JAKARTA, KOMPAS - Debat calon presiden pada topik pertahanan dan keamanan pada Sabtu malam lalu masih berfokus pada anggaran pertahanan. Padahal ada tantangan yang lebih penting dari hal itu yang patut mendapat porsi pembahasan dan antisipasi lebih lanjut.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi kepada Kompas, Minggu (31/03/2019) menilai ada sejumlah tantangan terkait pertahanan yang perlu diantisipasi Indonesia.
"Seperti kekalahan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan kepulangan WNI eks anggota NIIS ke Indonesia. Kemudian, tantangan agresifitas Cina di laut Cina Selatan, serta ancaman keamanan di distrik Nduga, Papua," kata dia.
Menurut Muradi, beberapa tantangan tersebut belum sempat dibahas secara rinci dalam debat keempat. Kemudian, perkembangan penanganan terorisme pasca dibentuknya UU 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan keterlibatan TNI dalam UU tersebut, juga belum sempat dibahas.
"Peran Polri untuk menjaga keamanan negara juga minim dibahas selama debat kali ini. Padahal, sel-sel Jamaah Ansharut Daulah (JAD) masih berkeliaran di Indonesia," ujarnya.
Selain itu, Muradi menjelaskan, untuk lima tahun ke depan, ancaman keamanan siber juga perlu diantisipasi oleh kedua calon presiden (capres). Ia menilai, perlu ada dokumen kebijakan politik untuk pertahanan sebagai landasan kekuatan pengembangan TNI.
Peran Polri untuk menjaga keamanan negara juga minim dibahas selama debat kali ini. Padahal, sel-sel Jamaah Ansharut Daulah (JAD) masih berkeliaran di Indonesia,"
Pada debat keempat semalam, para capres berjanji untuk meningkatkan kualitas Sumber daya manusia (SDM), memoderinasi alat utama sistem senjata (alutsista), dan alat material khusus (almatsus).
Awal perdebatan terkait anggaran muncul ketika Capres Nomor Urut 02 Prabowo Subianto memaparkan, anggaran pertahanan Indonesia masih lebih kecil dibandingkan Singapura. Ia pun berjanji akan menambah anggaran pertahanan jika terpilih menjadi presiden.
"Anggaran pertahanan Indonesia Rp 107 triliun itu 5 persen dari APBN kita dan 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) kita. Padahal Singapura itu 30 persen dari APBN dan 3 persen PDB," katanya.
Sementara itu, Capres Nomor Urut 01 Joko Widodo menyatakan, pemerintah sudah cukup banyak menganggarkan biaya pertahanan. Saat ini, anggaran untuk Kementerian Pertahanan dalam APBN 2019 sebesar Rp 108,4 triliun, nomor dua setelah anggaran Kementerian PUPR sebesar Rp 110,7 triliun.
"Saya setuju anggaran pertahanan ditingkatkan, tetapi ada skala prioritas. Sekarang prioritas di pembangunan infrastruktur. Mungkin 5 tahun lagi untuk pembangunan SDM," ucapnya.
Berikut ini merupakan beberapa janji yang diucapkan oleh Jokowi selama debat:
1. Mengembangkan kualitas SDM TNI
2. Memodernisasi teknologi pesenjatan dan siber serta memperkuat investasi dengan pembangunan industri alutsista dalam negri.
3. Merencanakan gelar pasukan yang terintegrasi dan tidak Jawa-sentris serta melanjutkan proses pembangunan divisi tiga yaitu Divisi Kostrad di Gowa, Komando AU di Biak, Papua, dan Armada tiga AL di Sorong, Papua.
Sedangkan, janji Prabowo yang diucapkan ketika debat yaitu:
1. Menambah anggaran pertahanan
2. Menjadikan pelabuhan dan bandara sebagai objek vital yang tidak boleh dioperasikan oleh negara asing.
3. Memperkuat diplomasi dan lebih memilih kepentingan nasional untuk perkuat keamanan.