerintahan.
Peneliti politik dari LIPI, Syafuan Rozi, menilai kedua capres berusaha saling menawarkan solusi dan merinci strategi yang akan dilakukan untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan. Kendati demikian, keduanya sama-sama kurang menampilkan kasus riil berbasis data di bidang pemerintahan.
”Yang ditawarkan keduanya hanya sekadar jangka pendek. Inovasi, seperti teknologi informasi melalui e-government, cuma pintu masuk. Tetapi, prosedur dan sistem pengawasan selanjutnya tidak dijelaskan detail. Padahal, perbaikan tata kelola pemerintahan untuk membangun pemerintahan bersih tidak bisa dilepaskan dari sistem pengawasannya,” kata Syafuan.
Di bidang pertahanan dan keamanan, Jokowi antara lain menawarkan peningkatan kualitas SDM TNI dan pembangunan industri alat utama sistem persenjataan di dalam negeri. Di bidang yang sama, Prabowo menawarkan peningkatan anggaran pertahanan serta memperkuat pertahanan untuk menjaga kekayaan bangsa.
Sementara itu, di bidang hubungan internasional, Prabowo menawarkan diplomasi yang mengutamakan kepentingan nasional, serta didukung kekuatan pertahanan keamanan. Jokowi menekankan politik luar negeri bebas dan aktif, terlibat dalam proses perdamaian di negara lain, serta melindungi warga negara Indonesia di luar negeri. (REK/IAN/SPW/PDS)