Kehadiran Paus Fransiskus di Maroko untuk memenuhi undanganRaja Mohammed VI dalam hal dialog antaragama.
RABAT, SABTU — Paus Fransiskus tiba di Maroko pada Sabtu (30/3/2019) untuk memulai kunjungan dua hari dengan fokus meningkatkan hubungan antaragama. Maroko adalah negara yang 99 persen penduduknya beragama Islam. Ini kunjungan pertama Paus ke negara itu setelah kunjungan Paus Yohanes Paulus II pada 1985.
Paus Fransiskus disambut langsung oleh Raja Maroko Mohammed VI di tengah guyuran hujan di Bandar Udara Rabat, Maroko. Selama kunjungan, Paus Fransiskus dijadwalkan bertemu para tokoh Muslim dan migran serta menggelar misa bersama umat Katolik.
Paus Fransiskus mengunjungi Maroko untuk memenuhi undangan Raja Mohammed VI sebagai bagian dari misi ”pengembangan dialog antaragama”. Peningkatan hubungan antaragama kini jadi salah satu prioritas Vatikan di bawah kepemimpinan Paus Fransiskus.
Awal Februari, Paus Fransiskus menggelar kunjungan bersejarah ke Uni Emirat Arab, kunjungan pertama Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik di negara Arab Teluk. Di negeri itu, Paus Fransiskus juga bertemu Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb untuk menandatangani dokumen bersejarah tentang persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia dan hidup berdampingan guna menangkal radikalisme serta terorisme.
Melawan ekstremisme
Di hadapan Raja Mohammed VI dan otoritas Maroko, Paus Fransiskus mengatakan, ”sangat penting” bagi seluruh umat beriman menangkal fanatisme agama dan ekstremisme dengan solidaritas. Ia menyebut ekstremisme keagamaan sebagai ”serangan terhadap agama dan melawan Tuhan”.
”Sebagai umat Kristen dan Muslim, kita mengimani Tuhan sebagai Pencipta dan Sang Maharahim, yang menciptakan laki-laki dan perempuan, serta menempatkan mereka di Bumi agar mereka hidup bersama sebagai saudara laki-laki dan perempuan, saling menghormati keanekaragaman dan saling membantu,” kata Paus Fransiskus melalui pesan dalam video, yang ditujukan kepada warga Maroko, jelang kedatangan.
Maroko, negara Muslim Sunni berbentuk kerajaan dengan penduduk 36 juta jiwa, mereformasi kebijakan dan pendidikan keagamaan pada 2004 guna membatasi radikalisme, menyusul pengeboman di Casablanca tahun 2003 yang menewaskan 43 orang.
”Maroko selalu jadi pionir dalam inisiatif dialog dengan Kristen,” kata Abdellah Boussoufa, Sekretaris Jenderal Dewan Komunitas Maroko di Luar Negeri. ”Umat Kristen di Maroko selalu menikmati hak mereka, termasuk kebebasan, pembangunan gereja, dan perkawinan.” (AP/AFP/REUTERS/SAM)