Gelaran Mandiri Banyuwangi Half Marathon mendapat pujian dari sebagian peserta karena manajemen balapan yang rapi. Namun, mepetnya masa pendaftaran menjadi hal penting untuk dievaluasi.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Gelaran Mandiri Banyuwangi Half Marathon, Minggu (31/3/2019), mendapat pujian dari sebagian peserta karena manajemen balapan yang rapi. Namun, mepetnya masa pendaftaran menjadi hal penting untuk dievaluasi.
Mandiri Banyuwangi Half Marathon digelar bersama dengan dua kategori lainya, yakni 10K (10 kilometer) dan 5K (5 kilometer). Tercatat sebanyak 1.000 pelari ambil bagian dalam event tersebut.
Pelari tercepat kategori half marathon, Chamit Nurcholis, mengaku nyaman saat melahap lintasan balap sepanjang 21 kilometer tersebut. Ia sama sekali tidak mendapat gangguan yang mengharuskan dirinya melambatkan larinya.
”Sebagai pelari terdepan, saya mendapat pengawalan yang sangat baik dari marshal. Mereka membukakan jalan sehingga saya bisa berlari dengan kecepatan optimal,” kata anggota TNI Angkatan Darat tersebut.
Di Mandiri Banyuwangi Half Marathon, Chamit memang tidak bisa melampaui catatan waktu terbaiknya, yakni 1 jam 16 menit. Ia menyentuh garis finis 4 menit lebih lambat atau 1 jam 20 menit sejak start dimulai.
Ia mengaku, menurunnya catatan waktu tersebut murni karena kondisi dirinya. Mepetnya waktu persiapan yang kurang dari 1 bulan ditambah dengan cedera yang ia derita membuat performanya tidak maksimal.
Sementara itu, Hari Rochman, pelari half marathon yang finis di urutan ketiga, juga merasakan kesan baik mengikuti ajang itu. Sambutan yang meriah dari pemerintah daerah dan antusiasme masyarakat membuat ia teringat pengalaman mengikuti Bali Marathon.
”Acaranya terorganisasi dengan baik, sejak sebelum start hingga setelah finis. Rutenya juga baik, seperti Bali Marathon, karena suasana perkotaan, perdesaan dan permukiman warga,” ujarnya.
Peserta kategori 10K, Firman Oktavio, juga mengapresiasi penjagaan di sepanjang lintasan. Menurut dia, minimnya gangguan membuat pelari bisa berlari dengan nyaman dan aman tanpa harus khawatir.
”Sebagai sebuah gelaran yang dilaksanakan pemerintah daerah, bisa start yang tepat waktu itu sungguh luar biasa. Saya salut dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang bisa on time,” ujar pelari dari komunitas Jember Runner tersebut.
Ia juga mengapresiasi manajemen balapan yang menempatkan water station (titik air minum) setiap 2 km. Medali yang disediakan panitia juga apik karena menonjolkan motif batik gedeghan dan gajah oling yang merupakan motif tradisional Banyuwangi.
Namun, tak sedikit pula pelari yang mengeluhkan mepetnya batas waktu pendaftaran. Biasanya, pendaftaran gelaran maraton dilakukan 1-2 bulan sebelum pelaksanaan. Namun, kali ini pendaftaran dilakukan hanya tiga minggu sebelum acara.
”Pendaftarannya yang kurang dari satu bulan membuat kami tidak maksimal mempersiapkannya. Lagi pula, saat mau mendaftar yang kategori 21K, ternyata sudah langsung penuh karena diisi oleh para pelari yang menjadi tamu undangan,” keluh Karren, salah satu peserta yang terpaksa mengikuti kategori 10K.
Direktur balapan, Pandu B Buntaran, mengakui, rentang waktu pendaftaran yang dilakukan panitia terlalu sempit. Hal itu dilakukan karena berbagai alasan mengingat padatnya agenda pihak-pihak yang menyelenggarakan acara tersebut.
”Kami menyadari hal itu. Kami juga sudah menjadikannya sebagai catatan agar di kemudian hari rentang waktu pendaftaran menjadi perhatian penting,” ujarnya.
Dari pengamatan Kompas, sejumlah titik cheering (penyorak) yang disediakan panitia kurang maksimal. Di depan Kantor Bupati Banyuwangi, misalnya, cheering ditempatkan di seberang jalan yang jauh dari lintasan lari.
Sementara itu, di sejumlah perlintasan, kendati sudah dijaga oleh petugas, terkadang masih ada pengendara yang nekat melintas. Di Simpang PJR, misalnya, sebuah angkutan umum yang nekat melintas hampir menabrak seorang pelari. Beruntung, pelari dan angkutan umum tersebut memperlambat laju masing-masing.