Menjelang pemilihan umum pada 17 April, penyebaran hoaks bermuatan politik semakin masif. Verifikasi informasi wajib dilakukan sebelum disebarkan. Sebab, dampak berita bohong berpotensi memicu konflik karena perbedaan pilihan politik.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Menjelang pemilihan umum pada 17 April 2019, penyebaran hoaks bermuatan politik semakin masif. Verifikasi informasi wajib dilakukan sebelum disebarkan. Sebab, dampak berita bohong berpotensi memicu konflik karena perbedaan pilihan politik.
Hoaks itu menyebar melalui media sosial, aplikasi pesan pada ponsel pintar, dan medium digital lainnya. Masyarakat diminta lebih jeli dalam mengidentifikasi hoaks. Beberapa cirinya adalah menggunakan judul bombastis dan tidak menyertakan sumber informasi.
”Sangat penting membangun kesadaran untuk mengidentifikasi hoaks. Sebab, hoaks sangat berbahaya. Apalagi dalam pemilu di mana masyarakat berbeda pilihan politik,” ujar Pelaksana Harian Koordinator Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Bandung Raya Hadi Purnama di Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu (31/3/2019).
Hadi mengatakan, berdasarkan data penelitian dan pengembangan Mafindo, ditemukan 997 hoaks sepanjang 2018. Sejumlah 49 persen di antaranya bermuatan politik. Sementara hoaks lainnya terkait dengan lembaga pemerintahan, bencana, dan isu-isu kesehatan.
Hoaks politik didominasi topik pencalonan presiden dan wakil presiden. Kedua pasangan calon sama-sama menjadi korban karena didiskreditkan oleh berita bohong itu.
”Jadi, hoaks tidak menyasar satu kelompok tertentu. Selain calon presiden dan wakil presiden, hoaks juga menyerang partai politik,” ujarnya.
Berita tidak lagi sekadar menyampaikan informasi atau peristiwa kepada masyarakat, tetapi juga digunakan untuk tujuan tertentu, salah satunya kepentingan politik.
Hadi menuturkan, di era digital, semua pihak dapat menjadi produsen informasi. Penyebaran berita juga menjadi sangat cepat. Alhasil, masyarakat dengan mudah mengakses informasi sekalipun belum terverifikasi kebenarannya.
Berita tidak lagi sekadar menyampaikan informasi atau peristiwa kepada masyarakat, tetapi juga digunakan untuk tujuan tertentu, salah satunya kepentingan politik.
Untuk menumbuhkan kesadaran menangkal berita bohong, Mafindo menggelar deklarasi Bandung Anti Hoaks pada hari bebas kendaraan bermotor di Jalan Ir Djuanda, Kota Bandung, Minggu. Deklarasi dengan tema ”Tanpa Hoaks Kita Rukun Berdemokrasi” itu diharapkan dapat mengantisipasi dan meredam konflik pada pemilu mendatang.
Dalam deklarasi itu, Mafindo mengedukasi warga dalam mengidentifikasi hoaks. Mereka juga memperkenalkan aplikasi hoax buster tools yang dapat diunduh secara gratis di telepon pintar. Melalui aplikasi ini, penggunanya dapat melaporkan hoaks dan mengecek narasi atau foto yang diragukan kebenarannya.
Tak kurang dari 60 orang membubuhkan tanda tangan pada sebuah spanduk untuk mendukung deklarasi itu. Salah satunya Devi (24), warga Andir, Kota Bandung.
Menurut Devi, masih banyak masyarakat belum memahami cara memverifikasi informasi. ”Karena informasi diperoleh dari orang-orang terdekat, kecenderungannya langsung dipercaya. Padahal, bisa jadi itu hoaks yang menjadi kampanye hitam untuk menyudutkan pihak tertentu,” ujarnya.
Kepala Divisi Klarifikasi dan Diseminasi Jabar Saber Hoaks Alfianto Yustinova mengatakan, tren hoaks bermuatan politik meningkat. Pada Desember 2018, pihaknya mengidentifikasi 49 hoaks, yang 16 persennya terkait dengan politik.
Pada Januari 2019 terdapat 25 persen hoaks bermuatan politik dari sekitar 100 aduan berita bohong. ”Februari meningkat menjadi 36 persen dari 60-an laporan. Untuk Maret 2019 belum direkap. Namun, diprediksi meningkat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya,” ujarnya.
Alfianto mengatakan, mayoritas hoaks teridentifikasi berdasarkan laporan masyarakat. Bahkan, beberapa pelapor turut menyertakan informasi yang sebenarnya.
”Kepedulian memverifikasi informasi sangat penting dalam menangkal hoaks. Laporan warga kami tampilkan di media sosial Jabar Saber Hoaks sehingga dapat diketahui masyarakat luas,” ujarnya.
Jabar Saber Hoaks merupakan tim yang dibentuk Pemerintah Provinsi Jabar pada 7 Desember 2018. Tim ini bertujuan menekan peredaran informasi bohong menjadi media klarifikasi dan meningkatkan minat literasi digital masyarakat.